Share

Flash Marriage

"Ohh ... Baby, kamu sangat memesona!" desah Brian spontan ketika melihat calon pengantin wanitanya keluar dari balik pintu ruangan rias.

Wajah Suzy terasa menghangat dan merona karena pujian Brian untuknya. Sebenarnya penampilan calon suaminya juga gagah dan parasnya ganteng di atas rata-rata. Namun, mereka belum terlalu kenal satu sama lain. Bagaimana Suzy bisa merasakan cinta atau sayang kepada calon suaminya? pikirnya yang buru-buru ia tepis sendiri. Mereka hanya nikah kontrak, itu realitanya.

"Terima kasih, Mas Brian," ucap Suzy sambil berdiri canggung saat Brian menghampirinya.

"Tunggu sebentar ya, aku mesti selesaiin pembayaran bridal lalu kita berangkat ke catatan sipil," pesan Brian kepada Suzy sebelum dia melangkah cepat mendekati meja konter kasir.

Petugas kasir pun tersenyum ramah seraya mengulurkan nota tagihan bridal dan rias pengantin ke hadapan Brian. Tanpa banyak kata, pria tajir melintir itu mengambil dompet kulit buaya warna hitam miliknya yang berlogo Gucci dari balik saku jasnya lalu menyerahkan kartu debit platinum miliknya ke petugas kasir.

Usai membereskan pembayaran, Brian pun mengulurkan tangannya kepada Suzy lalu menaruh tangan wanita itu di lekuk lengannya dan berjalan meninggalkan tempat rias pengantin itu.

"Kamu deg-degan ya, Cantik?" tanya Brian ketika mereka sudah duduk di dalam mobilnya yang melaju stabil di jalan raya.

"Hu-um, Mas. Saya baru ini diajak nikah kilat," jawab Suzy dengan lugunya.

Brian pun sontak tertawa geli lalu dia berkata, "Oya, mulai sekarang panggil aku 'sayang' atau 'hubby' atau 'Mas Brian' boleh deh terserah yang mana. Pokoknya kamu harus kelihatan mesra kalau lagi bareng sama aku karena kita suami istri."

"Baik, Sayang," sahut Suzy patuh dengan tersipu malu.

Panggilan sayang itu mau tak mau membuat Brian merasa hatinya tersiram air es yang menyejukkan. Ditambah lagi calon mempelai wanitanya itu secantik bidadari dan tubuhnya sangat sexy luar biasa. Ukuran dadanya jumbo, tapi pinggangnya kecil dan berperut rata. Kulit Suzy saat bersentuhan dengan telapak tangannya terasa sangat halus dan licin.

Paras wanita itu lembut, jauh dari kesan arogan. Tatap bola mata cokelat keemasan itu teduh dipayungi sederet bulu mata lentik dan hidungnya mancung seperti layaknya keturunan blasteran. Bibirnya juga ranum hingga Brian tak tahan ingin segera mencicipinya.

"Kalau boleh tahu, ayah ibu kamu apa ada keturunan luar negeri, Suzy?" tanya Brian penasaran. Dia bahkan tidak melamar wanita itu dengan wajar ke orang tuanya.

"Saya yatim piatu, Mas. Kurang tahu silsilah keluarga ayah dan ibu karena sedari bayi tinggal di panti asuhan. Kalau sekarang sudah tinggal di kost-kostan dengan biaya sendiri sambil kerja serabutan," terang Suzy yang membuat Brian manggut-manggut seolah mengerti.

Brian pun menanggapi dengan nada prihatin, "Ohh ... maaf kalau pertanyaanku tadi menyinggung perasaan kamu, Suz!"

"Nggakpapa kok, Mas. Biasa saja, itu memang sudah jadi bagian dalam kehidupan saya. Terima kasih sudah diberi tawaran uang yang sangat besar, setidaknya ke depan saya nggak lagi hidup susah membanting tulang mencari nafkah seperti sebelumnya," tutur Suzy dengan penuh syukur.

Kemudian Brian pun meraih telapak tangan mungil wanita itu dan menggenggamnya seraya mengatakan, "Kita sama-sama membutuhkan. Aku harus cepat-cepat menikah, ada klien rewel yang mensyaratkan rekan bisnis yang mengerjakan tender proyek darinya harus berstatus telah menikah. Tolong bersikaplah sewajarnya sebagai seorang istri sekalipun ini hanya nikah kontrak yang sifatnya sementara."

Suzy pun menganggukkan kepalanya. "Iya, Mas Brian. Jangan kuatir, saya tahu diri. Kalaupun nanti ujung-ujungnya jadi janda, saya sudah siap dan nggak akan menuntut macam-macam kok. Satu milyar itu banyak buat saya," jawabnya.

Setelah perjalanan yang cukup panjang, mobil itu pun sampai juga di parkiran balai kota di bagian kependudukan dan pencatatan sipil. Maka pasangan calon mempelai itu turun dari mobil ditemani Hendrawan dan Pak Seno yang didaulat menjadi dua saksi masing-masing mempelai.

