Share

CEK KONDISI KEUANGAN SUAMI

Aku sedang menyuapi Keanu sore itu saat kudengar sebuah mobil berhenti di depan rumah. Beberapa saat kemudian pintu depan terdengar seperti dibuka agak kasar. 

 

Bergegas ku menuju ke ruang depan setelah menggendong anakku di pinggang.

 

"Mas, sudah pulang?" tanyaku saat melihat Mas Arman ternyata sudah duduk di kursi ruang tamu sambil melepas sepatunya. 

 

Namun dia tak menyahut. Saat kuulurkan tanganku untuk menciumnya pun dia tidak menyambutnya. 

 

"Ada apa, Mas?" Aku keheranan.

 

"Minggu kemarin Kamu ke tempat Mirna?"

 

Oops! Wah, teman Mas Arman itu ternyata sudah memberitahu suamiku tentang kedatanganku ke rumahnya.

 

"Iya, Mas. Memangnya ada apa?" Sudah terlanjur tahu, ya sudah lah mau gimana lagi. 

 

"Kamu nanya apa sama dia? Aneh-aneh saja Kamu Ray?" Dia bangkit mendekatiku setelah selesai dengan sepatunya.

 

"Wajar kan Mas kalau istri curiga karena melihat seorang wanita di dalam kamarnya?"

 

"Wanita apa sih Ray? Kamu jangan mengada-ada lah. Wanita yang mana?"

 

Aku menurunkan Keanu sebentar mendudukkannya di lantai, lalu  memberinya mainan supaya dia tidak terfokus dengan pembicaraan kami.

 

"Mas Arman lupa? Waktu kemarin kita video call, aku liat lho mas jelas banget ada wanita di kamar Kamu."

 

"Iya wanita, biasa juga kan, kita ke Surabaya rame-rame, Ray. Cowok cewek, banyak. Semuanya nginep di satu hotel. Wajar kan kalau saling berkunjung ke kamar?" 

 

"Ya wajar sih kalau cuma berkunjung saja. Tapi kan waktu itu aku lihat dia ...."

 

"Lihat apa?"

 

"Dia buka-bukaan lho Mas di kamarmu. Apa itu wajar?

 

"Buka-bukaan apa sih, Ray? Kamu itu ya, suami kerja bukannya didoain malah dicurigain kayak gitu. Bikin males tau nggak?"

 

Mas Arman terlihat sangat marah. Tapi aku yakin dia marah hanya untuk menutupi kesalahannya. Dan aku pikir, percuma jika aku terus-terusan berdebat dengannya. Dia sudah menabuh genderang kebohongan dan mustahil akan mengakuinya sebelum aku menemukan bukti nyatanya. 

 

"Oya, satu lagi, Ray ... Kamu jangan pernah lagi ya nelpon-nelpon ke kantor. Kamu itu bener-bener deh. Bikin Mas malu, tau nggak sih?"

 

"Malu? Mas Arman malu aku nelpon ke kantor?"

 

"Nelpon nanyain kayak gitu ya jelas aku malu lah. Kayak yang nggak dipamitin aja kamu, Ray. Aku waktu pergi juga pamit kan? Semua temen kantor jadi ngejekin Mas kan hari ini. Gara-gara kamu tuh!"

 

Aku menghela nafas panjang. Salahku juga, saking paniknya waktu itu, aku sampai tidak berpikir panjang. Seharusnya aku lebih hati-hati mencari tahu tentang suamiku.

 

"Ya sudah aku minta maaf. Tidak akan lagi," kataku dengan nada menyesal. 

 

"Nah gitu dong. Aku ini kerja, buat nafkahin Kamu sama Keanu. Kalau kamu terus-terusan curiga, gimana aku bisa kerja dengan tenang. Yang ada aku justru malas ke kantor."

 

"Ya sudah. Maaf."

 

"Ya. Kumaafkan. Jangan diulangi lagi, Mas nggak suka. Ngomong-ngomong masak apa hari ini Kamu, Ray? Aku lapar."

