All Chapters of Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!: Chapter 31 - Chapter 40
96 Chapters
Bab 31
Bab 21 "Memangnya kamu siapa? Jangan ikut campur!" Bang Arman melotot garang dengan dada sedikit dibusungkan ke depan, menantang Mas Abi. Postur lebih tinggi Bang Arman memang, namun Mas Abi lebih kekar dan berisi dibandingkan mantan suamiku itu. "Harusnya aku yang balik bertanya. Kamu siapa? Kamu itu bukan siapa-siapa bagi Kania, kecuali mantan suami." Mas Abi menekan ucapannya di kalimat "mantan suami". "Asal kamu tahu ya, Arman." Bapak kali ini ikut membuka suara. "Nak Abimanyu ini calon suaminya Kania. Pengganti laki-laki yang tak berguna seperti dirimu!" Ekspresi Bang Arman tampak terkejut. Namun ia berusaha untuk menata bahasa tubuhnya. Aku pun tak kalah terkejutnya. Kenapa Bapak bisa tiba-tiba terpikir untuk berkata demikian. Entah bagaimana ekspresi Mas Abi. Pasti ia pun tak kalah terkejutnya dari aku dan Bang Arman. "Oh, hebat banget. Padahal belum lama bercerai dariku." "Untuk apa lama-lama larut dalam kesedihan, Arman? Apalagi laki-laki sepertimu tak pantas untuk di
Read more
Bab 32
Cepat aku menyambar remote televisi di atas meja untuk menambah volume. Kubaca satu persatu tulisan yang tertera di bagian bawah layar. Astaghfirullah, ternyata Bu Rahma terlibat kasus pembunuhan? Tapi, pembunuhan siapa? Tanpa kusadari, ternyata aku sudah berada di depan televisi layar datar itu. Wajah yang ditutupi masker itu terus tertunduk dengan mengenakan baju tahanan berwarna oranye. "Astaghfirullah, ternyata dia membu-nuh suami dan selingkuhannya, Mbak Kania." Mas Darmo berkomentar. Aku menggeleng tak habis pikir, kenapa dia sanggup melakukan perbuatan senekat itu. Drrrt drrrt. Getaran sekaligus dering ponsel berdering di kantong dasterku. Nama Mas Abi tertera di layar. "Halo, assalamualaikum, Mas." "Wa'alaikumussalam, Kania. Kamu sudah lihat berita di televisi?" ucap Mas Abi di seberang telepon. "Sudah, Mas. Bu Rahma membu-nuh Pak Wahyu?" "Ternyata hanya masih percobaan pembu-nuhan, Kania. Barusan sudah ke luar berita terbaru. Aku tadi tanya pada Irwan. Pak Wahyu suda
Read more
Bab 33
Ia menatapku dengan tatapan nyalang. Tebersit rasa iba, karena tersirat kekhawatiran yang mendalam akan kondisi ibunya.Arman memang berbeda dari anak-anakku yang lain. Ima dan Ella saja tidak pernah peduli lagi, sejak tahu kalau aku ternyata memiliki utang yang banyak pada Kania--ipar yang selama ini mereka hina.Tapi, persoalan ini Arman tidak perlu tahu. Biarkanlah aku yang mengatasinya sendiri. "Tapi, Bu. Ibu kelihatannya sedang nggak baik-baik saja. Aku khawatir.""Sudahlah! Ibumu ini bukan anak-anak. Dan kamu tahu kalau ibu itu paling nggak suka diatur-atur 'kan?"Putraku itu mengangguk lirih. Ia memutar tubuhnya dan duduk di sofa.Kulanjutkan langkah menuju lorong samping yang jarang sekali ada yang melewatinya. Karena ini adalah jalan menuju gudang yang sudah tidak terpakai.Cepat kutekan nama Indra dari daftar kontak. Tak lama suara nada sambung terdengar di ujung telepon."Ya, halo, Bu Rahma? Ada yang bisa dibantu?""Oh, tentu saja. Justru karena itu lah aku meneleponmu. Ka
Read more
Bab 34
