Semua Bab AKU SANG ISTRI BOSS: Bab 21 - Bab 30
109 Bab
21. Hati yang Terenyuh
"Rendra, berhenti!" pintaku dengan suara agak lantang.Kuperhatikan dari dalam mobil dengan jendela yang terbuka. Kasih tertunduk sambil berlutut di pinggir jalan di depan sebuah restoran. Tangannya menutupi wajah, seraya terisak-isak. Ia tampak tak peduli pada beberapa orang yang lewat menoleh padanya.Sementara di depannya seorang pemuda yang tak lain adalah Rinaldi berdiri seperti berteriak memaki-maki. Hatiku terenyuh.Di samping Rinaldi, berdiri pula seorang wanita lain yang berwajah angkuh. Tangannya bersilang sombong di dadanya. Gaun merah marun membuat ia tampak lebih memuakkan.Aku tanpa pikir panjang turun dari mobil dan menghampiri mereka."Jadi kamu udah tahu maksud aku yang sebenarnya, 'kan?" jerit Rinaldi dengan mata nyalang di depan Kasih."Kenapa, Di, kenapa kamu sejahat ini?""Jahat? Siapa yang jahat, Kasih." Rinaldi tersenyum sinis. "Ini hanya bisnis. Jangan tersinggung.""Kurang ajar kamu, Di." Kasih terus tersedu-sedu, air matanya berurai."Hentikan tangisanmu itu,
Baca selengkapnya
22. Mendekap Erat
"Mbak?" Aku mengeraskan suara, karena samar dihapus hujan. Tubuhku, juga tubuh Kasih, sudah sepenuhnya basah dan tak peduli lagi petir menggelegar mengamuk di sudut langit sana."Mau apa kamu, Cin?" Suara Kasih terdengar pelan.Aku ikut berlutut di sampingnya. Kupegang tangannya. Ia menepis, tapi aku tetap kuat memegang tangannya."Dasar bodoh!" ujarku."Kan, cuma mau bilang aku bodoh."Aku langsung mendekap Kasih erat. Erat sekali. Ia agak meronta untuk melepaskan dekapanku. Tapi semakin ia meronta, semakin aku kuatkan dekapanku padanya hingga ia tak dapat bergerak lagi dan pasrah."Bodoh," lanjutku, "kenapa harus lari dariku, kamu itu butuh pelukan seperti ini. Jangan pura-pura kuat. Jangan menanggung semua luka sendirian." Hujan agak melambat. "Cinta?" Suara Kasih serak."Selama ini sebenarnya kamu capek, 'kan?"Kasih terus terisak dalam pelukanku."Kamu selalu terbebani untuk membuat Ibu bangga, 'kan? Kamu pura-pura kuat dan terus belajar untuk berprestasi, kamu lulus kuliah cep
Baca selengkapnya
23. Anak Kecil Itu
Esok paginya kami hendak menjenguk Kasih ke rumah sakit. Di sebuah lorong menuju ruang perawatan, seorang anak kecil lelaki, barangkali tiga atau empat tahun sedang menangis sendirian.Melihat anak kecil itu, melas rasanya hatiku. Kutarik lengan Mas Rama untuk mendekatinya."Adek, kenapa nangis?" tanyaku halus.Anak itu malah melempariku dengan jajanan yang tadi ia genggam. Aku memungut jajanan itu dan menyosorkan padanya. Ia menepis, masih sambil menangis.Beberapa saat setelah itu, seorang wanita paruh baya dengan baju hijau zamrud menghampiri. "Maaf, anak saya nakal ya?" Wanita itu matanya sembab. hidungnya memerah dan matanya berair. Jelas sekali ia habis menangis.Anak itu meronta-ronta tak terkendali, membuat Ibunya yang menghampirinya kembali meneteskan air mata."Mbak, Mas, bisa titip anak saya ini. Dia memang agak hiperaktif. Saya harus ngurus Papanya yang lagi kritis. Tolong ya Mas, Mbak," mohon wanita itu pada kami."I-iya." Wanita itu bergegas pergi, sambil menutupi hidu
Baca selengkapnya
24. Kejutan
