All Chapters of DANGEROUS CEO: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
DC 21
 Joe menyamakan langkah kakinya mendekati Marsha. Setelah bergelut dengan pekerjaan yang memakan banyak tenaga dan juga pikiran, akhirnya mereka mendapatkan kelegaan setelah jam pulang tiba. Pria tampan itu berencana mengantarkan pulang wanita cantik tersebut. Ingat, Joe menganggap Marsha masih gadis karena dirinya tidak tahu jika Marsha sudah di renggut kesuciannya oleh Albert. Jangan marah jika Joe  selalu memanggilnya gadis manis atau semacamnya."Marsha, tunggu aku!" Joe berjalan cepat, menyamakan langkahnya agar berdampingan dengan wanita itu."Ada apa Joe?" Tanya Marsha melihat Joe yang sudah ada di sampingnya."Tidak ada, aku hanya ingin menawarkan mu untuk pulang bersama," ujarnya."Tidak perlu, kamu bisa mengantarkan kekasihmu. Aku tidak mau dia salah paham jika kamu mengantarkan aku," tolak Marsha pada pria itu."Tidak apa-apa, kekasihku itu ada acara sendiri se
Read more
DC 22
 Albert berjalan mengendap memasuki rumah sewa yang ditinggali Marsha. Dengan pakaian serba hitam dan juga topeng yang ia kenakan membuatnya terlihat samar dalam kegelapan malam. Bercak darah terlihat mengering pada jaket yang dikenakan pria itu, entah apa yang baru saja ia lakukan.Ia dengan gampang membuka pintu rumah tersebut, dengan santai ia masuk kedalam rumah dan menuju ke kamar gadisnya. Ah, dirinya melupakan kejadian sore tadi. Ia seharusnya marah pada gadisnya itu, lalu menghukumnya dan membuat gadisnya jera serta menurut padanya.Untuk sekarang lupakan, dirinya harus mandi karena bau amis darah sangat mengganggu penciumannya. Matanya melirik sejenak pada gadisnya yang tertidur nyenyak, bahkan gadisnya itu tidak menyadari kehadirannya."Sepertinya kau tidur nyenyak gadis kecil," ujar Albert memandang Marsha dan tersenyum misterius.Albert selesai dengan mandinya bersamaan dengan pons
Read more
DC 23
 "Berhenti menangis!" Albert menatap Marsha yang menangis serta terduduk lemas pada lantai keramik di dalam kamar mandi.Percintaan mereka telah usai, dengan Albert yang menyemburkan air cintanya di dalam tubuh Marsha. Pria itu menghidupkan kembali air dari shower yang ia matikan sebelumnya. Aliran itu jatuh mengenai tubuhnya serta tubuh Marsha yang masih lemas terduduk di lantai.Wanita itu memalingkan wajahnya, pasalnya ia berhadapan langsung dengan milik Albert yang mulai melemas. Pria itu sama sekali tidak malu dengannya, dia bersikap cuek dengan membiarkan inti tubuhnya terlihat oleh Marsha."Bangun!" Perintah Albert.Marsha diam, ia tidak melakukan perintah Albert yang menyuruhnya untuk bangun . Mata tajam Albert menatap datar gadisnya. Haruskah dia berlaku kasar lagi? Ah, gadisnya ini selalu memancing amarahnya."Aku bilang bangun!" Tegas Albert pada Marsha.
Read more
DC 24
 Marsha terdiam mematung, tatapannya kosong menatap dinding kamar yang tidak ada menariknya sama sekali. Otaknya di penuhi segala pertanyaan tentang apa yang harus ia lakukan. Pergi dari Albert? Bagaimana caranya ?Haruskah dirinya meminta batuan Joe? Oh shit! Kepalanya terasa ingin meledak!Ia tidak mungkin menghubungi Arion hanya untuk meminjam uang. Lagi pula jika nanti ia kembali , bagaimana cara dia melunasi uang pinjaman itu jika dirinya saja belum mendapatkan pekerjaan. Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya, ingin sekali dirinya menenggelamkan diri di laut. Tetapi itu bukanlah hal yang baik, bunuh diri bukanlah jalan elite untuk pergi menemui Tuhan.Ting Ponselnya berbunyi, ia sontak mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang berada di sampingnya. Marsha tersenyum lega, akhirnya Arion membalas pesannya. Sungguh, perbedaan waktu membuat dirinya susah untuk berkomunikasi.
Read more
DC 25
 "Ah, itu. Sebenarnya aku—""Kamu kenapa?" Tanya Joe menatap Marsha penasaran."Em, Joe — bisakah kamu membantuku untuk pulang?" Marsha menatap Joe dengan harapan pada matanya. Berharap agar pria tampan tersebut menjawab dengan satu kata yaitu Ya."Mengapa kamu ingin pulang?""Aku rasa, bekerja disini bukanlah tempat yang tepat untukku," ujar Marsha menunduk."Apa kamu merasa tidak nyaman berada disini?" Joe menegakkan tubuhnya, menatap Lamat pada gadis yang kini hanya menunduk dengan memainkan jari-jarinya."Tidak juga , eh iya. Benar aku merasa kurang nyaman. Bukan berarti aku tidak menyukai tinggal dan bekerja disini."Joe menghela napas dan menghembuskan nya melalui mulutnya, "aku bisa membantumu, hanya saja kamu harus berbicara terlebih dahulu dengan tuan Albert. Karena kamu harus mengajukan surat resign kepadanya."
