Enam bulan setelah Gwen pergi dan Jupiter yang kembali dari koma.
Inez terburu-buru keluar dari butiknya. Dia tergesa karena akan ada janji temu dengan psikiater Emmie dua belas menit lagi. Belakangan, setiap malam dia selalu mimpi buruk, ya, tidak buruk juga, karena bayangan tubuh tinggi tegap itu terus membuat Inez penasaran.Dia hadir dalam mimpi Inez, tanpa menunjukkan wajahnya. Setiap kali terbangun, Inez akan merasakan kesedihan yang begitu mendalam tanpa sebab. Bahkan dia sampai menangis meraung untuk bisa mendapatkan kelegaan di hatinya.
Terkadang, beberapa kali, tanpa sadar, Inez berdiri di ujung balkon seolah dia akan melompat jatuh dari lantai empat. Nyaris mati, Inez berpikir untuk menemui psikiater dengan rutin. Tatapannya yang kosong seolah mengingatkannya akan sebuah kehilangan yang teramat menyakitkan, dan berakhir pada kondisi kejiwaannya menjadi tidak stabil.
Sibuk dengan pikirannya, Inez seketika sadar
Suasana kediaman Zacky Van Dick terlihat sunyi dari luar, namun keadaan di ruang keluarga, tidak begitu.“Sayang, lihat ini!” teriak Alexi dengan histeris, dia dalam posisi berjongkok dan berjaga-jaga untuk menangkap tubuh mungil di depannya yang sedang berdiri bergoyang-goyang, belum sempurna.Zanna muncul dengan apron menutupi bagian depan tubuhnya, dia tersenyum dan bertepuk tangan sambil menyemangati keduanya.“Sayang, kau hebat, teruskan!” Zanna mencium sekilas pipi Alexi, lalu dia kembali ke dapur.Alexi semakin bersemangat ketika bayi Rosalie yang sudah berusia hampir delapan bulan, memanggilnya ribut dengan sebutan ‘Papa’ yang belum jelas, terkadang dia menunjuk-nunjuk ke arah dapur.“Kau ingin Mamamu?” Alexi mencium gemas kedua pipi Putrinya, menggendong bayi Rosalie dan membawanya ke dapur.Alexi mengejutkan Zanna yang sedang mencuci sayuran, sedikit terpekik, Zanna berbalik, dan memeluk keduanya.“Sayang, sepertinya ... Rose mengi
Malam hari ini terasa panas dan gerah, membuat keringat mengucur deras dari tubuh Lola yang berlari keluar taksi dengan terburu-buru menuju ruang bersalin sebuah Rumah Sakit kecil, yang ada di pinggiran kota.Bibirnya komat-kamit merapalkan permohonan untuk keselamatan sahabatnya. Lola ingat betapa beruntungnya, dia akan bisa ikut menyaksikan persalinan sahabatnya, mengingat tadi saat dihubungi, Lola sedang memasukkan pakaian ke koper karena dia akan ikut penerbangan pulang pagi, esoknya.Ini bukan minggu keempat puluh, tapi sahabat Lola terpaksa akan melakukan persalinan secara prematur malam ini, di usia kandungan kurang dari tiga puluh tujuh minggu.Sebelum masuk, Lola menjumpai terlebih dulu pria yang sudah duduk menunggunya di kursi panjang lorong Rumah Sakit, tidak jauh dari ruang bersalin.“Kapan kau tiba?” Lola masih terengah, menatap heran pada pria yang terlihat pura-pura tenang dibalik wajah gugupnya.Padahal Lola menghubungi pria ini saat di
Sore ini, dijadikan sebagai hari jadi persahabatan mereka berlima. Di mana mereka sepakat untuk merayakannya tanpa perlu ambil pusing pada tanggal dan bulan berapa tepatnya, persahabatan mereka terbentuk.Yang jelas, tahun ini, usia persahabatan mereka memasuki tahun ke lima belas. Dan itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa bagi mereka berlima. Mungkin juga untuk sebagian orang.Mari sejenak kita perkenalkan tentang siapa saja lima sekawan ini. Di mulai dari wanita cantik yang terlihat berjalan tergesa memasuki salah satu ruang Very Important Person sebuah kafe. Dia memang tak pernah datang tepat waktu.Gwen Himeka. Terkenal seksi bukan hanya tubuh, tapi juga otaknya yang cemerlang. Berambut pirang panjang yang jarang di sisir. Bermata kecokelatan dan paling berisik.Alexi Millard. Playboy kelas kakap pada masanya, berlesung pipi, berambut tebal dan hitam dengan potongan mullet. Dia mempertahankan model ram
“Tentu saja aku akan menceraikan Anna, sesegera mungkin.”“Jangan bercanda, Lexi!”“Apa kau berpikir semua perasaanku padamu juga candaan?” Suara Alexi meninggi, membuat urat-urat di lehernya menegang. Kedua matanya memancarkan kekecewaan.“Alexi Millard, apa kau sudah kehilangan kewarasanmu? Anna baru saja melahirkan seorang Putri, darah dagingmu. Semudah itu kau ingin meninggalkannya?”“Itu sebuah kesalahan. Aku bahkan tak yakin, bayi itu Anakku atau bukan!”“Kau ...” Gwen menahan amarah, ia tahu bahwa jalan yang terlalu berisiko telah ia pilih, tapi dirinya juga seorang wanita yang harus memikirkan perasaan Anna saat ini.“Kami hanya sekali melakukannya dan itu karena kecerobohanku.” Alexi menunduk, tak berani menatap Gwen. “Itu sebuah kesalahan besar.”“Lalu karena itu kau tak yakin bahwa bayi itu Anakmu?”“Ya, aku sangat tidak yakin.”
