Tubuh Anna menegang, dia khawatir pria ini akan mendengar pertengkarannya dengan Calista kemudian mengadukan pertengkaran itu pada suaminya. Sesaat lidahnya terasa kelu, tubuhnya membeku, Anna tidak bisa mendapatkan jawaban untuk pertanyaan pria itu.
"Darimana saja kamu? Aku tadi menyuruhmu untuk masuk ke dalam, kenapa kau tidak melakukan perintahku?" Anna mengubah topik pembicaraan.
"Apa urusan kamu bertanya-tanya seperti itu?"
Anna terdiam sambil menatap pria angkuh di depannya dengan mengepalkan tangan. Ingin rasanya dia menyemburkan kekesalannya. Namun, ia langsung sadar jika ia hanya gadis penebus hutang keluarga itu.
Sementara itu, Eric sebenarnya mendengar pertengkaran Anna sebelumnya. Tetapi dia memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu.
"Apakah kau sudah selesai?"
Anna terdiam, mengira pria ini bisa dialihkan, namun kenyataannya dia masih mengingat pertanyaan sebelumnya.
"Urusanmu ...," suara Eric menyadarkan Anna. Gadis itu menatapnya kebingungan. "Urusanmu di sini, apakah sudah selesai?"
Di saat itu, belum sempat Anna menjawab, dia seperti melihat siluet seseorang yang berada di belakang tubuh Eric. Dia agak sedikit memiringkan kepala untuk melihat dengan jelas dan ternyata orang itu adalah Calista bersama dengan Agatha yang sedang melihatnya dari kejauhan.
Anna tersenyum, tahu bahwa waktu yang diberikan oleh semesta begitu pas, dia lalu menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Eric padanya.
"Sudah, tidak ada lagi yang tertinggal di sini," jawabnya dengan senyuman merekah di wajah.
Eric terkejut melihat perubahan warna Anna yang tiba-tiba. Melihat matanya menatap tas, Eric mengernyitkan keningnya. Wanita ini menyuruhku membawa barangnya?!
Eric mendecih seraya mengepalkan tangannya kasar, namun sambil mendengus ia mengambil tas Anna dengan kasar.
Senyuman Anna semakin lebar, dalam hati dia sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah menciptakan timing yang tepat. Meski jarak mereka lumayan jauh tetapi dia bisa melihat ekspresi kesal yang keluar dari Calista dan juga Agatha.
"Kalau begitu, ayo pergi!"
Eric berjalan mendahuluinya. Anna sama sekali tidak peduli, yang terpenting pria itu telah mengambil tas besarnya dan meletakkan ke dalam bagasi. Dia juga tidak masalah ketika Eric tidak membukakan pintu mobil untuknya, yang terpenting adalah ibu dan kakaknya sudah melihat dengan siapa dia datang dan mobil apa yang dipakainya.
Sementara itu, Calista memandang kepergian Anna dengan kesal. Dia melihat sang ibu dan protes padanya.
"Ma, kenapa Anna bisa menaiki mobil itu? Seharusnya aku yang memakainya, bukan Anna!" Calista melihat lagi ke arah kepergian Anna, "Dan siapa pria tampan itu? Bukankah kata Mama suami Anna adalah pemuda yang cacat? Kenapa malah terlihat sehat dan bahkan sangat sempurna. Apa Mama menipuku? Berkata pemuda itu cacat supaya aku tidak mau dinikahkan dengannya? Jika seperti ini, seharusnya aku tidak mengikuti keinginan Mama! Mama malah menyusahkan ku saja!"
Agatha langsung menoleh dan melihat putrinya dengan kesal. Setelah beberapa saat, dia telah menetralkan perasaannya, kedua tangannya memegang bahu Calista dan tatapannya mulai melembut.
"Mama melakukannya karena tidak mau kamu menikah dengan pemuda yang cacat. Jika kamu menikah dengan Eric Arshaan Shailendra, meski pria itu kaya, tapi dia hanya akan selalu membuatmu susah."
Agatha menghela napas, merapikan helaian rambut putrinya. "Mama tidak mau melepasmu untuk pemuda yang cacat. Kamu sempurna, kamu pantas mendapatkan yang lebih dari pada Eric."
Calista masih tidak puas dengan penjelasan ibunya. "Tapi lihat Anna! Dia terlihat tidak masalah dan bahkan semakin berani melawan kita."
Calista menatap sang ibu, kedua matanya masih merah akibat amarah, "Anna sangat berubah hanya dalam semalam. Mungkinkah terjadi sesuatu tadi malam sampai membuat dia sangat berani pada kita?"
