Semua Bab AKU SANG ISTRI BOSS: Bab 11 - Bab 20
109 Bab
11. Tuduhan Rinaldi
"Kalau gitu disengat lebah aja lagi, biar ketemu bidadari lagi.""Dih, jangan dong!" Mas Rama memegangi pipi dengan dua tangannya. Waktu itu memang pipinya itu bengkak bak balon karna disengat beberapa lebah penyengat.Setelah kami selesai membereskan makanan dan mencuci piring, kami bersiap-siap pergi ke mushola untuk salat isya dan tarawih berjama'ah. Aku meminjam baju rindu dan Mas Rama kupinjamkan baju Mas Bagus.Ketika kami melewati ruang tamu hendak keluar rumah, tiba-tiba Rinaldi, pacar Kasih, menyeru pada Mas Rama."Hei Rama! Ternyata kamu juga suka main proyek gelap ya?" katanya sambil menurunkan kaki yang tadi disilangkan."Maksudnya?" dahi Mas Rama berkerut. Langkah kami terhenti."Kalau nggak kok bisa kamu beli ponsel mahal seperti itu yang harganya bisa lima puluh jutaan?""Maksud Mas Rinaldi apa ya?" tanya Mas Rama sambil agak menyipitkan mata."Itu uang mana yang kamu embat?""Saya InsyaAllah tidak pernah mengambil hak siapapun, kok.""Jangan sok polos kamu, Rama. Aku t
Baca selengkapnya
12. Jangan Ketahuan Dulu
Bab 12 Jangan Ketahuan DuluMas Rama dan aku sudah janjian dengan Pak Ali untuk berkunjung dan berbincang-bincang dengannya esok. Besar harapan kami untuk dapat menggali informasi soal Robert, yang berkemungkinan ada hubungannya dengan masalah perusahaan Rama Corps.Setelah shalat tarawih malam itu, kami kembali ke rumah Ibu tepat pukul 21.00. Rindu berbaik hati meminjamkan kamarnya untukku dan Mas Rama, sementara ia mengungsi ke kamar Kasih. Tentu saja Kasih menggerutu panjang kali lebar. "Aku kok jadi takut ya, Mas." Aku menyandar ke punggung Mas Rama yang duduk di ranjang sambil memainkan ponsel."Takut kenapa?" Mas Rama meletakkan ponselnya."Kalau Pak Robert tahu kamu pemilik Rama Corps, gimana?""Jangan sampai tahu dulu.""Tapi lama-lama pasti tahu.""Setidaknya saat itu tiba, kita udah siap-siap.""Kalau Ibu dan Kasih tahu kalau kamu itu kaya, gimana ya ekspresi mereka?""Kalau itu entah ya, nggak penting juga mereka tahu aku kaya atau nggaknya nanti. Yang penting, kita bongka
Baca selengkapnya
13. Mengerjai Ibu
Bab 13 Mengerjai IbuKami diam, hanya saling tatap sambil meletakkan telunjuk ke bibir. Tawa kutahan."Rindu, makanan sahur mana?!"Aku membungkam mulutku sendiri."Udah mau insyaf ini, belum sahuur.""Imsak kali, bukan insyaf," gumamku pelan.Memang seharusnya Ibu insyaf dulu sebelum waktu imsak datang.Sebenarnya, makanan untuk sahur sudah ada di dalam kulkas, tinggal menghangatkan saja. Ibu saja yang teramat malas hingga tak kepikiran untuk membuka kulkas. Semuanya mengandalkan tenaga Rindu. Ah, katanya orang kaya, tapi kenapa nggak ambil pembantu aja sih. Malah anak sendiri dijadikan babu."Rinduuu, Cinta!" pekik Ibu seperti frustasi.Rindu mau beranjak dan hampir menyahut. Namun aku segera menahan tangannya dan menggeleng cepat ia agar tetap diam di tempat. Mas Rama ikut cekikikan. Kadang Mas Rama juga bisa diajak bercanda sesekali. Bahkan memang sering jahil juga.Jam setengah lima dan 9 menit lagi imsak. Saatnya keluar kamar. Ibu, Kasih dan Mas Bagus duduk di meja makan dengan
Baca selengkapnya
14. Menangkap Banyak Tikus Sekaligus
Bab 14 Menangkap Banyak Tikus SekaligusIbu menelpon lagi. Sampai empat kali.Terkahir, pesan whatsapp masuk dan sesuai tebakanku, itu dari Ibu.[Cinta, enak nian kamu bisa pakai mobil majikan.]Tak kubalas.[Sebenarnya kamu itu pambantu atau bukan, sih, kok pake dijemput sama sopir pribadi majikan?]Tuh, kan. Ibu sudah mulai sport jantung.Sebaiknya tak kubalas. Biarlah Ibu resah dalam rasa penasarannya beberapa saat.Sesampainya di rumah Pak Ali. Kami dipersilakan masuk. Namun Mas Rama hanya menyalami Pak Ali dan istrinya yang sudah agak berumur. Kami tidak bisa menunggu lama, jadi kami langsung mengajaknya menuju rumah saudaranya yang berada tak jauh dari rumahnya itu.Ya, tak jauh kalau pakai mobil. Kalau jalan kaki tetap kauh sih.Tak sampai sepuluh menit, kami tiba di depan rumah kayu sederhana bercat hijau yang sudah mulai luntur dimakan zaman."Nah, ini rumah saudara saya, lebih tepatnya adik bungsu saya yang pernah kerja sama Robert." Pak Ali menyilakan kami menuju rumah itu.
