"SELAMAT ... SELAMAT!" seruan riuh para peserta pengajuan tender mega proyek resort milik Mister Rodrigo di Pulau Bali membahana di ruang meeting Hotel Aryaduta, Menteng siang itu.
Brian Teja Kusuma yang mendapat serbuan ucapan selamat itu tak dapat menutupi kegirangan hatinya atas rezeki nomplok 10 Triliyun tersebut. Senyuman lebar menghiasi wajahnya saat berjabat tangan dengan kolega-kolega bisnisnya.
Namun, rival bisnisnya yang bernama Indra Gustavo tak senang dengan keberuntungan Brian. Dia juga berambisi untuk mendapatkan mega proyek tersebut. Maka dia pun menghampiri Brian seraya berkata dengan nada sinis, "Congrats, Bro. Memang loe sanggup kerjain proyek segede itu sendirian? Harusnya jangan tamak dong, bagi-bagi sama kita gitulah!"
"Ohh ... sirik loe, Ndra? Buktinya Mister Rodrigo percaya aja tuh sama kemampuan perusahan Teja Kusuma Realty buat eksekusi mega proyek beliau!" balas Brian dengan seringai congkak di wajahnya. Dia tak rela momen-momen spesial miliknya ternodai oleh omongan orang sirik yang kalah pengajuan tender seperti Indra Gustavo.
"HA-HA-HA. Gue bukannya sirik, cuma nggak yakin aja sih. Duit segede itu bakal dipercayaan ke satu orang doang. 10 T, hahh ... banyak bener!" kelit Indra sembari bersedekap menahan kekesalannya dengan tawa kering.
"Masalah buat loe? Alaa ... udahlah males gue ngobrol sama loe orang, kalah tender kok kagak sportif. Ciao!" Brian pun melenggang keluar dari ruang meeting yang sudah mulai sepi karena para peserta rapat telah membubarkan diri masing-masing.
Indra Gustavo menatap punggung lebar yang menjauh dari pandangan matanya itu dengan sorot dengki. "Dasar lelaki menyebalkan!" makinya seraya mendesis kesal.
Setelah meeting usai Mister Rodrigo Albruch terbang kembali ke pulau dewata. Dia sudah bertahun-tahun belakangan menetap bersama putera tunggalnya, Carlos di resort pribadi miliknya yang ada di daerah Ubud. Negeri tropis di garis Khatulistiwa ini membuat kuadriliuner asal Italia itu betah.
"Diego, coba kau panggil Ki Sawung Broto Menggolo agar datang ke kediamanku nanti. Aku merasa butuh wejangan dari beliau terkait mega proyekku yang baru ini!" titah Mister Rodrigo saat sedang melintasi lobi keluar Bandara Ngurah Rai.
Asisten kepercayaannya, Diego Zanneti pun mengiyakan dengan patuh. Dia pun segera menelepon 'orang pintar' yang terkenal di pulau dewata tersebut agar datang ke resort milik big bossnya.
Tak lama setelah Mister Rodrigo sampai dengan mobilnya bersama segerombolan pengawal pribadinya di resort, 'orang pintar' itu pun tiba.
Penampilan Ki Sawung memang nyentrik seperti dukun-dukun asli Indonesia pada umumnya. Berambut gondrong dengan kulit sawo matang, berjenggot dan kumis subur yang diselingi semburat uban di mana-mana. Cincin batu akiknya besar-besar melingkari jemari tangannya yang berkulit kisut akibat dimakan usia. Tubuhnya kurus kering karena sering berpuasa tapa brata tanpa makan minum berhari-hari.
"Selamat datang, Ki Sawung! Saya senang Anda bisa datang ke mari. Ada hal penting yang harus saya tanyakan," sambut Mister Rodrigo dengan sumringah.
Kedua pria berbeda bentuk tubuh dan ras itu pun duduk bersama di kursi kayu jati berlapis bantalan spons empuk di pendopo bangunan utama resort mewah tersebut.
"Silakan tanyakan, Mister Rodrigo. Saya pasti akan menjawab semua kebingungan Anda!" jawab Ki Sawung lalu melotot berkomat-kamit sambil sesekali mendesis seperti titisan siluman ular.
Diego Zanneti yang berdiri di belakang majikannya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan tanpa suara sekalipun dia geli menertawakan sang guru spiritual Mister Rodrigo tersebut. Zaman sudah maju, tetapi konglomerat asal Italia itu justru mempercayai hal supranatural yang menurutnya sangat primitif begitu.