(Masih) POV BU RAHMAAku mulai ketar-ketir dibuat lelaki muda itu. Kurang ajar, malah dia yang balik mengancam. Kalau sampai Indra mundur dari pekerjaan ini, bisa gawat. Mana mungkin aku melakukan itu sendiri."Oke, oke, aku minta maaf sama kamu, Indra," ucapku. "Aku mohon, kamu mau membantuku ya. Tolong, Nak Indra.""Nah, begitu 'kan enak didengar, Bu Rahma. Saya ini bukan detektif abal-abal. Banyak kasus yang saya tangani dengan bayaran yang jauh lebih mahal dari bayaran anda. Jadi, jangan terlalu bertingkah, Bu."Aku meneguk ludah. Bocah ingusan ini membuatku benar-benar mati kutu.Dua hari kemudian, panggilan masuk ke ponsel saat aku tengah sarapan dengan selembar roti dan selai cokelat di atasnya. Sudah dua hari ini, perutku hanya masuk makanan seadanya. Sungguh rasanya tidak bernafsu untuk makan."Halo, Indra. Bagaimana, sudah ada kabar di mana keberadaan suami saya?" tanyaku langsung tanpa berbasa-basi."Ya sudah dong, Bu. Anda tenang saja. Sekarang saya sedang di lokasi di man
Read more
Bab 35
"Dasar, lelaki kurang ajar, bia-dab, breng-sek, nggak tahu diri. Ternyata uangku kamu curi demi perempuan ja-lang ini, huh?""Kamu ngomong apa sih, Dek?" tanya Bang Wahyu sok polos."Nggak usah berlagak nggak tahu!" teriakku sampai sampai terdengar membahana di kamar tersebut.Bugh. Aku terkejut karena sebuah pukulan benda tumpul mengenai tengkuk belakang. Ternyata Rossa mencoba melumpuhkanku dengan memukulkan pajangan yang terbuat dari kayu. Hanya saja pukulannya tidak terlalu kuat.Terasa sakit memang. Tapi entah kekuatan dari mana, aku tetap masih bisa berdiri meski menahan rasa sakit.Kuputar balik tubuh dan menatap tajam ke arah wanita berkulit putih itu. "Berani kamu memukul aku? Aku ini istri sah lho! Memang zaman sekarang ini semua pelakor memang nggak punya malu."Kuayunkan kembali tongkat kasti itu ke arah Rossa yang beringsut mundur.Bugh bugh bugh."Aaaaw! Ampuuun ... Sakiiit, Bu, sakiiit," teriaknya.Aku tak peduli. Pukulan terus kulayangkan ke tubuh pelakor itu."Ini c
Read more
Bab 36
Langit terlihat begitu mendung. Awan hitam menggumpal menyelimuti sebagian langit. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi.Kubenahi hijab voal-ku dari pantulan kaca jendela, lalu pandangan kembali jatuh pada langit yang terlihat jelas dari lantai tiga pabrik batik.Napas kutarik dalam-dalam, menikmati udara yang masuk dari celah jendela yang sengaja kubuka sedikit.Tak lama kemudian ponsel berdering dari dalam saku celana. Kurogoh kantong celana untuk mengambil benda pipih tersebut. Huuuf ... Kubuang napas kasar. Telepon dari Bang Arman.Aku berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetuk ponsel. Masih menimbang-nimbang, untuk mengangkat telepon dari Bang Arman atau tidak.Lelaki itu masih saja terus menelepon meski sudah kuabaikan berkali-kali. Ah, lebih baik kuangkat saja. Setidaknya aku tahu maksud dia menelepon itu apa."Halo, mau apa lagi kamu menelepon, Bang?" angkatku ketus."Jangan ketus begitu dong, Dek," tukasnya dengan nada lembut.Bola mataku berputar malas seraya menghembuska
Read more
Bab 37
Aku terkesiap mendengar perkataan Mas Abi. Ternyata dia masih memiliki istri? Ugh, ada yang melenguh perih di ulu hati."Oh ya. Aku baru tahu, Mas. Kamu nggak pernah cerita apa-apa selama ini." Aku mencoba untuk tetap bersikap biasa saja."Nama istriku Alicya. Biasa dipanggil Alice. Bapaknya Jawa dan ibunya asli Jerman. Kami menikah tiga tahun lalu," jelasnya."Lalu, di mana Alice sekarang?" tanyaku. Rasa penasaran di balik hati yang merintih perih. Apa-apan ini? Apa aku sudah jatuh cinta pada lelaki kharismatik ini?"Dia pergi meninggalkanku begitu saja, demi seorang pria bule. Aku memergoki mereka di sebuah hotel di Jakarta. Dan dia lebih memilih pergi bersama laki-laki bule tersebut." Tiba-tiba ia menatapku. Dapat terbaca sorot kesedihan di mata teduhnya. Cepat-cepat aku menundukkan kepala. Tak tahan rasanya lama-lama bertemu pandang dengannya."Apa Mas sudah bercerai dari Alice?" tanyaku sangat hati-hati. Khawatir menyinggung perasaannya."Aku sudah menjatuhkan talak ketika memer
