All Chapters of 10 Years Ago: Chapter 11 - Chapter 20
43 Chapters
Chapter 10
ABILITY "Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuannya masing-masing. Kamu hanya perlu mengeksplorasi diri untuk mengetahuinya."  ✈✈✈ Ketika tujuh belasan, beberapa instansi melakukan kegiatan upacara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Namun yang paling utama dan dihadiri tokoh-tokoh penting adalah upacara yang dilaksanakan di Istana Negara. Diinspekturi Pemimpin Negara yang menjabat di tahun 2005, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya Bapak Jusuf Kalla, menyelenggarakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-60 tahun. Tentunya upacara ini akan diliput langsung oleh stasiun televisi di Indonesia, baik stasiun televisi negeri maupun swasta. SMA Bakti Nusa turut berperan andil. Seluruh warga sekolah wajib berkumpul di lapangan terlebih dahulu untuk mengikuti serangkaian upacara di hari istimewa ini. Mereka mengenakan seragam sekolah dengan atribut lengkap, mulai dari topi, dasi,
Read more
Chapter 11
FRIENDSHIP "Belum sah namanya kalau dalam pertemanan tidak menyukai orang yang sama." ✈✈✈ "Lo hebat banget, Sep," puji Andin. Cowok itu membuka lebar kedua tangan. Dadanya membusung disertai kepala yang sengaja didongakkan. Ah, sial, dia mulai tinggi hati. Setelah berhasil memenangkan perlombaan babak pertama dan mendapatkan pujian dari beberapa orang, dia menjadi sangat arogan. "Iya dong," balasnya. Kedua tangan cowok itu berada di pinggang. Dia semakin berlagak. Sekar memutar bola matanya. Malas menghadapi orang semacam Asep. Sekar yang hendak memujinya terpaksa menguburkan niat itu dalam-dalam. Dia tak ingin Asep semakin tinggi hati. Lain halnya dengan Andin yang menganggap itu gurauan semata. Dia menyambut tingkah Asep dengan tawa kecilnya. Lalu Andin berpaling melihat keadaan sekitar. Banyak sekali orang berlalu-lalang menuju lokasi
Read more
Chapter 12
INDECISIVE "Bimbang. Ketika kau ragu untuk memilih bertahan atau melepaskan perasaan yang bahkan belum sempat dinyatakan." ✈✈✈ Jatuhnya jutaan bulir air di atap halte berhasil menciptakan momentum harmoniasi. Denting itu mengalun seperti irama yang dihasilkan alat musik drum. Seorang gadis berteduh di sana. Menikmati alunan musik abstrak yang tercipta di sekelilingnya.Tangan kanan gadis itu menjulur ke depan. Mengukur kadar kecepatan air yang jatuh membasahi bumi dari hasil prespitasi. "Masih deras," tuturnya. Pupil gadis itu meluncur pelan menilik anggota badan sampai jemari kakinya. Blues putih dengan bawahan skinny jeans itu terlihat sedikit basah. Beruntunglah dia sempat berteduh sebelum hujan deras. Lalu dia melirik cepat dari sudut kiri hingga sudut kanan. Hanya beberapa kendaraan saja yang memberanikan diri berlintas kala hujan lokal ini. Kepalanya men
Read more
Chapter 13
CONGRATULATION   "Seribu ucapan selamat dari orang asing akan berbeda sensasinya dengan satu ucapan selamat dari seseorang yang kamu suka."   ✈✈✈   Kicauan burung pingai bertaut dari satu pohon yang mereka hinggapi dan menjuru ke pohon lain. Alunan abstrak itu berhasil menciptakan harmonisasi yang sangat indah. Beberapa peserta didik yang mampu menangkap gelombang suaranya merasa tenang dan damai. Mengalihkan sejenak dari kegiatan yang sangat membosankan ini.   Satu per satu peserta didik mengeram jengkel. Mau sampai kapan mereka harus berdiri seperti mendapat hukuman setrap. Mereka terpaksa mendengarkan amanat yang isinya tak jauh berbeda dengan minggu sebelumnya. Sungguh membosankan, bukan?   Andin menghela napas panjang. Dalam posisi istirahat dia mencoba untuk meregangkan otot kakinya. Sangat melelahkan. Lalu pupilnya berpindah halus hingga berhenti di sudut akhir. Melirik se
Read more
Chapter 14
PLAN   "Tidak semua yang direncanakan dapat berjalan baik, tidak semua harapan pula harus menjadi nyata. Jangan bersedih. Semua yang terjadi telah diatur Semesta. Dia tahu mana yang terbaik untukmu."   ✈✈✈   Hembusan angin membelai pelan setiap helai rambut panjangnya. Rambut hitam tergerai itu menari-nari mengikuti arus ombak di musim panas. Bersamaan rambut yang tumbuh di permukaan kulitnya berdiri kokoh bagai pohon kaktus.   Tangannya mengusap cepat dari pergelangan tangan hingga sikunya yang terpapar hembusan agar menghasilkan panas alami. Giginya tak berhenti gemertak mengikuti alunan abstrak yang dia ciptakan sendiri. Angin malam ini menghadirkan hawa dingin yang tak dia inginkan.   Dia beranjak dari kursi. Melunjurkan tangannya demi meraih sudut jendela. Lalu dia menutup rapat jendela itu. Seakan dia menutup akses sang angin malam untuk menginjak kamar tidurnya lagi.