"Begini, Ki Sawung, saya akan membangun resort mewah di beberapa tempat yang ada di pulau ini. Nilainya fantastis pastinya, apa pria yang saya percayai modal itu akan mampu menunaikan tugasnya sesuai kesepakatan kami berdua?" tanya Mister Rodrigo dengan nada penasaran yang kentara.
"Uhuukk ... uhuukkk!" Si dukun malah terbatuk-batuk bukannya menjawab.
Mister Rodrigo pun segera mengulurkan gelas minuman air dingin ke Ki Sawung yang segera meminumnya lalu menyemburkannya dengan mulutnya ke wajah pria asal Italia tersebut.
Para pengawal Mister Rodrigo sudah siap siaga akan mengambil pistol mereka dari balik jas masing-masing. Namun, big boss mereka mengangkat tangan untuk menahan respon keras para pengawal itu.
"Ada syarat khusus agar proyek Anda bisa terlaksana dengan mulus dan lancar, Mister Italiano!" ujar Ki Sawung dengan nada pelan dan suara tua mencekam seperti layaknya dukun.
"Apa itu, Ki?" sahut Mister Rodrigo serius mengerutkan keningnya.
Ki Sawung berbicara tak kalah serius, "Pria itu harus sudah berkeluarga. Tidak boleh melajang. Itu pesan roh leluhur saya, Mister! Anda bisa percaya atau tidak. HE-HE-HE!"
Tentu saja Mister Rodrigo percaya dan menelan anjuran itu mentah-mentah. Setahunya Brian Teja Kusuma masih single hingga saat ini. Artinya pria itu harus segera mencari istri atau menikahi pacarnya kalau masih menginginkan tender megaproyek darinya.
"Ohh ... baiklah, apa hanya itu saja syaratnya, Ki Sawung?" tanya Mister Rodrigo lagi sembari mengelap air semburan mulut si dukun tadi dari wajahnya dengan sapu tangan.
"Ya, tak ada yang lain. Menikah itu artinya jodoh. Mendapat proyek itu berarti rezeki. Dua hal itu tidak dapat disangkal bahwa kehendak semesta dipenuhi dalam hidup umat manusia. Apa Anda paham wejangan dari saya, Mister?" jawab Ki Sawung dengan kebijaksanaan filsafat tingkat wahidnya.
Senyum puas disertai anggukan kepala diberikan oleh Mister Rodrigo, ditambah acungan jempol tangan kanannya dengan mantap kepada Ki Sawung. "Benar ... benar, saya yakin petunjuk Anda pasti tidak akan meleset. Mahar konsultasi ini akan dibayar oleh anak buah saya, Ki. Masih sama 'kan?" ujar Mister Rodrigo.
"Sama, Boss! Gambar Soekarno-Hatta 1000 lembar, dua ekor ayam hitam, satu kilo bunga melati, dan satu kilo kemenyan. Jangan ada yang kelewatan, Mister!" jawab Ki Sawung sembari terkekeh misterius. Dia pun lalu diantarkan oleh anak buah Mister Rodrigo kembali ke padepokan ilmu ghaib pimpinannya sendiri.
Sebuah telepon ke Jakarta pun tersambung, asisten Brian Teja Kusuma yang menerima panggilan tersebut. Dia pun mencatat semua pesan dari klien exclusive bosnya. Rudi yakin pasti Brian akan mengamuk bila tahu tender megaproyek yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dibatalkan. Lebih kacaunya alasannya hanya karena Brian masih lajang dan belum punya istri.
Usai menutup panggilan telepon dari Bali tadi, Rudi pun bergegas menghadap kepada Brian di ruangan CEO Teja Kusuma Realty. Kali ini dia benar-benar uji nyali menyampaikan kabar buruk maha dahsyat ke bosnya yang galak dan temperamental.
Setelah berdiri di seberang meja kerja Brian, pria awal 30 tahunan itu menghela napas panjang, dia pun berkata, "Permisi, Pak Brian. Maaf, ada hal penting yang harus saya sampaikan terkait mega proyek milik Mister Rodrigo Albruch. Beliau membatalkan kesepakatan tersebut!"
"APA?!" teriak kencang bosnya menggema di dalam ruangan itu. Wajah Brian nampak syok berat seolah nyaris terkena serangan jantung.
