Share

Suami Pelarian
Suami Pelarian
Penulis: Teha

01. Sengsara Membawa Nikmat

Pernah dengar pepatah 'sudah jatuh, tertimpa tangga'? Situasinya seperti yang kualami saat ini. Hanya saja ada sedikit komplikasi; sudah jatuh, tertimpa tangga, kejedot tembok, ketiban genteng.

Nggak perlu disebutin kondisinya kayak apa, anggap saja aku Tom di kartun Tom and Jerry, yang walaupun jatuh dari atap, tergencet sampai gepeng, atau badanku terbelah jadi dua, aku bakalan balik normal lagi. Hah!

Karena kecurangan seorang teman kerja yang tidak suka kepadaku, aku difitnah, aku dituduh mencuri uang perusahaan, hingga aku sukses ... sukses dikeluarkan dari tempat kerja secara tidak hormat. Tidak ada acara, "Hormat grak!" seperti dalam upacara bendera hari Senin anak sekolahan.

Beberapa teman yang dekat denganku merasa sedih, tapi lebih banyak yang menatapku sinis, karena berpikir aku telah menjadi pengkhianat kantor, dan layak untuk dikeluarkan dari tempat kerja.

"Sha, kamu yang sabar, ya. Semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan baru," ucap Mei prihatin. Ia salah satu teman baikku di kantor. "Aku tetap nggak percaya pada tuduhan Pak Ernest. Tega sekali dia menyalahkan kamu tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Aku tahu kamu nggak gitu, Sha."

Kata-kata Mei yang tulus sedikit menghiburku. Mau bagaimana lagi, namanya juga dijebak. Si penjebak dengan begitu pandainya menempatkan barang bukti di laciku, hingga aku tak dapat mengelak atau membela diri.

Pun bosku hanya mau mempercayai apa yang dilihat oleh matanya, tanpa mau tahu penyebab sebenarnya.

"Tenang saja, Mei, aku 'kan nggak bersalah. Santai! Pasti secepatnya aku dapat pekerjaan baru, yang lebih bagus daripada di sini," sahutku guna menenangkan Mei.

Padahal dalam hati aku pun tak yakin hanya dengan ijazah diploma aku bisa melamar pekerjaan baru, dan diterima. Aku memang sudah punya pengalaman kerja tiga tahun di kantor ini, tapi dengan statusku yang di-PHK, kira-kira bos mana yang mau menerimaku?

Aku tidak mungkin mendapatkan referensi pengalaman kerja yang bagus dari kantor ini. Yang ada aku malah ditanyai macam-macam, atau malah dilaporkan ke polisi, kan urusannya jadi semakin panjang.

Dengan dagu tetap terangkat aku meninggalkan kantor. Pantang bagiku untuk menunduk, karena aku bukanlah pencuri. Aku pulang dengan harapan bisa menghibur diriku sejenak di rumah, tetapi hal yang kutemui semakin membuatku kalut.

"Jangan, Pak, jangan!"

Terdengar rintihan Ibu dari dalam rumah saat aku tiba. Pintu depan terbuka lebar. Selain suara Ibu, ada suara pria tak dikenal yang terdengar berang, dan ... suara adik-adikku yang menangis. 'Kenapa ini?' batinku gelisah. Aku bergegas memasuki rumah.

"Ada apa ini, Pak? Bu?" tanyaku setelah berada di antara mereka.

Rumah kami berantakan. Tampak beberapa barang elektronik dan perhiasan milik Ibu dikumpulkan, mungkin benda-benda itu yang akan dibawa oleh pria itu ... dan beberapa temannya. Rupanya ia tidak datang sendirian, tipikal penagih utang pasti main keroyokan.

"Shanna," rintih Ibu saat melihatku. Ia terduduk di lantai dengan badan yang lemah dan wajah kusut karena air mata.

"Nak, maafkan Bapak. Bapak berutang sama mereka." Ayahku ikut menyahut. Dalam waktu singkat otakku mencoba mencerna semua ini.

Entah bagaimana ceritanya Bapak berutang kepada rentenir, tak tahu sudah berapa lama, yang jelas bunganya pasti sudah mencekik leher, lebih besar daripada nominal utang di awal, tipikal lintah darat.

Bapak tidak sanggup melunasi, akhirnya mereka datang menagih ke rumah.