Prosesnya berjalan dengan cepat dan lancar karena Hendrawan telah mempersiapkan segalanya tadi dengan persyaratan selengkap mungkin. Baik Brian maupun Suzy menanda tangani berkas-berkas penting tersebut. 

Kemudian petugas dinas pemerintahan pun berkata, "Semuanya sudah lengkap, Pak, Bu. Selamat atas pernikahannya, semoga langgeng sampai kakek nenek."

"Terima kasih, Pak," balas Brian dan Suzy kompak. Mereka pun saling bertukar senyum kebahagiaan sekalipun status pernikahan itu tak seperti yang disangka oleh petugas dinas pemerintahan tersebut.

"Kita lanjut yuk ke studio foto, Sayang!" ajak Brian.

Suzy pun bangkit berdiri dari bangku kantor catatan sipil itu dibantu suami barunya. Setelah itu mereka diantar lagi oleh Pak Seno dan juga Hendrawan ke sebuah studio foto besar yang nampaknya profesional.

"Horizon View Photography" adalah nama studio foto tersebut. Hendrawan membantu merapikan ekor panjang gaun pengantin istri bosnya di belakang saat memasuki lobi studio foto itu. Dia menemui resepsionis dan memberi tahu bahwa booking foto pernikahan yang dia buat beberapa jam yang lalu sudah tiba pasangan pengantinnya.

"Silakan langsung masuk ke studio 2, Mas, Mbak. Pak Rizal sudah siap kok di dalam untuk pemotretan," ujar wanita petugas resepsionis itu ramah.

Sesi pemotretan pun dimulai, Brian dan Suzy diarahkan untuk pose-pose mesra berdekapan dengan saling menatap. Duduk saling berpangkuan, dan terakhir fotografernya meminta pose berciuman mesra.

Untuk pertama kalinya Brian akan mencium wanita pilihannya itu. Dia berkata, "Jangan ditampar ya, Suz!"

"Nggak dong, Mas. Kamu 'kan suamiku sekarang. Cium aja, boleh kok!" jawab Suzy kalem sekalipun jantungnya berdebar kencang memukul-mukul di dalam rongga dadanya. 

Telapak tangan Brian menyangga punggung Suzy sebelum ia merundukkan kepalanya menuju ke wajah istrinya. Sebuah pagutan bibir mendarat lembut ke bibir berlapis lipstick beraroma cherry yang manis. Namun, mendadak Brian melumat ganas bibir Suzy seolah ia telah ketagihan dengan rasanya.

Kilatan lampu blitz kamera DSLR mengabadikan momen spesial tersebut. Ciuman pertama sang pengantin yang bergelora. Photografernya pun berdehem-dehem ketika Brian terlalu asik berciuman hingga lupa diri.

Napas keduanya tersengal-sengal usai ciuman marathon tersebut. Dan mereka menoleh ketika photografer yang memotret mereka bertanya, "Bulan madu kemana nih?"

"Ehh ... belum tahu, Mas!" jawab Brian spontan karena memang segalanya serba kilat dan dia tak sempat memikirkan lain-lainnya.  

"Coba kalian ke Bali deh yang dekat, cocok itu buat honeymoon. Banyak tempat romantis buat bermesraan di sana," saran Rizal sambil melihat hasil jepretannya di layar laptop.

Brian pun berpikir tak ada salahnya untuk pergi ke Bali sekaligus menemui Mister Rodrigo Albruch yang saat ini menetap di Ubud. Satu dayung dua tiga pulau terlampaui bukan?

Kemudian Rizal memanggil Brian dan Suzy mendekat kepadanya untuk memilih foto yang ingin dicetak dan dipigura sebagai penghias rumah. "Mau yang mana nih posenya?" tanya pria berambut gondrong sebahu itu.

Mereka berdua melihat-lihat lalu sepakat memilih pose dimana Suzy mengalungkan kedua tangannya di leher Brian dan suaminya itu mendekatkan wajahnya ke arahnya. 

"Oke, itu memang tampak artistik sekalipun diambil dari samping badan ya. Hasilnya akan studio kami kirimkan dengan kurir ke alamat rumah kalian. Terima kasih ya, Guys! Hati-hati di jalan!" ujar Rizal melepas kepergian pasangan pengantin baru itu.

Di dalam mobil, Pak Seno bertanya, "Ke mana tujuan kita selanjutnya, Mas Brian?"

"Pulang ke rumah, Pak!" sahut Brian lupa bahwa Suzy tidak membawa baju ganti karena dia tadi hanya berangkat kuliah dan tak menyangka akan berakhir menjadi istri orang karena sebuah pernikahan kontrak kilat.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
belum apa apa Brian udah nyosor aja..gimana ntr klo di kamar ya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status