Semua Bab Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga: Bab 41 - Bab 50
134 Bab
Pertarungan di Pulau Bintan
Fajar baru saja menyingsing ketika enam kapal yang berukuran hampir sama dengan masing-masing memilii satu layar bergerak mendekati sebuah dermaga di tepi pantai, yang berada di wilayah Lagoi.Satu per satu kapal-kapal itu merapat ke dermaga, di antara kapal-kapal nelayan lainnya. Lalu semua penumpang pun turun.Zhou Hoaren sudah melihat rombongan Guru Ma, namun dia tetap menjaga jarak agar tidak diketahui oleh mereka yang ia kuntit.“Oh, jadi Guru hendak menuju ke Swarnadwipa,” ujar seorang wanita pada Guru Ma.“Amitabha,” Guru Ma mengangguk.“Maaf, Bibi,” ujar Feng. “Apakah Swarnadwipa masih jauh dari sini?”Sang wanita tersenyum. “Tidak,” jawabnya. “Jika dari sini, pulau besar itu memang tidak terlihat sebab begitu banyaknya pulau-pulau kecil yang menghalangi. Akan tetapi, dengan sekali pelayaran saja, kalian sudah bisa sampai di sana.”Huang mengedarkan pandangannya ke sana kemari, lalu berkata pada sang wanita. “Apakah di sini memang sepi?”“Begitulah, Nona manis,” jawab sang wan
Baca selengkapnya
Berpisah
Di luar dugaan, Hoaren cukup terkejut mendapati bahwa ternyata, Daiyun mampu menahan kekuatan serangannya.Daiyun mengernyit. “Cakar Naga Sholin? Kau―”Desg!Hoaren melancarkan satu serangan berupa tendangan cepat hingga mengenai dada Daiyun. Sementara Daiyun bergeser pijakannya ke belakang, Hoaren pula memanfaatkan daya pantul serangannya dengan berjumpalitan dua kali di udara ke arah belakangnya.Teph!Guru Ma menggunakan satu tangan menahan punggung Daiyun atau si Biksu Muda itu akan terjengkang menubruknya.Dentuman akibat beradunya tenaga dalam Hoaren dan Daiyun dalam jurus yang sama telah menarik perhatian banyak orang di sekitar. Termasuk, Kasim, si pemilik kapal yang sedianya akan ditumpangi oleh Feng, Huang, Guru Ma, dan Daiyun untuk meneruskan perjalanan mereka ke Swarnadwipa alias Andalas.“Apa yang terjadi di sana?” ucap Kasim pada seorang awaknya.“Entahlah, Pakcik,” jawab sang pemuda. “Sepertinya seorang itu hendak merampas barang bawaan Guru Besar.”“Kau bodoh!” balas K
Baca selengkapnya
Memburu Hoaren
“Berengsek!” Zhou Hoaren mempercepat larinya sehingga dia terlihat tidak lagi mencecah tanah melainkan berlari di atas rumpun belukar. “Siapa bisa menduga, hah? Biksu sialan itu ternyata punya tenaga dalam yang dahsyat!”Dia terus melesat ke arah selatan, sesekali, dia memanfaatkan batang pohon di hutan untuk melontarkan tubuhnya lebih jauh lagi ke depan.Lalu dia berjumpalitan beberapa kali hingga sepasang kakinya mendarat ringan di atas sebuah bukit batu rendah.Dia menyeringai menatap ke arah utara. “Apakah mereka masih mengejarku?”Swiing!Sosok bayangan merah diiringi suara berdesing menerabas semak belukar dengan sangat cepat.“Hoaren!” teriaknya dengan pengerahan tenaga dalam. “Jangan lari kau, keparat!”Burung-burung liar yang bertengger di beberapa pohon berterbangan ke udara sebab terkejut mendengar suara yang cukup lantang dan bergema di dalam hutan.“Cih!” Hoaren meludah. “Kau keras kepala, Nona Huang,” gumamnya. “Kejar saja aku, jika kau mampu!”Hoaren tidak berpikir bahw