Inez tertawa keras, meski sudah mengetahui bahwa Eric bukanlah pria menggebu akan cinta dan hasrat terpendam, tetap saja Inez senang memancing amarah Eric.“Di antara sekian banyak pria kaya, mengapa harus Eric Fagan? Oh, ya ampun!” tawa Inez hampir menyerupai kekehan Nenek sihir.“Kenapa? Apa aku tak pantas untuk itu?” Eric terlihat tersinggung. “Saat aku merasa beruntung kau yang menjadi saudara tiriku, kenapa kau justru mengeluh?”“Jangan salah sangka dulu, Eric. Aku hanya merasa bersalah jika seperti kenyataan dan keadaannya seperti ini.”“Haa ...” Eric mendengus, ia tersenyum miring, alias sinis, “untuk apa kau merasa bersalah? Bukan kau yang sepakat untuk menikah dengan Ayahku.”“Bukan itu, Eric,” geleng Inez. Ada senyum manis menggoda darinya yang sengaja ia peruntukan untuk sang sahabat, “karena itu kau, aku jadi semakin sulit untuk berbuat ulah.”“Berbuat ulah? Kali ini apa
“Bercandamu lucu sekali, Eric.” Inez tidak memperlihatkan betapa ia terkejut dan berharap sahabatnya itu benar-benar sedang melakukan aksi balas dendam karena hal tadi.“Jawab saja, ya atau tidak?” Eric masih bertahan dengan tujuannya.Inez bungkam. Ia diam tanpa berani menjawab sebelum benar-benar menemukan jawaban yang tepat. Karena Eric tidak pernah seperti ini sebelumnya.Tidak, tidak pernah selama ia mengenal sosok Eric sejauh persahabatan mereka.“Kuberi kau waktu sampai besok pagi.” Eric memutuskan sendiri karena sadar Inez kesulitan untuk menjawab.Inez mengangguk dan berharap agar Eric lupa menagih jawabannya besok pagi.Setelah empat belas menit berlalu dalam kesibukan Eric dengan ponselnya dan Inez pada fokus mengemudinya, mobil memasuki gerbang King and Queen Residence.Rumah kedua dari gerbang utama sebelah kanan, mengambil konsep mediterania deng
Sepeninggal Misca dari rumahnya, Jupiter kalang kabut. Ia berjalan mondar-mandir di kamar. Menjambak rambutnya sambil memutar otak, memaksa berpikir jernih di bawah tekanan dan ancaman Misca.Sudah lewat tengah malam, tapi Jupiter tidak merasa harus sungkan menghubungi satu nama itu. Ia segera meraih ponsel dari sakunya dan menunggu panggilan dijawab.“Halo?” Suara di seberang.“Aku menganggu tidurmu?”“Tidak. Aku masih terjaga dengan setumpuk pekerjaan. Jadi ada apa?”“Aku ingin bertemu.”“Besok setelah jam kantorku selesai, bagaimana?”“Aku tidak bisa menunggu ...” Jupiter mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas pangkuan, “bisakah kita bertemu sekarang?”“Sekarang? Ini sudah hampir pukul dua belas malam, Piter.”“Yap. Aku tahu, tapi aku butuh kau sekarang. Aku ingin mengajakmu bicara hal penting.” Suara percaya diri Jupiter terde
“Apa kau tidak tahu?” Jupiter balik bertanya.“Tentu saja tidak.”“Sama. Aku juga tidak tahu siapa wanita itu, Gwen.” Dengan polosnya Jupiter tersenyum.Gwen meraih bantal kecil dari sofa ruang tamu, melemparkannya ke wajah Jupiter.“Aww!” Jupiter mengaduh dengan senyum seringai di wajahnya. “Jadi, lupakan ide itu. Sekarang tolong bantu aku dengan satu hal yang lebih pasti.”“Kau pikirkan saja sendiri!” gerutu Gwen. Padahal jantungnya sudah terpompa lebih dulu sejak tadi. Tapi ternyata, Jupiter hanya sedang mengganggunya dengan anggapan konyol tentang Alexi.Jupiter tiba-tiba menggeser duduknya, ia sadar satu hal bahwa Gwen sudah mulai terlihat kesal padanya. Posisi Jupiter benar-benar menjadi sangat dekat dengan Gwen, hingga wanita itu sedikit terkejut dan memundurkan tubuhnya perlahan-lahan.“Ada apa?” Gwen merasa Jupiter sedang ingin mengganggunya lagi.