Agatha bersedekap, dia sangat jelas melihat Anna yang sangat berbeda. Gadis itu biasanya penurut dan tidak akan berani membantah semua perkataannya. Karena itu, sangat mudah bagi Agatha membuat Anna menyetujui perjodohan.
Agatha melihat Calista, dia tersenyum hangat dan kembali mengusap wajahnya, "Jangan khawatir. Mama akan membereskannya. Lagipula, mama tidak membiarkan Anna begitu saja hidup dalam kemewahan sedangkan putri kesayangan Mama tidak."
Senyuman di wajahnya semakin melebar ketika Calista malah menatapnya kebingungan. Agatha memeluk putrinya lalu mengusap punggungnya.
"Bersabarlah sebentar lagi, mama akan membuat hidupmu penuh dengan kebahagiaan," ucap Agatha.
Calista buru-buru melepaskan pelukan sang ibu. Dia melihat ibunya dengan senyum penuh harapan dan bertanya, "Benarkah Mama akan melakukannya?
Agatha menganggukan kepala, "Calista, dengarkan mama. Apapun yang terjadi, kamu adalah yang terbaik. Mama sudah melakukan semua hal yang harus dilakukan untuk membesarkan mu, membuatmu dilimpahi dengan kebahagiaan. Jadi, meski Anna terlihat seperti menikmati kemewahan keluarga Shailendra, tetapi percayalah bahwa itu sama sekali tidak nyata. Kamu akan hidup dengan lebih baik dan lebih bahagia daripada Anna, mengerti?"
Seperti terhipnotis, Calista secara otomatis menganggukan kepalanya. Sama seperti beberapa kali sebelumnya bahwa setiap kali Agatha menasehatinya, memberikannya pengertian mengenai Anna, maka Calista akan dengan mudah percaya karena Agatha merupakan ibu kandungnya, tetapi dia juga adalah satu-satunya orang yang dengan tulus mencintainya.
Mobil Porsche 911 akhirnya telah sampai di kediaman Eric. Sepanjang perjalanan Anna sama sekali tidak membuka suara. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka, Eric juga tidak berniat untuk memulai obrolan. Dalam benaknya berpikir bahwa mungkin saja saat ini Anna masih terpikir pertengkarannya dengan Calista.
Setelah mesin mobil dimatikan, Anna langsung tersadar. Pikirannya kembali ke kenyataan yang harus dijalani olehnya.
Dia menoleh dan menatap Eric, senyuman di wajahnya nyaris tidak terlihat saking tipisnya. "Terimakasih karena sudah mengantarku. Tolong jangan katakan pada Eric bawa aku telah meminjam mobil dan juga bawahannya."
Anna menyerahkan ponselnya pada Eric, pria itu hanya bergeming dan menatap layar ponsel yang telah menyala.
Anna menggoyangkan ponselnya, "Berikan nomormu padaku. Nanti kirimkan nomor rekeningnya padaku. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena kau sudah mau mengantarkanku mengambil beberapa barang."
Dengan kesal, ia menarik ponsel yang Anna pegang dan menuliskan namanya. Sebenarnya, ia muak diperlakukan sebagai pelayan oleh istrinya ini. Tapi, entah kenapa, terbesit perasaan untuk tidak ingin memberitahunya dulu.
Eric ingin rencananya berjalan lancar.
Anna melihat nomor itu belum di simpan, tanpa melihat Eric, dia bertanya lagi, "Siapa namamu?"
Tidak ada jawaban pria itu, Anna mengangkat kepala dan melihatnya, kemudian bertanya lagi, "Siapa namamu?"
"Untuk apa kau tahu namaku? Sebuah nomor saja sudah lebih dari cukup."
Anna menghela napas, menatapnya dengan malas kemudian berkata, "Lalu, apakah kau mau nomormu disimpan sebagai tanpa nama atau pesuruh di ponselku?"
Eric tidak terima, "Beraninya kau—"
"Kalau begitu, katakan saja namamu! Memangnya kau itu anak mafia yang tidak boleh diketahui identitasnya walau hanya sebuah nama?!"
