Share

Sahabatku Perebut Suamiku
Sahabatku Perebut Suamiku
Penulis: Gyara

Bab 01. Si Cantik?

"Kamu keramas lagi Mas?" tanya Desya.

Desya mengingat suaminya itu kemarin baru saja keramas di rumah sakit, dan Rangga adalah orang yang jarang keramas kecuali setelah bermain dengan Desya.

"Akhir-akhir ini kamu sering banget keramas, kemarin waktu kamu mandi di rumah sakit keramas, hari ini juga, padahal kamu paling malas mandi keramas paling kalau kita habis main saja kamu keramasnya." pekik Desya yang mulai merasa semakin aneh dengan tingkah suaminya. Belum lagi isi chat yang sempat Desya baca dari layar ponsel Rangga.

"Memang ada yang melarangku keramas! Siapa yang bayar tagihan air di rumah ini? Pertanyaanmu ada-ada saja! Bahkan hal sekecil ini pun kamu permasalahkan!” bentak Rangga tiba-tiba.

Desya sangat terkejut. Itu adalah bentakan pertama kali Rangga kepada Desya seumur hidupnya. Sebelum ini, Rangga dikenal sebagai sosok penyayang dan lembut, namun Desya merasa suaminya menjadi berubah dalam beberapa hari ini, semenjak dia sakit dan harus dirawat oleh Irma, sahabatnya yang menjadi perawat khusus untuknya dan tinggal di kamar tamu.

"Kamu bahas soal keuangan dengan saya Mas?" 

Rangga terdiam. Dia sadar siapa sebenarnya dia tanpa Desya. Rangga hanya seorang HRD dan Desya adalah pemilik perusahaan dari sebuah produk kecantikan dan sudah lumayan besar pendistribusiannya. Namun, setelah menikah, perusahaan itu dikelola oleh Rangga agar Desya bisa fokus untuk hidup santai dan sehat demi program kehamilan. Sayangnya, Desya masih belum juga hamil! Memikirkan itu, Rangga kembali kesal.

"Saya yang bekerja, Desya! Saya kepala keluarga," tegas Rangga.

Desya tersenyum kecut menanggapi perkataan suaminya yang seperti lupa ingatan itu. Desya diam, tidak melawan. Bagaimanapun, dia adalah seorang istri. Tidak dibenarkan untuk melawan dan membentak suaminya meskipun dalam hati Desya ingin sekali berkata kasar. Desya memilih diam agar tidak menimbulkan keributan lebih panjang lagi.

Rangga yang sudah emosi, kemudian memakai baju dan mengambil ponselnya yang ada di depan Desya. Dia keluar dari kamar dan pergi.

Desya menundukkan wajahnya. Perkara jatuh dari tangga adalah hal paling membuatnya trauma. Bukan dari segi tragedinya atau cedera yang dialami, tetapi sikap suaminya yang mulai berubah. Entah karena kondisinya saat ini atau .... 

"Wanita lain? Siapa sebenarnya si cantik yang Mas Rangga maksud itu?" Desya berbicara lirih dengan dirinya sendiri. Dia teringat sebuah pesan dari kontak bernama Si Cantik saat Rangga sedang mandi. Namun, dia adalah seorang Istri yang menghormati privasi suami. Jadi, dia tidak membuka pesan itu sendiri. Belum sempat bertanya pada Rangga tentang si Cantik dan isi pesannya, Rangga sudah terlanjur marah karena pertanyaan tentang "keramas". 

Desya mulai berpikir, mencari jalan keluar, mencari histori-histori kejadian sebelum ini,  

"Apa mungkin Si Cantik itu Irma?" Desya menatap ke langit-langit kamar, sesekali dia menatap keluar jendela. Terlihat, rintikan air hujan mulai melukis di kaca jendela kamarnya, petir menyambar dan deru guntur memecahkan keheningan, membuat Desya terkejut. Terlintas sesuatu yang membuat Desya curiga.

"Ya, kemarin juga saat hujan, petir, dan guntur, mereka pergi keluar. Padahal, keduanya naik mobil. Tapi, tak ada jawaban dari panggilan teleponku untuk waktu yang sangat lama. Kata mereka, pohon tumbang membuat kancing baju berantakan dan resleting terbuka. Tapi, masa sampai lipstik berantakan dan banyak sampah tisu di dalam mobil?" Desya berbicara sendiri seperti orang gila.

Dia memang dibuat gila oleh perubahan sikap Rangga yang mendadak ini. 

Pikiran Desya mulai bercabang lagi, kepalanya pening, dadanya sesak, jantungnya berdebar kuat, otaknya panas. 