Puasa kesekian. Langit kota Jambi cerah biru membentang. Suara hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang terdengar harmoni.Mobil kami sudah berada di ruang parkir Aurora Corps jam 9.00 pagi itu. Seperi biasa, Mas Rama membukakan pintu untukku sebelum turun. Aku turun perlahan lalu menggamit tangannya mesra. Kami bersama-sama menuju ruangan direktur. "Selamat pagi, Pak Panorama," sapa petugas keamanan perusahaan yang berjaga di pintu masuk.Ah, satpam saja tahu Mas Rama, masa Rinaldi yang manajer keuangan tak tahu. Batinku.Aku dan Mas Rama mengangguk pelan dengan senyum tipis di bibir. Setelah memasuki kantor itu, beberapa karyawan menunduk dan menyapa kami tiap berpapasan. Kami pun membalas dengan anggukan dan senyum pula.Ceklek. Kami memasuki ruangan direktur."Mas, Mbak?" tegur Tara melihat kami masuk. Dua orang lain berada di ruangan itu sedang berbincang-bincang dengan Tara.Tara tampak elegan dengan blezer dan celana hitam. Ia berjalan anggun mendekati kami. "Duduk, Mas, Mbak Ci
Baca selengkapnya
25. Si Tua Genit
"Tidak, apa yang anda akan lakukan pada saya, Pak Rama?" rengek Rinaldi. Namun dua orang lelaki itu langsung memegang lengannya dan menariknya hingga berdiri. Tangan Rinaldi kemudian dicekal dan dikunci dengan borgol plastik. "Ini barang buktinya, Mas." Tara menyerahkan dokumen merah, Mas Rama membuka dan ia langsung tersenyum. "Transfer uang perusahaan senilai 1,3 milyar ke sejumlah orang yang dilaporkan sebagai client, tapi nyatanya client fiktif. proyek fiktif, pesanan fiktif. Ini jelas kasus pencucian uang, suadara Rinaldi!" "A-apa? Dari mana anda tahu?" "Ah, jangan bodoh Rinaldi. Aku? Hal seperti ini saja tidak tahu?" Mas Rama menunjuk dirinya sendiri, lalu menghempaskan map itu ke atas meja. "Si*lan kamu Rama! Kamu pura-pura miskin dan jadi orang lain hanya untuk mencari tahu semua ini, 'kan?" "Memang sih." Aku menjawab, sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. "Ini semua rencana Mas Rama." Rinaldi tak berkutik dalam penjagaan dua anak buah Mas Rama. Matanya menatap taja
Baca selengkapnya
26. Kedatangan Ulya
Aku terjebak dalam ruangan dekan genit, buaya cap kelinci hutan yang sudah diujung syah**tnya saat menatapku. Jantungku berdegup tiada hentinya setelah kulayangkan tamparan sekeras padanya. Ia meringis sebentar, tapi kemudian matanya nyalang dan bengis.Tuhan, apa yang akan ia perbuat padaku? Selamatkan aku, Tuhan. Tanganku perlahan meraih ponsel untuk menelepon Mas Rama. Namun tangan Pak Dekan langsung menyambar ponsel yang kukeluarkan dari tas. Aku menarik tangan sehingga sambarannya tak mengenai ponselku."Mau hubungi siapa, hah?" Lelaki berambut tipis itu menyeringai."Kamu cuma saya minta pegangan tangan gak mau, kalau begitu sekarang saya terpaksa memaksa kamu untuk ciu-"" terusnya."Sadar, Pak! Bapak orang terhormat." "Hahaha. Kita nikmati saja."Tok tok tok. Suara pintu diketuk.Tok tok tok! Lebih keras.Semoga seseorang masuk dan aku selamat. Semoga. Tuhan, kirimkan orang lain untuk mengeluarkanku dari sarang buaya ini.Tok tok tok! Sekali kagi. "Kamu masih beruntung, Cinta
Baca selengkapnya
27. Sampai Tutup Usia
"Lov!?" panggil Mas Rama.Jangan cuma panggil Mas. Nggak bakal aku toleh sampai suaramu kering pun. Kejar, Mas, kejar aku.Mas Rama mengejarku yang sudah lima meter di depannya. Seiring terus berjalan, mobil putih berlogo Honda itu pun berlalu, dan Ulya sempat menyapa Mas Rama pula dari dalam mobil."Lov? Kamu marah ya?"Aku diam saja dan terus berjalan di trotoar. Mas Rama meraih tanganku, kutepis. Aku duduk di sebuah bangku pinggir trotoar tepat dibawah pohon yang agak rindang. Beberapa kendaraan berseliweran di depanku.Mas Rama menghampiriku dan mencoba memegang tanganku lagi. Kutarik tanganku yang tadi kuletakkan di atas paha.Pandang kubuang jauh menerawang. Bibit kugigit."Hei, cewek?" goda Mas Rama sambio tersenyum. Rupanya ia sudah mengambil setangkai bunga yang mungkin ditanam di samping trotoar. Bunga daisy. Aku masih tak acuh pada Mas Rama. Kesalku bertalu-talu riuh dalam dada. Liar seperti genderang perang bangsa Troy melawan Spartan."Ya udah kalau gitu aku nyanyi," kat
