Semua Bab MY Doctor - Bahasa Indonesia: Bab 11 - Bab 20
56 Bab
11
11                Mika terbangun, lebih tepatnya terjaga sampai larut malam. Seminggu lagi, dan puteri ketiga dari keluarga Abraham itu tak mendapatkan satu kunjungan keluarga sedikitpun. Mika merasa sesak di dadanya. Ada bisikan kalau ia sengaja di telantarkan sampai mati.                Ponsel yang tak berguna itu ia hempaskan ke ranjangnya. Bergegas dengan santai menuruni ranjang rumah sakit. Mika ingin berjalan jalan, di rumah sakit di tengah malam. Aneh bukan?                Dengan langkah santai berjalan di lantai teratas. Mika bisa melihat ke luar sana, lampu lampu gedung pencakar langit memberikan tiga warna yang paling mendominasi. Biru, merah dan putih. Mika mengusap jendela kaca itu dengan senyum merekah. Mika suka kesendirian,
Baca selengkapnya
12
12                Raka sudah bersiap. Pagi ini, setelah tidur hanya dalam empat jam dan terbangun pukul enam pagi. Raka harus rela kehilangan waktunya untuk berjogging karena kurang istirahat. Bisa bisa, bukan sehat yang di dapat kalau ia memaksakan jogging. Tapi tepar sendiri dan akhirnya mengabaikan pekerjaan.                Jas rapi dengan name tag yang sudah beberapa tahun ia gunakan. Raka Adiwiswara. Dokter spesialis jantung. Bedah jantung tepatnya. Senyuman terlukis saat Raka membuka kulkasnya. Ingat kenangan beberapa jam yang lalu, saat ia makan bersama Mika. Mengambil satu boks makanan berisi salad sayuran dengan selada yang mendominasi. Sayuran segar dan renyah itu menjadi menu sarapannya hari ini.                “Pagi dokt
Baca selengkapnya
13
13                Mika tak bisa menjelaskan betapa terkejutnya ia. Merapatkan bibir karena tak tau apa yang harus di jawab. Mika akhirnya berhadapan dengan ekspresi Raka yang sangat membingungkan. Laki laki itu nampak sangat frustasi, seperti....? Menyesal dengan apa yang di ucapkan barusan? Mungkinkah?                “Maaf dok, saya mungkin terlalu sensitif karena penyakit saya makin parah. Selama dengan dokter Brian, beliau hanya memeriksa kondisi saya sewajarnya, tidak menanyakan keluhan. Saya merasakan sedikit nyeri di waktu waktu tertentu. Tapi karena dokter Brian tidak bertanya, saya diam.”                Penjelasan Mika barusan memberikan jawaban atas segala pikiran buruk Raka. Pikiran buruknya memang benar. Tapi entah
Baca selengkapnya
14
14                Mika berada di luar ruangan. Saat manusia sudah menyakiti satu sama lain. Saat itulah, perasaan dan kepercayaan di pecah belah. Dan saat Mika sudah sadar betul. Ia tak di harapkan keluarganya, ataupun yang lainnya. Ingin sekali ia mati saat itu juga. Tapi kata kata Raka membuat Mika tersadar akan sesuatu.                Setidaknya ada orang yang mati matian ingin menyelamatkannya, walaupun itu adalah sebuah kewajiba.  Mika akan hidup tanpa beban sekarang. Dan selamanya.                Mika terduduk dengan sangat senang saat salah satu dari keluarganya datang. Kaka keduanya. Morgan.               
