Share

Pembuktian

Tapi karena Beyonce terlalu aktif bergerak. Alhasil gelas itu bergoyang-goyang, tangan Aldrich sulit mengimbangi gelas itu karena Beyonce memeluknya dari depan dengan erat.

“Bey, kumohon lepaskan pelukanmu?” pintanya dengan lembut, sekesal dan semarah–marahnya Aldrich kepada Beyonce. Ia tak tega berkata kasar atau membentak.

“Tidak, tidak.” Beyonce semakin menggodanya.

“Oh, ya ampun! Kenapa kau mabuk, sih? Kalau begini aku yang rugi. Lebih baik setelah ini aku mengantarmu pulang,” putus Aldrich, tidak mungkin seatap berdua dengan kondisi Beyonce yang mabuk.

Begini saja Beyonce sudah membuat Aldrich panas dingin, apalagi jika dibiarkan tinggal lama di rumahnya yang sepi hanya berdua. Bisa–bisa Aldrich lepas kendali, kendati Aldrich hanya tinggal sendiri di rumahnya karena kedua orang tuanya sudah lama meninggal.

“Jangan salahkan aku, Al. Tapi salahkan, Zack. Dia tak mau mengangkat teleponku lagi setelah dia marah, bahkan dia mematikan teleponku. Sungguh menyebalkan, bukan?” keluhnya mengadu tanpa sungkan, karena ia menganggap Aldrich seperti keluarga, kakak atau saudara.

Dulu Aldrich pun sama, tidak sekarang ketika cintanya pada Beyonce tumbuh semakin besar.

“Iya, iya. Zack yang salah, kau puas?” tanya Aldrich memandangi wajah imut Beyonce saat ini.

Bibirnya itu yang merah membuat Aldrich gerah dan haus. Aldrich mulai kewalahan dan kurang fokus. Sehingga di saat yang bersamaan gelasnya diangkat ke atas, Aldrich juga melihat Beyonce akan terjatuh. Dia langsung menangkap tubuh Beyonce dengan satu tangannya. Beyonce sekarang aman, tapi susu di gelas yang dipegang Aldrich tumpah ke dadanya sendiri.

“Ya, tumpah,” desah kecewa Aldrich, tapi Beyonce justru menertawainya.

“Mau dijilat?”

“Apa katamu barusan?” Aldrich tersentak sampai tubuhnya tegang.

“Bercanda.” Beyonce terkekeh yang membuat Aldrich kini merasa lega.

Menit berikutnya, Beyonce terlihat duduk tenang dan bersikap manis di sofa ruang tamu. Aldrich baru saja melepas kaosnya akan membawanya ke mesin cuci.

Tapi ternyata tubuh kekar pria tampan itu, justru membuat mata Beyonce tak berkedip. Ia terpana dan berdecak kagum mengamati pahatan sempurna tubuh sahabatnya itu, dengan segera bangkit dari sofa untuk mendekati Aldrich.

“Astaga, Al! Tubuhmu bagus sekali!” Jari lentik Beyonce meraba dada pria itu.

Otot perut bersusun enam, dadanya padat dan sekal. Dengan bulu tumbuh di sana membuat Aldrich tampak jantan.

“Jangan disentuh begini!" larang Aldrich agak mendesah sambil terpejam menurunkan jari wanita itu dari dadanya. “Ssh!”

“Kenapa tak boleh?” Beyonce mendongak menatap Aldrich yang jauh lebih tinggi darinya.

Aldrich membisu, bingung menjelaskannya. Tapi Beyonce selalu punya cara untuk mengacaukan konsentrasi Aldrich dan pertahanannya.

“Dadamu kenapa bisa sebagus ini, Al? Apakah dada Zack juga begini?" Beyonce bertanya hal sepolos itu dan Aldrich menanggapinya dengan sebuah gelengan malas.

“Aku tak tahu.”

“Selalu saja tak tahu, kapan kau tahunya? Kau sama dengan Zack, tipe–tipe pria kurang peka!” omel Beyonce.

“Hmm, terserah.” Aldrich kembali berusaha menyingkirkan tangan Beyonce dari dadanya.

Sayangnya jari lentik Beyonce tak hanya menyentuh dadanya saja, sekarang bergerak semakin ke atas. Mengelus-elus rahang kokoh Aldrich yang cambangnya ditumbuhi bulu–bulu halus rapi itu dengan tatapan sayu dan intens.

“Sejak kapan kau tampan?”

Pertanyaan absurd Beyonce membuat Aldrich tersenyum tipis yang anehnya terlihat menawan di mata wanita itu.

“Kau baru menyadarinya? Sejak dulu aku memang tampan,” jawab Aldrich penuh percaya diri.

“Ya, kuperhatikan.” Mata Beyonce menyipit. “Kau lebih tampan dari Zack.”

Hati Aldrich bahagia mendengarnya. “Benarkah itu Bey?”