Baca selengkapnya
Mengutuk Keadaan
Feng Da Jian tersenyum memandang Huang Fang Yin. Kekasihnya itu duduk dengan wajah yang datar dan dijejali oleh rasa kesal yang besar, di atas sebuah patahan batang pohon, di depan sebuah api unggun, di tengah belantara.Tapi setidaknya, Feng berpikir bahwa mereka tidak akan kelaparan malam ini sebab dia datang dengan membawa seekor anak menjangan di bahunya.Anak menjangan itu sendiri sudah ia potong-potong dan dibersihkan di sumber air yang dia temukan di hutan itu sebelumnya.Sekejap saja, potongan-potongan daging dengan tusukan ranting telah ditancapkan di sekeliling api unggun. Dia juga menaruh dua kantong kulit yang tampak menggelembung karena telah penuh terisi dengan air minum.Dia melirik sang gadis dan tersenyum lagi sebab masih mendapati wajah indah itu sedikit terlihat buram dengan kekesalan di dirinya.“Sudahlah, Adik,” ujarnya seraya mengawasi tusukan-tusukan daging yang dipanggang. “Jangan terlalu engkau pikirkan. Itu tidak baik.”“Aku hanya kesal, Kakak,” jawab Huang,
Baca selengkapnya
Tiga Penjahat
“Ahh, ke sinilah, Tuan Muda,” si pemilik penginapan berdiri dan melambaikan tangannya pada Hoaren. “Mari, duduk di sini bersamaku.”Zhou Hoaren tersenyum lalu duduk di samping kanan sang pemilik.Selagi pria Tiongkok tersebut menghampiri sang pemilik warung, ada tiga pria yang duduk di antara orang yang sedang menyantap sarapan mereka memerhatikan Hoaren.“Silakan!”Si pemilik menunjuk pada satu dari tiga penjaga warung. Salah satunya adalah si gadis yang tadi mendatangi kamar Hoaren.“Kau minta saja apa yang akan kau makan untuk sarapanmu,” lanjut si pemilik. “Juga, minumanmu. Tidak perlu bayar sebab uang yang kau berikan semalam padaku cukup banyak.”“Ah, senang mendengar itu,” sahut Hoaren.Pria Tiongkok tersebut memerhatikan setiap menu masakan yang tersusun rapi di dalam etalase tanpa kaca. Lalu menunjuk beberapa masakan yang ia inginkan.“Bagaimana dengan minumannya?”Hoaren tersenyum, gadis itu lagi yang bertanya padanya. Dia mengedipkan sebelah mata, tapi si gadis acuh tak acu
Baca selengkapnya
Bukan Hari Sial
“Hei, kau baik-baik saja?” penjahat kedua menghampiri penjahat pertama yang menerima pukulan lebih banyak di antara mereka bertiga. Bahkan, satu tulang rusuknya ada yang patah. “Ayo!”Penjahat ketiga pun menghampiri satu rekan mereka tersebut, membantunya berdiri, dan kemudian membawanya beristirahat di bawah sebuah pohon waru laut yang cukup besar dan rindang dengan bunganya yang kemerah-merahan.“Berengsek!” penjahat pertama mendengus, terduduk dengan bersandar ke batang pohon. Dia terbatuk lagi dan muntah darah lagi. “Sial! Kita tidak mendapatkan apa-apa, bagaimana aku akan bisa mengobati putriku?”Dua temannya hanya bisa mendesah halus.“Yah,” kata penjahat ketiga. “Sepertinya hari ini adalah hari sial bagi kita.”“Kupikir,” kata penjahat kedua. “Kita mungkin akan bisa mencari mangsa di pulau lain. Di sini masih terbilang cukup ramai dan pasti ada saja orang seperti pria yang tadi itu.”“Hei!” Penjahat ketiga melihat bayangan. Dia menunjuk ke arah tersebut. “Lihat dua orang itu!”