Baca selengkapnya
28. Todongan Pistol
"Ada apa lagi, Cinta?" tanya Ibu seperti sinis saat aku datang ke rumahnya. Ibu tak beranjak dari sofa saat aku masuk."Menjenguk Mbak Kasih, Bu. Sekalian silaturahim. Ini Cinta bawa makanan untuk buka." Aku mengangkat plastik berisi makanan takjil, dan lauk-pauk dari rumah makan padang paling terkenal.Sebelum sempat kemari, kami sengaja membeli makanan di toko kue dan mampir ke rumah makan Padang favorit Mas Rama. Mas Rama yang memintaku untuk membelikan banyak makanan agar bisa jadi santapan buka di rumah Ibu."Iya gitu dong, kalau kesini itu bawa makanan," lugas Ibu. Aku meraih tangan Ibu dan ia tak menepis seperti sebelumnya. Ia biarkan tangannya kucium."Rama, sebenarnya kamu kerja di mana sih? Kok penampilannya rapi sekarang, terus bawa mobil bagus lagi." Ibu melirik mobil Mercedes Mas Rama yang terparkir di samping mobilnya."Di kantor, Bu. Baru mau bekerja di Lovamedia." Mas Rama"Ooh, syukurlah kalau begitu. Jadi kamu nggak harus menyusahkan anak saya, Cinta.""Saya tidak ak
Baca selengkapnya
29. Ancaman Besar
Robert menarik tanganku lalu menodongkan pistol itu tepat di kepalaku."Jangan macam-macam, Rama! Atau dia kutembak."Aku berteriak namun Robert lekas membentakku untuk diam. Seketika aku meredam suaraku karena ketakutan."Jangan sakiti Cinta kalau anda tidak mau menyesal seumur hidup.""Kalau begitu biarkan saya pergi. Jika tidak, malam ini anda tidak akan melihat istri anda lagi.""Perintahkan anak buah anda di depan untuk tidak melakukan tindakan apapun terhadapku kalau Cinta mau selamat," ancam Robert lagi."Licik anda!""Anda baru tahu ternyata. Jangan harap anda dapat mengalahkan kami. Ayah anda saja kami habisi. Apalagi anda yang masih bau kencur.""A-apa? Jadi kalian lah yang menyebabkan Papa kecelakaan?""Hahaha. Rama, Rama. Jangan terlalu polos, mana ada kecelakaan seperti itu tak sengaja. Semua sudah direncanakan oleh bos kami."Mata Mas Rama berubah nyalang dan tangannya menggenggam erat. Nafas Mas Rama kembang kempis, ada emosi super besar yang keluar dari auranya.Jantun
Baca selengkapnya
30. Jadi Karyawan
"Anti yang kuat, pasti Mas Rama nggak kenapa-kenapa. Habis teraweh ana sama Mas Zaky insyaAllah ke rumah sakit ya.""Syukran, Ai.""Ya udah, jangan banyak nangis. Nanti ana hubungi lagi. Assalamu'alaikum."Sedekah? Benar kata Aidhan. Bukankah sedekah dapat memperlambat ajal? Bukankah ada haditsnya tentang seorang pemuda yang akan dicabut nyawanya, namun malaikat Izrail menundanya hingga puluhan tahun ke depan, hanya karena orang itu bersedekah.Kubuka rekening, kutransfer tiga ratus juta ke rekening pesantren yatim piatu Al-Mahabbah. Beberapa ratus juta lainnya juga kutransfer ke yayasan lain. Rekeningku terkuras. Semoga dapat menjadi wasilah kesembuhan Mas Rama.Aku kembali ke depan ruang IGD dimana Bunda, Tara dan Rendra masih menunggu. Lima belas menit kemudian, seorang perawat menyeru."Keluarga Bapak Panorama Angkasa?"Bunda dan aku segera mendekati perawat itu."Saya istrinya, Sus.""Bapak Panorama akan segera dipindahkan ke ruang perawatan, silakan bagi keluarga untuk mengurus
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status