Beyonce tak menjawab, dia malah memeluk Aldrich dengan tiba–tiba.

“Al …,” Beyonce memanggil Aldrich dengan suara lembut cenderung seksual karena efek mabuknya itu. Lalu membawa pandangannya naik menatap Aldrich sampai pria itu menjadi gugup.

“Hmm, ya? Kenapa kau tak menjawabku?” sahut singkat Aldrich juga menatap Beyonce dengan tatapan mendamba. Ia terbawa perasaan, hanya mengikuti kata hatinya saat dirinya menerima perlakuan Beyonce.

Aldrich tahu kalau ini salah, tapi apa salahnya berusaha merebut cintanya sebelum pernikahan terjadi?

"Gimana rasanya sih, Al? Bersentuhan itu?” tanya Beyonce.

Mata warna zamrud Aldrich terbeliak sempurna, merasa aneh dengan pertanyaan Beyonce. Lalu Aldrich pun mengedikkan bahu tak bisa menjawab.

Lantaran otaknya sekarang travelling ke mana-mana membayangkan bercumbu dengan Beyonce. Nafasnya mulai memburu secepat denyut jantungnya.

Lagi dan lagi ketika Aldrich menelan salivanya paksa sambil mengusap lembut punggung wanita itu. Imannya mulai goyah, tapi Aldrich mati–matian berusaha bertahan dari gejolak itu.

“Kok diam?” Beyonce bingung karena Aldrich mengacuhkannya.

Aldrich menguatkan mental untuk menjawab, “Pertanyaanmu aneh dan nyeleneh. Aku tak bisa menjawab. Humm, tapi coba tanyakan itu saja ke Zack.”

Wajah Beyonce sontak merengut, melepas sendiri pelukan di tubuh Aldrich.

Tapi, Aldrich dengan cepat menahan pergelangan tangannya. “Bersentuhan yang bagaimana maksudmu?” Aldrich tahu, tapi berakting bodoh.

“Eee, itu …" Beyonce memainkan jarinya di dada Aldrich, memutar ujung jari lentiknya ke permukaan dada padat itu tanpa sadar apa yang dilakukannya bisa berakibat fatal. "Bercinta di atas ranjang?"

"Kalau itu … a–aku tak tahu," gugup Aldrich kemudian membuang muka.

Menepis jari Beyonce dari dadanya, berlalu pergi dari sana saat itu juga. Bisa gila Aldrich jika terus di dekat Beyonce yang godaannya benar maha dahsyat.

Pertanyaannya semakin menjurus ke mana-mana dan tingkahnya pun berani di luar batas. Aldrich tak yakin sanggup menahan hasratnya itu, karena sesuatu dalam dirinya telah bangun dan membuat celananya sesak.

Namun, Beyonce mengejarnya lalu memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya di punggung tegap Aldrich.

“Jangan pergi Al, temani aku di sini. Eum?" Suara manja bercampur serak Beyonce menghentikan langkah Aldrich.

Nafas hangat wanita itu menjalari seluruh permukaan kulit punggung Aldrich yang seketika meremang.

"Bey, aku mohon jangan begini. Lama-lama aku jadi tak tahan?" keluh Aldrich berterus terang daripada membohongi diri sendiri.

Siapa tahu dengan berkata jujur, Beyonce mau melepaskan pelukannya. Pelukan memang kemudian dilepas tapi Beyonce malah menertawainya.

"Tak tahan? Bukankah kau ini gay, sahabatku? Haha!" lanjut Beyonce tertawa keras sambil berjalan sempoyongan. "Jangan bercanda deh, Al! Mana mungkin milikmu bisa berdiri sementara kau saja tak pernah mendekati seorang wanita? Malahan kau lebih sering didekati pria-pria melambai itu?"

Dada Aldrich seketika bergemuruh hebat, tak terima dituduh sembarangan. "Aku normal Bey, bukan gay?!" elaknya dengan emosional.

“Perutku mulas Al, sudah cukup bercandanya? Haha." Beyonce belum puas dan masih tak percaya penuh jika Aldrich berkata jujur.

“Apa perlu kubuktikan kalau aku memang normal?" tantang Aldrich dengan nafas memburu, meraih kedua bahu Beyonce lalu menatap mata wanita itu lebih dalam dan penuh ambisi.

"Dengan apa, Al? Ayo coba buktikan!" Beyonce malah menantangnya balik, masih bersikukuh dengan pendiriannya kalau Aldrich seorang penyuka sesama jenis.

Aldrich panas dikatakan begitu, lalu mengendurkan tangannya dari kedua bahu Beyonce. Membuktikan bahwa ia normal dengan cara tak biasa. Perlahan-lahan Aldrich melepas gespernya, menariknya lalu dibuangnya ke bawah lantai.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Nah ....kan ...si Aldrich mau kasih pembuktian kalo dia normal bukan ,ayo Bey ....gimana tuh ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status