Baca selengkapnya
15. Ibu KEPO
Bab 15 Ibu KEPOAku mengangguk, juga menelan ludah karena jantungku berdegup makin kencang dalam situasi ini. Entah kenapa ada perasaan tak enak yang menyusup begitu saja dalam hatiku."Aku takut, Mas.""Jangan takut, kita di jalan yang benar. Tapi maafkan kalau nanti keluargamu bisa terluka, terutama Ibu dan Kasih. Mereka akan terpukul berat sekali.""Nggak apa-apa, Mas. Mungkin itu teguran Allah untuk kesombongan mereka, apalagi ini bulan Ramadhan, mungkin Allah ingin menurunkan hidayah melalui pengungkapan ini.""Baik, terima kasih, Pak Salman." Mas Rama menyalami pengacara itu. Lelaki paruh baya itu lekas memberesi kertas-kertas di atas meja dan memasukkannya dalam case hitam, lalu ia pamit membawa case tersebut.Mas Rama melirik arloji yang melingkar di lengannya. "Sebentar lagi Zaky dan Ai akan datang."Mas Rama tak mengenakan jam tangan itu selama di rumah Ibu, karena arloji itu sama merk-nya seperti yang dipakai Kasih. Harganya ratusan juta. Belinya di Singapura. Bisa lebih me
Baca selengkapnya
16. Mulai Menduga Duga
Bab 16 Mulai Menduga-dugaKudengar suara Ibu terengah-engah berlomba-lomba dengan tarikan napas yang cepat. Barangkali jantungnya itu berdegup di angka 160 per menit, jauh di atas normal."Beginilah nasib orang miskin, Bu, cuma bisa numpang foto aja. Oiya, Bu, aku segera pindah profesi, jadi staf di perusahaan majikan, syukur-syukur kalau nanti-nanti diangkat jadi asisten manajer, deh.""Asisten manajer? Jangan bercanda kamu, Cinta!""Iya, Bu. Cinta bercanda, berharap terlalu tinggi kayaknya. Udah dulu ya, Bu. Cinta sama Mas Rama ada ketemuan temen di Grand One cafe nih.""Apa? Grand One? Itu cafe mahal, Cin."Astaga. Aku pake sebut nama cafe tempat kami bertemu segala, apalagi kalau Ibu tahu aku dan Mas Rama booking ruang VIP. Jadi lebih curiga ia nanti. Bisa jadi Ibu mulai menyelediki siapa Mas Rama sebenarnya. Ah, tidak. Tidak usah panjang lebar lagi, deh."Sudah dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum."Kupencet tombol merah untuk menutup telepon sebelum Ibu ngoceh lagi. Biarkan dia ngoceh
Baca selengkapnya
17. Tuduhan Iri
Bab 17 Tuduhan Iri"Eh, ngapain gandeng istri Mas?" Mas Rama melerai."Ih, aku kan kangen sama Mbak Cinta, Mas. Lagian Mas pake nggak pulang semalam. Aku 'kan mau curhaaaat." Gadis berambut bergelombang cantik itu mencebikkan bibirnya.Kami beranjak ke meja makan untuk bersiap buka puasa."Soal cowok lagi? Kapan tobatnya sih?" Mas Rama menarik kursi di meja makan dan menyilakanku duduk.Kami kemudian duduk di meja makan."Nggak melulu soal cowok dong, Mas." Aurora duduk di sebelahku."Emang nggak puas apa deketin cowok bule di Inggris, Ra?""Cowok Inggris itu nggak bisa gombal!""Oh, pingin digombalin, Ra? Sini, Mas gombali.""Aah, Mas 'kan gombalnya cuma sama Mbak Cinta.""Sudah-sudah, ini mau buka puasa kok pada ribut." Seorang wanita usia lima puluhan mendatangi kami dan duduk di salah satu kursi. Bunda Syandi."Ini loh Bun, si Tara minta dinikahin," celetuk Mas Rama. "Siapa yang minta dinikahin sih, cowok aja nggak punya.""Tapi bohong, 'kan?" Mas Rama terkekeh."Sudah, Rama. Ja
Baca selengkapnya