Read more
DC 26
 Ketukan pintu membangunkan seorang wanita yang tadinya tertidur dengan lelap, Marsha bangun dan mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya sekitar. Matanya melihat ke arah dinding, dimana jam dinding tepasang disana. Tengah malam, siapa yang datang pada tengah malam seperti ini ? Ia memberanikan diri untuk melihat siapa yang datang dan mengetuk pintu pada tengah malam tersebut. Dahinya mengernyit, dia tidak menemukan siapapun diluar sana. Lalu siapa tadi yang mengetuk pintu? Ia bermaksud untuk kembali masuk kedalam rumah, tetapi ada seseorang yang mencekal pintu hingga pintu kembali terbuka. Dia terkejut, ada seorang pria yang berdiri dan mencekal pintu yang baru saja ingin ia tutup. Ia tidak mengenal pria itu, hingga akhirnya dia hanya diam mematung sembari melihat pria tersebut."Jangan berteriak!" Perintah pria itu pada Marsha yang masih mematung. "Masuk! Dan tutup pintunya!" Perintah pria itu lagi. Mars
Read more
DC 27
 Albert menatap asisten pribadinya yang baru saja masuk dan berdiri di depan meja kerjanya. Dari ekspresi yang di tunjukkan pria itu, sepertinya asisten pribadinya enggan berbicara dengannya."Ada apa Joe?" Tanyanya sembari menatap pria keturunan Jerman tersebut. Pria itu tampak enggak berbicara , tetapi akhirnya ia menjawab pertanyaan dari atasannya tersebut, "Em— ini." Joe memberikan satu buah amplop cokelat, membuat Albert menatap bingung pada pria itu. "Apa ini?" "Surat." Albert menghembuskan napas kasarnya. Ia tahu jika di dalam amplop itu berisikan surat, tetapi yang ia tanyakan adalah surat apa. "Aku juga tahu jika itu sebuah surat. Maksudku surat apa itu?" Jelasnya pada Joe. "Surat resign." Joe berkata dengan singkat, entah mengapa sepertinya pria itu tidak ingin berbicara lebih panjang dengannya. "Apa maksudmu dude! Kau ingin meninggalkan perusahaan ini?" "Ti
Read more
DC 28
  Marsha terbangun dari tidurnya yang tak lelap. Ponselnya terus saja berdering, menampilkan nama Albert yang menghubunginya sepanjang malam. Ada satu pesan yang membuat dirinya takut , dimana pria tampan namun baj*ngan tersebut berkata bahwa dirinya akan datang. Sungguh jika benar pria itu akan datang, hidupnya akan kembali tidak tenang. Ketukan pada pintu kamar membuatnya harus rela turun dari ranjang dan membuka pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya, disana berdiri seorang pria paruh baya. Siapa lagi jika bukan Admaja papanya. "Ada apa pa?" Tanyanya pada pria paruh baya tersebut. Admaja tampak berpikir, tetapi ia tidak mengatakan apapun selain menyuruhnya untuk memasak. Ibunya sudah pergi bekerja, untuk itu Admaja berniat membangunkan anak perempuannya yang baru saja tiba kemarin. "Papa ingin kamu memasak , saya tahu kamu masih lelah, tapi akan lebih baik jika kamu kemb
Read more
DC 29
 Marsha kembali ke rumah setelah dirinya selesai menemui Arion. Sejak kedatangan kekasih dari laki-laki tersebut, ia tidak dapat bicara banyak hal dengan laki-laki itu. Ia cemburu, sangat cemburu. Beruntungnya wanita itu mendapatkan Arion, orang yang bertanggung jawab, pekerja keras dan sangat baik orangnya.Rumahnya tampak sepi, mungkin orang rumah tengah pergi. Ia tidak perduli akan hal itu, kakinya melangkah menuju kamar , setelah sampai ia mendudukkan dirinya pada tepian ranjang. Tangan lentiknya meraih sebuah foto seorang laki-laki yang tengah tersenyum. Dengan menggunakan Jersey bola yang melekat pada tubuh laki-laki tersebut membuatnya terlihat tampan dalam foto itu.Itu adalah foto Arion, ia mengambil foto tersebut saat laki-laki itu menguploadnya pada akun Instagram pribadinya. Karena tidak mungkin bukan, jika ia terus saja memantau akun sosial media laki-laki tersebut. Jadilah, ia mengambil foto yang diupload oleh la
Read more
DC 30
 Admaja menanti jawaban dari kedua wanita tersebut. Keributan yang mereka buat cukup menganggu, dia hanya takut jika tetangga mendengar keributan tersebut dan menyebar luaskan hal ini. Marsha terdiam, dengan air mata yang terus menetes, ia menatap Margareth benci. Apakah ini akhir dari dirinya yang terus mengalah?"Anak papa tuh kurang ajar sama orang tua," ujar Margareth menunjuk pada Marsha."Terus mah, salahin Marsha terus. Sampai kalian puas." Marsha merasakan sesak di dada, sungguh lelah dirinya. Sabarnya sudah diambang batas, dan keluarganya hanya menganggap remeh apa yang ia rasakan saat ini."Ada apa Marsha? " Tanya Admaja kembali pada anak perempuannya tersebut."Tanya sama anak kesayangan dan istri papa ini," balas Marsha menatap benci pada Andreas dan juga Margareth."Kurang ajar ya lo dasar! Anak gak tau diri!" Maki Andreas pada Marsha yang kini tersenyum disela ta
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status