Baca selengkapnya
Di Atas Kapal Kecil
Setidaknya, ada tiga kapal yang melepas tali dan memulai pelayaran ketika Feng dan Huang tiba di sebuah dermaga yang ada di sisi barat Seri Kuala Tanjung. Kapal-kapal itu bukanlah jenis kapal besar yang memiliki banyak geladak.Hanya sebuah kapal kecil yang terlihat seperti sebuah perahu yang cukup panjang lalu diberi atap. Sedangkan para penumpangnya, duduk dengan sedikit berdesak-desakkan pada bangku-bangku papan yang bersekat.Masing-masing kapal memiliki sayap di kiri kanannya, atau sering juga disebut cadik. Dan sebuah layar terkembang di bagian sepertiga ke depan, dikendalikan oleh seorang awak yang duduk santai di atas atap kapal.Dua awak lainnya berdiri di bagian haluan sebagai penunjuk arah, dan awak terakhir berdiri di buritan sebagai pengatur arah kapal.“Di mana?” Huang berdiri di tepi dermaga, menelisik kapal-kapal yang ada. “Di mana bajingan itu?”“Di sana!” Feng menunjuk pada kapal yang di tengah di antara tiga kapal yang telah bergerak menjauh.Sementara itu, Hoaren m
Baca selengkapnya
Dari Satu Pulau ke Pulau Lainnya
Dengung ketakutan dari penumpang kapal di bawah atap yang ia pijak membuat Huang akhirnya menyadari jika memaksa untuk bertarung dengan Hoaren sekarang juga, maka orang-orang tang bersalah itu pasti akan ikut terkena imbasnya.“Adik,” bisik Feng. “Tahan dulu amarahmu. Ini bukan tempat yang bisa kita jadikan sebagai medan pertarungan.”Sang gadis menghela napas lebih dalam untuk menenangkan gejolak amarah di dalam dadanya. Akan tetapi, dia juga tidak menyarungkan pedangnya demi mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin saja akan dilakukan oleh Hoaren.“Baiklah!” ucapnya dengan tegas. “Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu, penjahat!” tunjuknya pada Hoaren. “Akan tetapi, kau jangan senang dulu. Ini hanya sampai kapal berlabuh di pulau berikutnya!”Hoaren masih saja tertawa menanggapi dengan tangan berada di pinggang.“Aku semakin suka padamu, Nona Huang,” ujarnya tanpa memedulikan bahwa ada tunangan sang gadis di sana. “Selalu saja datang dengan mulut besar. Mungkin sifat pamanmu yang
Baca selengkapnya
Perangkap di Pulau Alai
Pada keesokan harinya, di siang hari, Feng dan Huang akhirnya juga tiba di Pulau Sugi. Dan setelah hampir seharian mengitari pulau tersebut tanpa lelah, keduanya mendapatkan informasi bahwa malam sebelumnya, Hoaren pernah menginap di salah satu pemukiman yang ada di selatan pulau.Sayangnya, si penjahat tersebut telah menghilang dari Pulau Sugi. Informasi tambahan yang didapat keduanya dari sebuah dermaga kecil di selatan itu, bahwa Hoaren telah pula menumpang sebuah kapal kecil menuju pulau berikutnya, Pulau Durian.Dengan tidak menghiraukan kondisi tubuhnya sendiri yang sudah kelelahan, Huang bersikeras untuk mengejar Hoaren. Dan mau tidak mau, Feng terpaksa menemani sang kekasih menuju Pulau Durian.“Keparat!”Brakk!Huang meluahkan kekesalannya pada sebuah batu besar di tepi laut hingga batu seukuran manusia itu hancur berantakan.Feng hanya bisa menyaksikan itu dengan helaan napas yang panjang. Dalam keadaan seperti ini, sang tunangan sudah sulit untuk diberi nasihat. Yaah, dia t
Baca selengkapnya
Segel Batu Giok
Pagi-pagi sekali, Feng dan Huang telah keluar dari penginapan, menyusuri pesisir timur Pulau Alai, dari utara bergerak ke selatan.Setiap keramaian yang mereka temukan, keduanya pasti bertanya pada penduduk tempatan tentang di mana letak kawasan Batu Limau. Dan mereka akan langsung bergerak begitu mendapatkan petunjuk arah.Sementara itu, di kawasan Batu Limau sendiri. Hoaren telah mendapat tahu tentang larangan apa saja yang tidak boleh dilakukan di lokasi yang dikeramatkan oleh warga lokal tersebut.“Jadi,” kata seorang tua kisaran 80 tahun. “Kau harus berhati-hati, Anak Muda. Mungkin di matamu kawasan ini tidak memiliki kekuatan mistis. Tapi percayalah, jika kau bertindak gegabah, maka hanya kesialan dan penyesalan yang akan kau dapatkan untuk sisa hidupmu.”Hoaren tersenyum dan mengangguk-angguk. “Tentu saja, Tuk Gomo. Aku hanya berpelesir biasa saja. Lagi pula, siapa yang mau dikutuk seumur hidupnya?”Pria tua yang bergelar Datuk Gomo terkekeh. Gomo dalam bahasa Melayu Kuno adala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status