Kedua mata Eric melihatnya dengan kesal, Anna menyadari hal itu tetapi dia juga tidak terlalu diambil hati. Pria ini adalah bawahan suaminya, dia tidak berpikir harus berbicara formal padanya. Lagipula sejak tadi bawahan suaminya selalu bersikap menyebalkan, jadi Anna berpikir bahwa tidak apa-apa jika dia juga bertindak sama."Sepertinya kau benar-benar tidak mau namamu diketahui olehku, ya, Anak Mafia?"Eric melotot, melihat Anna yang tanpa merasa bersalah telah memanggilnya dengan panggilan seperti itu. "Kau itu sama sekali tidak takut padaku, ya! Kau-"Jari telunjuk Anna berada di depan bibir Eric, seketika membuat ucapan pria itu terhenti. Niat awal Anna adalah membuat pria di sampingnya ini berhenti berbicara, karena baginya sangat menyebalkan ketika mendengar suaranya. Namun, Anna sama sekali tidak menyangka bahwa yang dilakukannya sekarang malah membuat jantungnya berdetak dengan kencang. Pria ini dilihat dari dekat, ternyata memiliki paras yang tampan, tubuhnya juga sangat bag
Jason berbalik dan melihat sang adik, tatapan itu sejak dulu, sama sekali tidak pernah berubah. Selalu saja sinis ketika sedang memandangnya. "Aku datang karena ada sesuatu yang ingin kulihat," Jason menjawabnya dengan santai, seakan dia tidak melihat rasa tidak suka Eric padanya. Kedua mata Eric menyipit, maksud sang kakak, dia sama sekali tidak mengerti. "Apa maksudmu?" Ketika dia masuk ke dalam rumah setelah meninggalkan Anna, Eric langsung mendapatkan panggilan untuk segera datang ke perusahaan. Tetapi dia enggan untuk bertemu dengan istrinya, karena yakin Anna masih berada di sana, akhirnya dia memutuskan untuk keluar melewati pintu yang lain. Namun, setelah sampai di garasi, dia malah bertemu dengan Jason, kakak tiri yang sangat membenci dirinya. Mendapatkan tamu yang tidak diundang, seketika membuat Eric merasa kesal. Dia sudah membayar mahal tim keamanan untuk mengamankan rumahnya, tetapi orang ini malah bisa masuk dengan mudah. Eric melirik ke arah Liam, "Siapa yang memb
"Hellen, kemana tuanmu itu?" Dia bertanya pada Hellen, tetapi wanita itu tidak menjawab pertanyaannya. Anna terus melihat ke arah taman tetapi tidak ada seorangpun di sana yang datang. Keadaan semakin aneh ketika langkah kaki yang tiba-tiba berhenti di belakangnya. Anna berbalik dan seketika kedua matanya terbelalak.Eric melihat ke belakang Anna tetapi dia tidak menjumpai siapapun di sana. Kemudian dia melihat Anna dan berkata, "Apa yang sedang kau lihat di sana?"Anna melihat sekeliling dan tidak menjumpai Hellen di sana. Kapan wanita itu pergi? pikirnya.Sementara Hellen tentu saja dia sudah pergi setelah diinterupsi oleh tuannya. Dia diperintahkan untuk langsung pergi ketika Eric telah sampai di rumah.Anna menggelengkan kepala, "Hanya saja tadi kukira dia akan datang. Tapi ternyata bukan."Eric mengikuti arah pandang Anna dan tidak melihat siapapun di sana. "Siapa yang sedang kau tunggu?"Anna mengabaikannya, dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali berkata, "Apa yang
Ditanya seperti itu seketika Anna tergugup. Dia beberapa kali mengerjapkan kelopak mata dengan cepat. Seketika lidahnya terasa kelu, Anna seakan tidak bisa memikirkan jawaban yang pas atas pertanyaan pria itu. "Kenapa? Kau tidak bisa menjawabnya? Atau kau membual perkara bisa mengenali suamimu?" Eric mencibir, gadis ini begitu berani dan sekarang malah tidak memiliki nyali."Ti-tidak! Hanya saja ...," Anna berpikir sejenak kemudian, "Lagipula ... untuk apa aku menjawab pertanyaanmu itu? Sudahlah! Lebih baik aku pergi saja daripada terus meladenimu yang tidak jelas!" Setelah mengatakan itu, Anna langsung pergi meninggalkan Eric yang tersenyum puas. Gadis ini, suatu saat dia akan membuatnya menyesal karena telah berani bersikap tidak sopan padanya. Keesokan paginya, Anna sudah bersiap dengan perlengkapannya. Dia merasa tidak mendapatkan apapun padahal sudah seharian penuh bekerja di depan laptopnya. Jadi, dia berniat untuk datang ke perusahaan. Setidaknya dia harus mencoba sehingga t