Darahku terasa mendidih, aku ingin marah, tapi tidak tahu pada siapa. Bapak yang kukenal selalu baik dan bertanggung jawab. Bagaimana ceritanya Bapak bisa terlibat utang dengan rentenir? Mengapa Bapak tidak bercerita kepadaku?

"Jadi ini anak sulung kalian, ya," pria itu kembali bersuara, membuyarkan pikiranku yang masih mencerna semua ini. "Juragan Suseno pasti akan memaafkan dan membebaskan kalian dari utang, asalkan kalian memberikan anak perempuan kalian ini sebagai istri Juragan Suseno."

"Masih mending kami ambil anak sulung kalian. Atau kalian mau krucil-krucil tiga ekor ini yang kami bawa? Hahaha," tambah temannya.

Apa??? Juragan Suseno??? Tidak!!!

Seperti adegan drama Korea, atau FTV, atau sinetron azab, apa lah itu, semua meluncur begitu cepat.

Tiba-tiba saja aku ditarik paksa oleh preman-preman itu. Ibu dan adik perempuanku menjerit-jerit, sedangkan Bapak berupaya menahan para preman agar tak membawaku pergi. Namun Bapak malah didorong hingga jatuh, dan para penagih utang itu berhasil menyeretku.

Dalam benakku sudah terjadi adegan drama di mana aku dihadapkan kepada Juragan Suseno, pengusaha kaya raya yang suka mengambil keuntungan dari menipu orang kecil. Istrinya banyak, dan aku akan dijadikan istri yang ke berapa, aku tak tahu.

Pria tua itu tertawa terbahak-bahak, mencoba merayuku dengan kekayaannya, menyentuh daguku, tapi aku mengelak dan meludahi wajahnya, "Cih!"

Ia tertawa semakin kejam dalam kemarahannya, lalu ... ah, tidak!!! Baru membayangkannya saja sudah membuatku jijik. Aku tak sanggup memikirkan akan jadi apa diriku nanti, tapi aku juga tak punya daya untuk melawan mereka.

"Tidak! Lepaskan aku! Lepaskan!" teriakku sembari berupaya membebaskan diri sekuat tenaga. Namun, apalah daya seorang wanita yang belum makan, kalau harus melawan tiga orang pria dewasa yang berperawakan tinggi besar.

Mereka memaksaku keluar rumah. Aku hanya bisa berdoa agar seorang penolong datang membebaskanku, pangeran berkuda putih yang mempunyai pedang panjang, kalau berjalan prok prok prok. Duh, salah zaman sih ini.

Ya, pokoknya aku sungguh berharap ada orang yang rela melunasi utang ayahku yang jumlahnya tidak masuk akal itu, membebaskan kami, dan aku tidak perlu menjadi gundik si juragan tua.

Lantas seperti sebuah keajaiban, sebuah mobil mewah dengan seorang pria muda di dalamnya, berhenti di depan rumah kami. Pria itu benar-benar menjadi penyelamatku.

"Berapa yang dibutuhkan? Tolong katakan, saya akan membayarnya." Pria muda itu berucap dengan begitu gagah pada sang penagih utang. Hebat sekali dia bisa mengetahui bahwa permasalahan yang tengah kami hadapi adalah utang piutang.

Aku yang masih dicekal oleh preman-preman itu hanya bisa terpukau menyaksikan penampilan dan aksinya yang begitu cool. Setelan jas mahal berwarna abu-abu muda, serta kacamata hitam melengkapi wajahnya yang menarik. Aku plonga-plongo dibuatnya.

"Jangan main-main, Bung, ini menyangkut uang ratusan juta," tegur kepala preman itu dengan keras.

"Saya serius, Kisanak, berapapun akan saya bayar untuk gadis ini," sahut pria tampan itu. Ceilah, kisanak? Rupanya dia suka bercanda, rasanya aku ingin tertawa kalau situasi tidak sedang tegang seperti sekarang.

Dengan tenang pemuda asing yang rasa-rasanya kukenal itu mengeluarkan ponselnya. "Berapa nomor bos Anda? Saya akan bicara langsung, dan segera saya transfer," katanya lagi, seraya menyodorkan ponsel canggih itu kepada si penjahat.

Sesaat penagih utang itu ragu, tetapi tak butuh waktu lama baginya untuk meraih ponsel tersebut, dan menekan nomor bosnya.

