Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
"SELAMAT ... SELAMAT!" seruan riuh para peserta pengajuan tender mega proyek resort milik Mister Rodrigo di Pulau Bali membahana di ruang meeting Hotel Aryaduta, Menteng siang itu.Brian Teja Kusuma yang mendapat serbuan ucapan selamat itu tak dapat menutupi kegirangan hatinya atas rezeki nomplok 10 Triliyun tersebut. Senyuman lebar menghiasi wajahnya saat berjabat tangan dengan kolega-kolega bisnisnya.Namun, rival bisnisnya yang bernama Indra Gustavo tak senang dengan keberuntungan Brian. Dia juga berambisi untuk mendapatkan mega proyek tersebut. Maka dia pun menghampiri Brian seraya berkata dengan nada sinis, "Congrats, Bro. Memang loe sanggup kerjain proyek segede itu sendirian? Harusnya jangan tamak dong, bagi-bagi sama kita gitulah!""Ohh ... sirik loe, Ndra? Buktinya Mister Rodrigo percaya aja tuh sama kemampuan perusahan Teja Kusuma Realty buat eksekusi mega proyek beliau!" balas Brian dengan seringai congkak di wajahnya. Dia tak rela momen-momen spesial miliknya ternodai oleh
"Huh ... sialan! Rudi, kenapa tender perusahaan gue dibatalkan sama Mister Rodrigo? Itu duit gede, apa loe paham?!" Sang CEO Teja Kusuma Realty bertolak pinggang seraya menyugar rambut tebalnya yang tadinya rapi.Pria bernama Rudi yang menjabat sebagai asisten pribadi itu pun gemetaran terbata menghadapi bosnya yang mengamuk di kantor pusat. "Ssa—saya kurang paham, Pak Brian. Ehm ... ka—kalau boleh saya memberi saran, coba Bapak telepon langsung Mister Rodrigo Albruch, apa alasan beliau—""Sudah ... sudah! Gue telepon dia sekarang," potong Brian tak sabar. Pria berperawakan tegap dengan setelan jas necis itu menyambar ponsel canggihnya di meja kerjanya lalu menekan nomor milik Mister Rodrigo Albruch. Nada sambung mulai terdengar dan Brian pun berdehem-dehem melegakan tenggorokannya sembari menunggu panggilan teleponnya diterima."Hello ... Buongiorno, Señor Brian!" sapa ramah pria Italia tersebut saat menerima panggilan telepon."Hello, Buongiorno, Señor Rodrigo. Apa Anda sibuk? Saya
Suasana remang-remang yang berisik oleh musik techno rancak dan cahaya lampu disko yang warna-warni berpendar di atas lantai dansa di tengah ruangan menjanjikan malam yang menyenangkan bagi pengunjung The Glam Expat Club. Brian datang berdua dengan Richard. Dan mereka mendapat tatapan penuh minat dari para kupu-kupu malam yang bertenger di meja-meja bar dan juga dari sofa-sofa empuk warna merah berlapis vinyl. Tangkapan segar bagi para pekerja malam itu. Penampilan ala eksekutif muda selalu menjanjikan segepok uang rupiah yang nikmat."Apa butuh teman malam ini, Mas?" tanya seorang wanita cantik berbodi bak gitar Spanyol berbalut dres merah berkerah dada rendah selutut dengan belahan hingga setengah paha. Lipstiknya semerah gaunnya di bibir tebal seksi miliknya.Richard menganggukkan kepalanya. "Boleh. Temani kami minum di sofa. Apa bisa kau pesankan sebotol Macallan 12 yo dengan es batu, Miss?" jawabnya.Sementara Brian tak terlalu memedulikan hostes club tadi, dia tidak suka yang g
"Berapa?" Satu kata dengan nada meliuk bertanya itu meluncur dari mulut Brian sebelum dia memantik korek api untuk menyalakan sebatang rokok yang terselip di antara bibir tebal merah tuanya.Kebimbangan itu nampak nyata dari wajah ayu yang sepertinya ada sedikit keturunan ras Kaukasoid, iris mata Suzy berwarna cokelat keemasan tertimpa sinar lampu. Tanpa diduga oleh Brian kepala wanita penari kabaret itu justru menggeleng-geleng.Asap rokok dihembuskan kasar oleh Brian. 'Sialan! Kenapa dia membuatnya menjadi sulit begini? Gue kagak punya banyak waktu berburu wanita untuk dijadikan istri sementara. Huh!' batin Brian kesal dengan alis berkerut dan tatapan tajam seperti elang pemburu melihat mangsanya."Jangan takut terlalu mahal, katakan saja berapa yang kau minta, Miss Suzy Malika. Apa itu nama aslimu atau nama panggung saja?" ujar Brian dengan tenang sekalipun kesabarannya mulai menipis. Dengan kekuasaan uang yang dimilikinya, dia bisa saja menculik wanita itu dan memaksanya menuruti
"Abis ini udah nggak ada kuliah lagi 'kan?" tanya Melissa yang duduk mengitari meja kantin kampus bersama ketiga bestienya. Suzy yang baru saja selesai menyantap salad buahnya pun menjawab, "Udah kelar semua kuliah hari ini, gue mau pulang awal deh ke kostan buat bobo siang." "Loe nggak ikutan kita ngemall nih, Suz? Ada big sale tuh di Parkson kali bisa dapet baju branded harga miring," bujuk Vina dengan piawai yang membuat Suzy mulai goyah ingin pulang saja atau hangout bersama ketiga sahabatnya.Namun, nanti malam dia masih ada kabaret show menggantikan Mbak Vera seniornya sebagai pemeran utama karena wanita tersebut sedang sakit tipus jadi berhalangan tampil hingga waktu yang cukup lama."Nggak dulu deh, gue butuh istirahat yang cukup. Ya udah, kalian bertiga have fun go mad ya! Mpe ketemu besok di kampus yaa," pamit Suzy seraya bangkit berdiri dari bangku kantin. Dia membalikkan badannya sambil menenteng tas ransel di bahu kirinya.Langkahnya sontak terhenti, matanya mengenali s
"Ohh ... Baby, kamu sangat memesona!" desah Brian spontan ketika melihat calon pengantin wanitanya keluar dari balik pintu ruangan rias.Wajah Suzy terasa menghangat dan merona karena pujian Brian untuknya. Sebenarnya penampilan calon suaminya juga gagah dan parasnya ganteng di atas rata-rata. Namun, mereka belum terlalu kenal satu sama lain. Bagaimana Suzy bisa merasakan cinta atau sayang kepada calon suaminya? pikirnya yang buru-buru ia tepis sendiri. Mereka hanya nikah kontrak, itu realitanya."Terima kasih, Mas Brian," ucap Suzy sambil berdiri canggung saat Brian menghampirinya."Tunggu sebentar ya, aku mesti selesaiin pembayaran bridal lalu kita berangkat ke catatan sipil," pesan Brian kepada Suzy sebelum dia melangkah cepat mendekati meja konter kasir.Petugas kasir pun tersenyum ramah seraya mengulurkan nota tagihan bridal dan rias pengantin ke hadapan Brian. Tanpa banyak kata, pria tajir melintir itu mengambil dompet kulit buaya warna hitam miliknya yang berlogo Gucci dari bal