"Huh ... sialan! Rudi, kenapa tender perusahaan gue dibatalkan sama Mister Rodrigo? Itu duit gede, apa loe paham?!" Sang CEO Teja Kusuma Realty bertolak pinggang seraya menyugar rambut tebalnya yang tadinya rapi.Pria bernama Rudi yang menjabat sebagai asisten pribadi itu pun gemetaran terbata menghadapi bosnya yang mengamuk di kantor pusat. "Ssa—saya kurang paham, Pak Brian. Ehm ... ka—kalau boleh saya memberi saran, coba Bapak telepon langsung Mister Rodrigo Albruch, apa alasan beliau—""Sudah ... sudah! Gue telepon dia sekarang," potong Brian tak sabar. Pria berperawakan tegap dengan setelan jas necis itu menyambar ponsel canggihnya di meja kerjanya lalu menekan nomor milik Mister Rodrigo Albruch. Nada sambung mulai terdengar dan Brian pun berdehem-dehem melegakan tenggorokannya sembari menunggu panggilan teleponnya diterima."Hello ... Buongiorno, Señor Brian!" sapa ramah pria Italia tersebut saat menerima panggilan telepon."Hello, Buongiorno, Señor Rodrigo. Apa Anda sibuk? Saya
Suasana remang-remang yang berisik oleh musik techno rancak dan cahaya lampu disko yang warna-warni berpendar di atas lantai dansa di tengah ruangan menjanjikan malam yang menyenangkan bagi pengunjung The Glam Expat Club. Brian datang berdua dengan Richard. Dan mereka mendapat tatapan penuh minat dari para kupu-kupu malam yang bertenger di meja-meja bar dan juga dari sofa-sofa empuk warna merah berlapis vinyl. Tangkapan segar bagi para pekerja malam itu. Penampilan ala eksekutif muda selalu menjanjikan segepok uang rupiah yang nikmat."Apa butuh teman malam ini, Mas?" tanya seorang wanita cantik berbodi bak gitar Spanyol berbalut dres merah berkerah dada rendah selutut dengan belahan hingga setengah paha. Lipstiknya semerah gaunnya di bibir tebal seksi miliknya.Richard menganggukkan kepalanya. "Boleh. Temani kami minum di sofa. Apa bisa kau pesankan sebotol Macallan 12 yo dengan es batu, Miss?" jawabnya.Sementara Brian tak terlalu memedulikan hostes club tadi, dia tidak suka yang g
"Berapa?" Satu kata dengan nada meliuk bertanya itu meluncur dari mulut Brian sebelum dia memantik korek api untuk menyalakan sebatang rokok yang terselip di antara bibir tebal merah tuanya.Kebimbangan itu nampak nyata dari wajah ayu yang sepertinya ada sedikit keturunan ras Kaukasoid, iris mata Suzy berwarna cokelat keemasan tertimpa sinar lampu. Tanpa diduga oleh Brian kepala wanita penari kabaret itu justru menggeleng-geleng.Asap rokok dihembuskan kasar oleh Brian. 'Sialan! Kenapa dia membuatnya menjadi sulit begini? Gue kagak punya banyak waktu berburu wanita untuk dijadikan istri sementara. Huh!' batin Brian kesal dengan alis berkerut dan tatapan tajam seperti elang pemburu melihat mangsanya."Jangan takut terlalu mahal, katakan saja berapa yang kau minta, Miss Suzy Malika. Apa itu nama aslimu atau nama panggung saja?" ujar Brian dengan tenang sekalipun kesabarannya mulai menipis. Dengan kekuasaan uang yang dimilikinya, dia bisa saja menculik wanita itu dan memaksanya menuruti
"Abis ini udah nggak ada kuliah lagi 'kan?" tanya Melissa yang duduk mengitari meja kantin kampus bersama ketiga bestienya. Suzy yang baru saja selesai menyantap salad buahnya pun menjawab, "Udah kelar semua kuliah hari ini, gue mau pulang awal deh ke kostan buat bobo siang." "Loe nggak ikutan kita ngemall nih, Suz? Ada big sale tuh di Parkson kali bisa dapet baju branded harga miring," bujuk Vina dengan piawai yang membuat Suzy mulai goyah ingin pulang saja atau hangout bersama ketiga sahabatnya.Namun, nanti malam dia masih ada kabaret show menggantikan Mbak Vera seniornya sebagai pemeran utama karena wanita tersebut sedang sakit tipus jadi berhalangan tampil hingga waktu yang cukup lama."Nggak dulu deh, gue butuh istirahat yang cukup. Ya udah, kalian bertiga have fun go mad ya! Mpe ketemu besok di kampus yaa," pamit Suzy seraya bangkit berdiri dari bangku kantin. Dia membalikkan badannya sambil menenteng tas ransel di bahu kirinya.Langkahnya sontak terhenti, matanya mengenali s