Negosiasi itu pun terjadi. Dalam waktu singkat pangeran bermobil menyatakan dengan tegas kepada Juragan Suseno, bahwa ia akan membayar semua utang bapakku, dan meminta mereka untuk tidak mengganggu kami lagi. Lebih wow lagi sang pangeran mengetahui nama bapakku, lho. Hebat!

"Akan saya kirimkan uangnya sekarang," pungkasnya, mengakhiri pembicaraan di telepon dengan Juragan Suseno. Sebentar ia sibuk lagi dengan ponselnya, sepertinya ia benar-benar mengirimkan uang ke pria rentenir itu, karena dalam satu menit ia menunjukkan lagi layar ponselnya kepada si preman.

"Sudah terkirim, sekarang tolong lepaskan gadis itu." Pria itu kembali berujar dengan suara penuh wibawa. Kepala preman itu terbengong, lalu ponselnya sendiri berbunyi.

"Ya, Bos." Rupanya bosnya menelepon. Terjadi percakapan singkat, kemudian para preman itu melepaskanku dan meninggalkan rumah kami.

"Shanna ...."

"Mbaaaak ...."

Ibu, ayah, dan ketiga adikku yang menyaksikan semuanya dari dalam rumah, kini bergabung bersamaku.

"Kamu nggak apa-apa 'kan, Nak?" tanya Ibu khawatir. Adik-adikku masih terisak, tetapi tidak sekeras tadi. Mereka seolah tahu bahaya sudah berlalu.

"Nggak apa-apa, Bu," jawabku untuk menenangkan Ibu. Aku beralih ke pangeran tampan yang telah menyelamatkanku. "Maaf sudah merepotkan Anda, dan terima kasih atas bantuan Anda. Tapi ... Anda ini siapa, ya?" tanyaku dengan perasaan tidak enak.

Pria ini adalah orang yang tak kukenal, walau sejenak ada perasaan pernah mengenalnya, aku masih belum bisa menebak dia ini siapa. Tiba-tiba saja ia melunasi utang ayahku yang tidak sedikit, seolah-olah utang itu dihibahkan kepadanya. Dan tadi aku nyaris menjadi manusia pelunas utang; dijual untuk melunasi utang, maksudnya begitu.

Sekarang apakah ayahku jadi berutang kepada pria ini? Terus, aku harus ... menikah dengan pria ini ... begitu? Inikah yang dimaksud dengan 'Sengsara Membawa Nikmat' kayak novel lawas itu? Ih, jadi ngayal kebangetan nih, aku! Sadar, woy!

Senyuman kecil tersungging di bibirnya yang seksi, tapi tak ada penjelasan apapun keluar dari mulutnya. Semuanya terjawab oleh kata-kata Ibu selanjutnya.

"Nak Yudistira? Iya, kan? Kamu Yudistira, anaknya Bu Ani?" seru Ibu dengan penuh sukacita. "Wah, terima kasih banyak, Nak, kamu sudah menyelamatkan kami ...."

Ucapan Ibu tak lagi kudengarkan karena aku syok memandang orang itu melepaskan kacamata hitamnya.

"Yudis ...," desisku setengah tidak percaya.

Benarkah dia Yudistira? Yudistira yang tengil dan keling itu?

Pemuda itu tersenyum kepadaku dengan begitu manisnya, mengalahkan manisnya minuman bersoda, serta manisan jengkol.

Mendadak aku melihat banyak kunang-kunang di sekitarku. "Eh, kok tiba-tiba sudah malam, ya?" gumamku tidak jelas. Aku mulai merasakan tubuhku kehilangan tenaga.

Sebelum semuanya menjadi gelap, aku masih sempat mendengar jeritan ibuku memanggil namaku, "Ashanna!" serta suara pria tengil tadi berkata, "Woy, jangan pingsan di sini!"

Teha

Halo, pembaca yth. Selamat datang di cerita ketiga saya di GN. masih membawa kisah romcom, saya mencoba menulis genre pernikahan. jangan lupa komentar&like, sumbangan gem Anda jg saya hargai. Terima kasih- Teha^^

| 1
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Teha
kuy, kak, lanjut, baca sampai tamat, ya. makasih ......
goodnovel comment avatar
GemmmV
baru baca bab awal udah ngakak.. wkwkwkkwkkk bakalan nggak kerasa nih baca sampe tamat
goodnovel comment avatar
Teha
wah, makasih kak udah mampir.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status