18. Rencana Rama
Bab 18 Rencana Mas RamaEntah kenapa kalimat terakhir Kasih itu mengusik hatiku. Membangunkan rasa kesal yang tidur dalam lubuk hatiku."Bukan gitu, Mbak Kasih. Rinaldi itu tikus, tikus besar.""Eeh. Kamu berani ngatain cowok Mbak? Kalau gitu, suami kamu itu kebo. Kebo pembajak sawah yang penuh lumpur, gendut, bau, miskin lagi. Iiiih! Amit-amiiit."Makjleb. Sabaaar, Cinta."Datang aja lusa jam empat sore sampai buka puasa. Acara tunangannya dilanjutkan sengan sesi buka bersama. Tempatnya di gedung Aula Chatib Quzwain. Oh ya, kamu beli pakaian yang bagus sana jangan malu-maluin aku nanti. Eh, jangan kaget ya kalau tunangannya meriah, mungkin kamu belum biasa acara tunangan di gedung.""Tapi, Mbak ... Rinaldi itu ....""Udahlah, Cinta. Jangan iri dan dengki deh sama Mbak. Kamu cukup datang dan duduk manis aja sama suami kamu. Kalau kagum jangan buka mulut lama-lama ya."Tuut.Kasih menutup telponnya. Aku berdecak kesal dan mengentakkan kakiku ke lantai, membuat Mas Rama yang bersiap sha
Baca selengkapnya
19. Jangan Sentuh Istriku
Bab 19 Jangan Sentuh IstrikuIbu dan Mas Bagus tampak berbincang-bincang dengan teman-temannya masing-masing. Aku berinisiatif untuk menemui Kasih, sekedar mengucapkan selamat sebagai saudari kembar."Kasih, eh, Mbak Kasih, selamat ya." Aku mengulurkan tangan.Kasih menjabat tanganku, namun wajahnya masih tersenyum sinis. "Kamu iri 'kan, karena aku selama ini lebih baik darimu, Cinta.""Nggak, kok, Mbak. Aku malah seneng sekarang." Padahal memang, kadang aku merasa iri padanya, tapi untuk kali ini aku merasa lebih beruntung."Aku sudah buktikan, kalau aku bisa dapatin cowok yang lebih baik dari suamimu itu.""Ini bukan perlombaan atau kompetisi, Mbak Kasih."Kasih mengangkat sebelah bibir. Ia menyilangkan tangan di dadanya. Jam tangan mewah pemberian Rinaldi itu sengaja ia pakai, barangkali untuk ia tunjukkan ke orang-orang."Kalau kalah, orang memang selalu beralasan," gumamnya.Perasaanku membuncah."Kasih, kamu nggak sadar sudah tunangan dengan tikus?" Ya Allah, sampai keluar kata
Baca selengkapnya
20. Mengejar Saudariku
Mas Rama."Lov, kamu susul Kasih." Mas Rama menggoyangkan kepalanya menyuruhku mengejar saudariku."Lov, kamu susul Kasih. Biar aku yang tangani cowok ini." Mas Rama menggerakkan kepalanya sedikit, memintaku menyusul saudariku itu."Iya, Mas." Jam tangan Kasih yang kupegang kini kusimpan dalam tas Hermes-ku. Enak saja dikembalikan ke Rinaldi, yang namanya pemberian tak boleh diminta lagi.Aku berbalik dan mengejar Kasih. Sampai di depan gedung, Rindu bertanya, "Ada apa sih, Mbak?""Nanti aja ceritanya, Mbak mau ngejar Mbak Kasih." Rindu paham."Rindu ikut." Rindu berlari kecil di belakangku."Kasih, tunggu!" teriakku pada Kasih yang berjalan cepat menuju toilet wanita. Ia kemudian memasuki toilet yang mirip toilet hotel atau bandara itu. Aku dan Rindu menyusul."Aaaarghh!" teriak Kasih sekuat tenaga di depan cermin. "Aaaaarh!" Langkahku berhenti satu meter di sebelahnya. Ia memandangi cermin dan menatap wajahnya sendiri lamat-lamat."Kasih," ujarku "maaf aku yang membuat semua kekaca
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status