"Ohh ... Baby, kamu sangat memesona!" desah Brian spontan ketika melihat calon pengantin wanitanya keluar dari balik pintu ruangan rias.Wajah Suzy terasa menghangat dan merona karena pujian Brian untuknya. Sebenarnya penampilan calon suaminya juga gagah dan parasnya ganteng di atas rata-rata. Namun, mereka belum terlalu kenal satu sama lain. Bagaimana Suzy bisa merasakan cinta atau sayang kepada calon suaminya? pikirnya yang buru-buru ia tepis sendiri. Mereka hanya nikah kontrak, itu realitanya."Terima kasih, Mas Brian," ucap Suzy sambil berdiri canggung saat Brian menghampirinya."Tunggu sebentar ya, aku mesti selesaiin pembayaran bridal lalu kita berangkat ke catatan sipil," pesan Brian kepada Suzy sebelum dia melangkah cepat mendekati meja konter kasir.Petugas kasir pun tersenyum ramah seraya mengulurkan nota tagihan bridal dan rias pengantin ke hadapan Brian. Tanpa banyak kata, pria tajir melintir itu mengambil dompet kulit buaya warna hitam miliknya yang berlogo Gucci dari bal
Karena tubuhnya terasa gerah, Brian pun mengajak Suzy mandi bersamanya di bawah guyuran air shower yang dingin. Wanita itu bergidik kedinginan, tetapi Brian membiarkannya dan menyabuni tubuh polos berlekuk-lekuk erotis di hadapannya setiap inchi dengan telaten. Aroma tubuh Suzy pun menjadi semerbak bunga-bunga seperti cairan body wash yang dipakai Brian."Sudah harum sekarang," gumam Brian lalu melumat buah dada yang menyembul menggoda matanya sedari tadi. Suzy memekik tertahan dengan napas terengah saat tubuhnya dijamah intim oleh suaminya. "Mass—" Suzy merasa limbung dan berpegangan erat ke badan kekar Brian.Kemudian Brian mengambilkan dua handuk bersih untuk dirinya dan Suzy untuk mengeringkan tubuh mereka. Setelah itu handuk itu diambilnya lagi dan ditaruh di meja wastafel.Hasrat Brian tak tertahankan lagi untuk melebur bersama wanita cantik nan sexy yang telah dibayarnya lunas senilai 1 milyar rupiah sore tadi. Dia menarik tangan Suzy yang melangkah keluar dari kamar mandi. Me
"Congrats buat wisuda loe ya, Lily!" ucap Thalita sembari cipika cipiki dengan kakak angkatannya yang sudah lulus dan diwisuda tadi siang.Lily Pranata pun tertawa riang dan membalas, "Thank you, Tha. Loe juga kuliah yang rajin biar cepet wisuda. Oya kalo mau minum pesen aja, gue yang traktir pokoknya. Bilang ke bartendernya, lo temennya Lily pasti paham buat add order loe ke bill gue, oke? Have fun ya!""Siplah. Gue ke bar dulu deh kalo gitu. Sampai nanti ya!" pamit Thalita lalu melangkah ringan menuju ke meja bar melingkar di salah satu sudut ruangan Herofah Bar and Discotique. Lampu sorot diskotek berpendar di atas lantai dansa menimbulkan efek gemerlap yang meriah seiring musik DJ yang rancak. Para pengunjung pria dan wanita tumpah ruah berjoged ajojing di lantai dansa. Gadis itu memesan segelas Long Island lalu meminumnya sekaligus sampai habis dan berlanjut ke Whiskey Smash. Bartendernya pandai meracik koktail yang enak menurut Thalita. Dia memesan segelas minuman lagi yaitu M
"AAARRGGHH!" Geraman maskulin di puncak kenikmatan surga dunia itu terdengar menggema di dalam kamar hotel deluxe executive itu untuk kesekian kalinya.Perawan yang digarap oleh Indra Gustavo sejak beberapa jam lalu sudah hilang kesadaran. Sebagian karena kelelahan melayaninya selain alasan di bawah efek mabuk minuman keras yang ditenggaknya di diskotek tadi malam."Buseett, gue kenapa kayak keranjingan begini sih ngawinin perem!" ucap Indra lebih kepada dirinya sendiri.Peluhnya bercucuran di sekujur tubuhnya yang kekar berotot hasil bentukan di gym. Dia bukanlah kuli melainkan eksekutif muda perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan dan properti berkelas nasional.Akhirnya Indra melenggang menuju ke kamar mandi hotel untuk membilas sisa kepenatan pasca bergumul bersama Thalita Teja Kusuma. Begitu mendengar nama belakang gadis itu dan konfirmasi bahwa dia adalah adik Brian, rival bisnisnya. Indra makin bersemangat untuk mengerjai perempuan cantik itu. Pucuk di cinta ula