Baca selengkapnya
15
15                Morgan sedang duduk di kursi kerjanya. Matanya berkabut seperti sedang memikirkan sesuatu. Tak fokus dengan pekerjaanya sudah pasti membuat ia melamun dari pada berpikir. Pertemuannya dengan adiknya, Mika. Kemarin adalah pukulan paling sakit yang pernah ia rasakan.                Tautan di kening Morgan makin berkerut saat Morgan merasa telah gagal menjadi keluarga untuk adiknya sendiri. Lebih mementingkan tujuannya tanpa menanyakan keadaan adiknya itu.                “Seenggaknya, apa kalian engga bisa pura pura khawatir?”                Kembali, pertanyaan sarkasme Mika memb
Baca selengkapnya
16
16                                Mika berjalan kembali ke arah ruangannya. Setelah mengantarkan MRs Johan ke ruanganya, ia memutuskan untuk kembali ke ruangannya dan bersiap siap. Entah untuk apa? Tapi Mika mulai merasa, kalau ia harus tampil lebih baik dari sekarang.                “Astaga!! Kaya alas sepatu anak SMP yang nginjek comberan!!”                Mika terkejut dengan perubahan tubuh dan wajahnya sendiri. Bibir pucat tanpa polesan apapun. Berat badan yang jelas menurun karena tak bisa makan sembarangan. Pipi dengan rahang yang terlihat jelas karena perubahan berat bada yang menurun drastis. Apa lagi di tambah dengan piyama yang belum sem
Baca selengkapnya
17
17                Mata Mika masih bertatapan dengan kosong. Ada getaran di hatinya. Ini... tidak wajar.                “Maksud saya, kamu seorang wanita yang kuat. Beda dari pasien pasien saya yang sebelumnya.”                Penjelas selanjutnya yang Raka katakan. Seperti memupus sebuah tunas yang bahkan belum tumbuh. Sesakit itu di babat sebelum berkembang menjadi pucuk daun teh, atau sebelum menguncup jadi melati.                Sekarang, Mika sadar. Dia sudah menjadi kuncup melati yang menginginkan bertemu dan di satukan dengan sepucuk teh di cangkir.           &
Baca selengkapnya
18
18                Pagi berjalan begitu cepat. Padahal Mika masih menantikan kalau pukul sembilan pagi itu masih delapan jam lagi. Tapi sia sia. Waktu curang. Ia berlalu dengan sesuka hatinya, walaupun pada dasarnya, ia berjalan dengan wajar.                Mika merasakan kesialan menimpanya. Ia tak percaya, hanya karena aroma Raka. Ia menjadi candu akan aroma laki laki itu. Mendapati tertidur dan mengendus aroma itu berkali kali tanpa sadar, Mika sampai harus mengetuk pipinya agar otaknya kembali.                “Mba Mika? Ini sarapannya....” suara suter Ana membuat Mika melirik sosok yang ada di depan pintu. Bernafas dengan lega karena tak ada Mega bersatu dengan dokter Raka. Mika mencoba tersenyum dengan sangat senang.
Baca selengkapnya
19
19                “Saya mulai pemeriksaan sekarang....”                Raka mulai memeriksa kondisi Mrs Johan. Mega mengganti alat medis yang harus di ganti, mengganti infus. Memberikan beberapa suntikan yang sudah di resepkan Dokter Rico padanya. Kebanyakan adalah beberapa serum antioksidan.                “Saya kira Mrs Johan hampir mencicipi teh setiap hari,” celetuk Mega. Ia rasa, teh sudah cukup untuk antioksidan agar menjadi anti kanker. Tapi ternyata, wanita ini terkena kanker. Luar biasa, hidup memang sulit di tebak.                “Dulu, waktu suami saya meninggal.” Mrs Johan mulai bercerita.
Baca selengkapnya
20
20                Raka langsung meraih tubuh Mika agar beban tubuh gadis itu bisa ia topang. Mika meremas dada kirinya dengan sangat tersiksa. Kesadaran wanita itu masih ada. Tapi kendali tubuhnya menghilang. Terdengar isakan yang sangat memilukan yang berasal dari Mika.                Tanpa sadar, Raka sudah mendekapkan tubuh Mika ke dalam pelukannya.                “Jangan menangis....” pesan Raka. Tapi Mika mendengarnya, tapi tetap saja dia mengabaikan pesan Raka. Tangisan Mika malah kian menjadi jadi.                “Semuanya ada di tangan Tuhan. Bukan di tangan Dokter ....” Raka masih bersuara dengan lemah lembut, sembari seseka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status