 

"Ada, Mas. Sudah kusiapin di meja. Apa mau diangetin dulu sayurnya?" 

 

"Nggak usah lah. Aku mandi dulu. Habis itu temenin makan. Ya?" 

 

Aku hanya mengangguk. Biarlah berjalan seperti ini dulu sambil kucari cara bagaimana aku bisa tahu apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Mas Arman. 

 

Saat Mas Arman bergegas ke kamar mandi setelah kuambilkan handuknya, aku pun segera menemani Keanu bermain di lantai walaupun dengan pikiran terus berputar menemukan cara untuk mengungkap semuanya ini. 

 

 

Aku mendadak bangkit saat tiba-tiba aku mengingat sesuatu, ponsel Mas Arman. Coba kuperiksa, mumpung saat ini dia sedang di kamar mandi. 

 

Kutinggalkan Keanu sendirian di ruang depan, sementara aku berjalan perlahan ke nakas dimana Mas Arman biasa meletakkan ponselnya. Syukurlah ada disana. Ponsel itu tergeletak disamping kunci mobilnya. Segera saja kuraih benda pipih itu untuk kubuka. 

 

Sebentar, sebentar, sepertinya ada yang lain dengan ponsel Mas Arman. Biasanya bukan ini kan? Aku membalik benda itu dan sedikit kaget karena ada gambar apel digigit ternyata dibelakangnya. 

 

Ponsel ini sangat bagus, bukan seperti ponsel yang biasa dipakai Mas Arman sebelumnya. Dan kelihatannya juga masih baru. Kuperkirakan harganya juga pasti mahal. Tapi, darimana Mas Arman punya uang lagi untuk membeli ponsel mahal ini? Kemarin habis membelikanku kalung, sekarang ponsel?

 

Aku membuka layarnya perlahan. Yah, masih kosong. Belum ada aplikasi perpesanan kekinian yang terdownload disana. Apa ponsel ini baru saja dibeli? Saat coba kuingat kemarin saat Mas Arman datang, sepertinya dia memang masih memakai ponsel lamanya. 

 

Ya Allah, banyak hal menumpuk yang membuatku semakin curiga saja dengan suamiku ini. Mendadak, dia memiliki benda-benda mahal. Dan seolah tak pernah kesulitan dalam masalah uang. 

 

Uang? Benarkah begitu? Aku ingin mengetesnya. Apakah Mas Arman benar-benar memiliki uang yang banyak juga?

 

Gagal memeriksa ponsel, akhirnya aku pasrah. Berusaha bersikap normal saat menemaninya makan sore ini. 

 

"Mas," panggilku.

 

"Heem."

 

"Ponsel Mas baru ya?"

 

"Iya, kan kemarin Mas sudah bilang Mas baru dapat bonus dari kantor. Mas bosen dengan yang lama, makanya ganti."

 

"Oh."

 

"Kenapa? Kamu pengen ganti ponsel juga?"

 

"Nggak sih. Tapi kalau Mas memang baru dapat bonus banyak, gimana kalau uangnya buat bayar cicilan rumah aja biar cepet lunas?" usulku.

 

"Memangnya cicilan rumah kita masih berapa sih totalnya?" tanyanya santai. Wah, ini serius, dia memang sepertinya sedang punya banyak uang hingga bisa bicara begitu. Sebelumnya, mana mungkin suamiku bicaranya seperti itu. Paling paling dia hanya menjawab.

 

"Uang dari mana Ray? Gajiku aja nggak cukup buat bulanan."

 

Kulihat dia nampak menimbang, seperti berpikir keras.

 

"Gampang lah itu, nanti Mas itung dulu deh kurang berapanya. Kapan-kapan Kita bicarakan lagi."

 

Wow, kenyataan yang begitu membuatku kaget. Mas Arman memang benar-benar bukan suamiku yang biasanya. Uang baginya sekarang seperti bukan masalah. 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status