Sekretaris diusir seperti itu, dia menjadi terkejut. Anna yang merupakan gadis penurut seakan telah menghilang setelah menjadi istri seorang konglomerat.Kedua tangannya terkepal dengan arah di samping kanan dan kirinya, sekertaris sama sekali tidak gentar hanya dengan perubahan semalam. Wajah dan kedua matanya sudah merah akibat amarah. Sekretaris masih tidak melihat perubahan yang berarti di diri Anna. "Kau pikir, aku takut padamu?" Sekertaris sangat berani membentak balik. Baginya hanya Agatha dan Clarissa saja yang menjadi atasannya. Anna melihat bawa sekeras apapun dia mencoba, maka hasilnya akan percuma. Tetapi dia tidak akan menyerah hanya karena tidak diperbolehkan masuk ke ruang direktur utama. Anna melangkah mundur, sedikit menjauhi sekretaris, tetapi sebenarnya dia tidak benar-benar mundur, hanya sedang menunggu waktu yang tepat. "Kalau begitu," Anna mengeluarkan sebuah map berwarna coklat dan memberikannya pada sekertaris. "Berikan map itu pada ibuku."Sekertaris ragu-
Anna sangat sedih dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba datang ke tempatnya biasa bertemu dengan Carlos. Tetapi perasaan yang paling besar adalah keterkejutan karena mendengar panggilan wanita itu pada pria di depannya. Anna melihat Carlos yang tersenyum cerah dan langsung berdiri menyambutnya. Bukan hanya itu, kedua tangannya terentang seakan siap untuk memeluk wanita itu dari kejauhan. Mereka akhirnya saling berpelukan dan di depan mata Anna, keduanya saling menempelkan bibir, berciuman singkat. Reflek Anna langsung memalingkan wajah ke arah jendela, dan seketika hatinya terasa nyeri, seperti ada luka sayat di sana. Setelah mereka saling bertegur sapa, keduanya melihat Anna dan langsung tersenyum malu. Carlos menarik kursi di sebelahnya untuk sang wanita. "Hai, Anna! Bagaimana kabarmu? Kudengar dari Carlos, sudah seminggu ini kau tiba-tiba menghilang, apakah kau baik-baik saja?" Wanita itu menyapanya. Anna memaksakan senyumnya, dalam hati dia berharap kedua orang itu tid
"Ternyata pria itu," Eric mengembalikan tab kepada Liam. Pikirannya sangat dalam, bayangan wajah Anna yang sangat berani padanya, tiba-tiba muncul. Dia tidak menyangka bahwa gadis seperti Anna, memiliki seorang pria lain dalam hatinya. "Kelinci kecil ini, begitu berani tapi ternyata memiliki sebuah rahasia kecil.""Ya, Tuan?" Suara Eric sangat kecil, hingga Liam tidak mendengarnya dengan jelas.Eric menggelengkan kepala, kemudian berkata, "Hari ini, dia kemana saja?"Liam tahu tanpa harus diberitahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia langsung menjelaskan, "Nyonya muda hanya pergi perusahaannya lalu bertemu dengan pria dan wanita tadi di sebuah cafe. Kemudian seperti yang kita lihat tadi, nyonya muda pergi ke Royal Crown bersama mereka untuk makan siang."Mendapati tuannya hanya diam saja, Liam melihat wajah Eric dan seperti biasa, dia tidak bisa membaca pikiran. Dia sangat penasaran, hal apa yang sedang dipikirkan oleh tuannya, jadi bertanya, "Apa Anda ingin pergi menyusul mereka?
Kening Eric berkerut bingung, tidak tahu apa yang terjadi pada sang istri, tetapi sudah jam segini, gadis itu malah belum kembali. Mengingat bahwa tadi siang dia telah melihatnya di restoran, pikirannya langsung memikirkan Anna yang sedang bersenang-senang dengan pria pujaannya. Hal itu tanpa dia sadari telah membuatnya tidak nyaman. Suasana hati Eric juga saat ini sedang tidak bagus, menelpon Anna tetapi malah langsung mendapatkan teriakan dari gadis itu, jadi langsung membalasnya dengan amarah yang menggebu, "Aku mengganggumu? Kau pikir aku mengganggumu? Kaulah yang menggangguku!"Napas Eric sangat cepat, wanita inilah yang telah mengganggu pikirannya. Membuat dia yang sengaja pulang cepat demi bisa makan malam di rumah dengan tenang, malah menjadi tidak nyaman sebab dia yang tak kunjung pulang. Sekarang malah berkata bahwa dia telah mengganggunya? Gadis ini ingin menguji kesabarannya rupanya. Eric dengan emosi, kembali bertanya, "Kau dimana? Kenapa kau belum pulang?" Dari sebr