Read more
Chapter 15
REALITY   "Kamu terlalu menggantungkan harapan dengan dunia nyata. Sehingga ketika kenyataan mengkhianati harapanmu, kamu akan sulit menerimanya."   ✈✈✈   Andin memutar badannya ke belakang. Manik matanya membulat tatkala memandangi wajah seseorang yang memanggilnya. Tubuh Andin terpaku. Seluruh otot tubuhnya mendadak tak berfungsi. Dia tak bisa melakukan apapun selain bernapas.   "Ja...jadi lo yang ngirim surat dan kertas di UKS ini?" tanya Andin gugup. Dia menunjukkan dua kertas di tangannya.   Cowok itu menggaruk tengkuk lehernya. "I...iya, Din."   Mulut Andin ternganga. Sungguh, dia masih tidak percaya jika cowok itu yang mengirimnya. Pengirim surat itu bukanlah orang yang seperti Andin harapkan.    Ini nggak mungkin. Gue sangat yakin bukan dia orangnya.   Andin menggeleng cepat. Dia masih memandang cowok itu
Read more
Chapter 16
DISSAPEARED   "Sungguh menyiksa, ketika kau terpaksa memangkas bunga yang hendak tumbuh mekar."   ✈✈✈   Seorang siswi duduk di bangkunya. Memandangi secangkir minuman berperisa di hadapannya. Hanya dia pandangi. Tak berminat untuk meminumnya. Helaan panjang pun mulai bereksistensi. Salah satu jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja. Sepertinya dia tengah menanti kehadiran seseorang.   Lantas orang yang ditunggu pun tiba. Dia tersenyum menyambut orang itu. Sosok siswi berambut sebahu mendatanginya dengan raut wajah datar.   "Gimana dengan Putri, Sa?" Dia menyambut kedatangan siswi itu dengan pertanyaan.   "Ikut gue dulu, Din." Meysa menarik tangannya. Menuntun siswi itu menuju pintu keluar.    Meysa mengajaknya duduk di bangku panjang yang kebetulan kosong, tepatnya di depan taman kelas. Sepertinya ada suatu hal yang sangat penting u
Read more
Chapter 17
FEELING   "Perasaan seseorang dapat berubah kapan saja, karena itu mencintailah sewajarnya."   ✈✈✈   Seseorang mengenakan ransel cokelat berdiri di depan kelas. Pupilnya meluncur pelan menilik satu per satu orang yang berada di dalam. Dapat terhitung hanya segelintir orang yang datang. Dia pun terkejut melihat gerombolan Empat Perewa sudah nagkring di kelas. Tak biasanya mereka datang sepagi ini. Atau paling tidak mereka sengaja datang pagi dengan maksud menyalin pekerjaan rumah Didit, si murid pintar di kelas. Dan itu benar adanya.   Dia menilik tiap bangku di barisan banjar pertama. Hanya Sekar seorang yang mengisi di barisan itu. Dia tidak melihat teman sebangkunya. Dia sangat yakin Meysa akan datang mendekati waktu masuk.   Lalu manik matanya berpindah ke barisan ujung. Seseorang sedang duduk di bangkunya sembari membaca buku pelajaran. Andin melangkahkan kakinya menuju orang
Read more
Chapter 18
DECISION   "Menjauh bukan berarti tidak menyukai, bukan pula karena membenci. Hanya saja ini adalah cara yang terbaik untukku menghentikan luka ."   ✈✈✈   "Ga, lo denger, nggak? Andin suka sama lo," cetus seseorang di dalam kelas. Dia berjerit antusias.   Manik mata Andin membulat seperti telur kuning. Mulutnya pun turut membuka sehingga udara dapat menerobos masuk. Andin tak pernah menyangka ada seseorang. Terlebih lagi orang yang menjadi bahan perbincangannya juga ada di sana.   Derap langkah tertangkap dalam indra pendengarannya. Derap itu terdengar banyak, seperti gerombolan kuda tengah berlari. Agaknya lebih dari seseorang.   Ketiga cowok kini berdiri di depan pintu kelas. Dua orang memegangi lengan orang yang di tengahnya. Keadaan ini tak berbeda jauh tatkala melihat polisi berhasil menyandera narapidana.   Wajah orang yang di tenga
Read more
Chapter 19
CHOICE "Jika saja aku memiliki pilihan, tentu saja aku tidak akan pernah memilih untuk menjauhimu dan membohongi perasaanku." ✈✈✈ Bila semua orang senang dan bahagia setelah saling mengungkapkan rasa, hal ini takkan berlaku bagi Andin. Dia tidak sebahagia yang orang-orang pikirkan. Beberapa kali dia terus menghindari pertemuan ketika melihat Dirga dan temannya dari kejauhan. Dengan sigap dia merubah rute mencari jalan lain. Meysa dan Putri yang kerap menghabiskan waktu bersamanya merasa ada kejanggalan. Ketika ditanya dia selalu beralasan ke toilet. Dia tak ingin bertemu dengan Dirga. Bertemu dengannya sama saja memunculkan rasa canggung. Dia masih sulit untuk beradaptasi dengan keadaan pelik ini. Akhir-akhir ini Andin mengasingkan diri ke suatu tempat berkumpulnya karya-karya seni rupa peserta didik Bakti Nusa. Di sana dia duduk seorang diri di depan easel. Tangannya yang memega
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status