Read more
Bab 38
"Nggak usah banyak bicara, Nia! Kalau kamu masih mau bertemu dengan anakmu, aku tunggu kamu sekarang juga di rumah ibuku."Klik. Tut ... Tut ... Tut. Panggilan telepon ia putuskan secara sepihak begitu saja.Tanganku yang tengah menggenggam ponsel, bergetar cukup hebat. Astagfirullah, kenapa Indah bisa bersama Bang Arman? Lalu ke mana Mas Darmo dan Mbak Yuli? Kenapa mereka tidak mengabariku tentang hilangnya Indah? Tidak mungkin mereka tidak mengetahuinya."Ada apa Kania? Kenapa wajahmu begitu pucat? Apa yang sudah Arman katakan?" tanya Mas Abi. Raut wajahnya ikut menyimpan perasaan risau. Mungkin karena melihat wajahku yang pucat pasi."Indah, Mas, Indah ...," ceracauku panik. Tanpa sadar tanganku sudah menggenggam lengan Mas Abi, kemudian mengguncang-guncangkannya."Kamu terangkan dulu diri kamu, Kania. Jelaskan pelan-pelan. Ada apa dengan Indah?" "Indah diculik, Mas," ucapku dengan suara gemetar. Saat ini aku benar-benar panik. Walaupun Indah sedang berada dengan ayah kandungnya,
Read more
Bab 39
"Ya sudah, kita langsung saja mengecek keadaan di dalam. Biar aku yang dorong pagarnya." Mas Abi bergegas turun dari mobil, kemudian cepat-cepat ia mendorong pagar bercat hitam itu.Aku menunggu di mobil sambil meremas-remas tangan, khawatir. Jangan-jangan, Bang Arman melakukan sesuatu kepada pasangan suami istri tersebut.Bang Arman kembali masuk ke mobil. Setelah menginjak kopling, lalu kaki kanannya menekan pedal gas langsung masuk ke pekarangan.Begitu mobil berhenti, tanpa membuang waktu aku segera turun dari mobil. Dengan berlari cepat aku masuk ke rumah yang pintunya terbuka lebar."Mas, Mas Darmo ...." Aku berlari dan berteriak hingga ke bagian tengah rumah, sambil mengitari pandangan ke seluruh area rumah. "Mbak Yuli, Mbak, kalian di mana?""Bagaimana Kania? Ada mereka?" Mas Abi berdiri di depan pintu.Aku menjawab dengan gelengan kepala."Biar aku periksa ke rumah mereka.""Tunggu, Mas, aku ikut." Suara flatshoes-ku berderap di atas lantai, saat berlari menyusul Mas Abi.Ter
Read more
Bab 40
POV AUTHOR"Ayo, Bu, diminum obatnya," ujar salah seorang perawat. Namun Bu Rahma tetap saja bergeming. Pandangannya kosong. Hanya menatap lurus ke luar jendela. Perawat wanita tersebut tak putus asa. Ia mengambil beberapa jenis obat-obatan yang berbentuk pil dan ada juga yang berbentuk kapsul. Pelan ia mengusap punggung Bu Rahma. Kemudian ia mengangsurkan empat jenis obat tersebut beserta segelas air di tangannya, ke arah wanita paruh baya itu."Ayo, dong, Cantik, diminum obatnya. Biar cepat sembuh, nanti kalau sudah sembuh bisa pulang," bujuk gadis itu lagi.Dan Bu Rahma tetap saja diam bergeming dengan tatapan kosong. Entah apa yang menjadi pusat perhatiannya di depan sana. Sepertinya ia begitu menikmati titik pandangnya di depan sana, ketimbang perawat tadi.Perawat bernama Ratna itu menghela napas. Sebenarnya ia sudah terbiasa menghadapi pasien seperti Bu Rahma ini. Mendingan pasiennya yang satu ini hanya diam. Banyak sudah pasien yang ia hadapi dalam keadaan mengamuk, menangis
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status