Desya mencengkeram sprei yang dia duduki. "Kurang ajar jika itu benar terjadi! Tapi, apakah benar seperti itu kejadiannya? Aku harus selidiki dulu!" 

Andai saja Desya bisa berjalan dan memergoki mereka, pasti semua akan cepat terungkap. Namun, untuk bergerak ke kamar mandi saja susah. Apalagi harus mengendap-endap turun tangga ataupun lari jika terancam ketahuan?

"Sial! Kaki sialan!" rutuk Desya menatap kakinya kecewa.

****

Rangga duduk di sofa ruang tamu. Dia takut kebohongannya terbuka di depan Desya. Tak lama, dia membuka ponselnya dan menemukan sebuah pesan yang belum terbuka dari Si Cantik, pujaan hatinya baru-baru ini.

Rangga tersenyum lega karena pesan belum terbuka. Berarti, Desya tidak menyadari pesan ini. Dengan cepat, pria itu lalu membalas pesan Si Cantik. 

[ Aku juga kangen, aku di ruang tamu. Kamu kesini temani aku ] 


Irma yang sedang bermain ponsel dan mendapatkan pesan Rangga, langsung membuka isi pesannya dan bergegas keluar kamar.

"Mas …" panggil Irma pelan.

"Hai Irma, kamu tidak istirahat?" sapa Rangga dengan ramah.

"Tidak, Mas. Kamu kenapa tidak temani Desya di atas?"

"Aku sedang kesal dengannya,"

"Kenapa?" tanya Irma.

"Perihal keramas saja dia permasalahkan. Lalu saat aku membahas soal keuangan, dia marah dan menyinggungku!" gumam Rangga sambil memasang wajah benci karena membayangkan ucapan Desya tadi.

"Aku mengerti, Mas. Saranku, lebih baik Mas Rangga jangan terlalu mencolok. Biar saja jangan keramas dulu. Desya itu wanita detail, aku kenal dia dari dulu. Hal sekecil apapun kalau menurutnya ganjil akan dia cari sampai akarnya," 

"Benar juga, bahaya kalau sampai kita ketahuan." Rangga menyandarkan punggungnya di sofa ditemani Irma.

"Aku buatkan teh ya Mas." Irma  tersenyum lalu pergi ke dapur.

Sementara itu, Rangga masih duduk dengan mata melihat ke plafon rumah. Berpikir bagaimana caranya Rangga menutupi hubungan terlarang ini dari Desya. Desya adalah pribadi yang cukup kritis jika ada masalah. Mungkin, jika di luar negeri dia akan melamar sebagai anggota CIA. Desya pintar mengungkap sesuatu.

Irma datang dengan secangkir teh. Ditaruhnya teh itu di meja. Kemudian, mengarahkan wajahnya tepat mengenai mata Rangga.

"Tidak usah terlalu dekat," pekik Rangga kaget. Dia khawatir Desya tiba-tiba muncul.

"Kenapa? Desya tidak mungkin ke sini Mas, dia tidak bisa jalan kan?" peringat Irma.

Rangga seketika sadar. Pria itu mengangguk dan menyeruput teh yang Irma buatkan secara perlahan.

"Manis seperti kamu,”

"Ah, Mas Rangga ini bisa saja!"  Irma tertawa dan merangkul Rangga, menyenderkan kepalanya di dada Rangga yang bidang. Terdengar degupan jantung yang kencang. Rasa itu, rasa menginginkan yang tidak seharusnya. Membuat Rangga berdebar jika berdekatan dengan Irma apalagi bersentuhan.

Sementara itu, Desya masih bertengkar dengan logikanya. Sesekali, dia meneteskan air matanya saat kepingan puzzle tentang suaminya dan Irma mulai terkumpul. Hatinya sakit, apa mungkin suami dan sahabatnya mengkhianatinya? 

Saat logikanya mulai menemukan titik terang, hatinya menolak. Rasa sayang dan hormat Desya terhadap Rangga dan Irma sangat besar. Tidak mungkin jika mereka menghianatinya, kan? 

Desya menangis, mengambil bantal di sampingnya dan menaruhnya di lutut, memeluknya dan menekuk lututnya.

Lututnya sudah tidak begitu terasa sakit, sudah membaik. Desya sadar ada perkembangan baik dari cederanya. Desya berharap agar segera pulih dan bisa mencari tahu kebenaran yang sudah terjadi. Meskipun kebenaran itu menyakitkan.

"Kuharap aku salah. Kuharap dugaanku salah!" gumam Desya perih. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status