Semua Bab Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga: Bab 51 - Bab 60
134 Bab
Pertarungan di Batu Limau
“Aku tak hendak menakut-nakuti kalian,” kata Datuk Gomo. “Akan tetapi, berhati-hatilah menghadapi pria itu. Hanya itu yang dapat aku katakan pada kalian berdua.”Feng saling pandang dengan Huang.“Dia memang seorang yang licik,” kata sang gadis kemudian. “Orang biasa mungkin mudah terkecoh dengan wajahnya yang manis dan pandai bertutur kata. Tapi Datuk Gomo jangan khawatir, kami berdua sudah cukup mengenal seorang Hoaren.”Pria tua mengangguk-angguk sembari mengelus jenggot panjangnya yang abu-abu.“Kalau begitu,” kata Feng pula. “Kami permisi, Datuk. Semakin cepat kami menemukan si Hoaren itu, maka akan semakin baik bagi orang-orang di Laut Melayu ini.”“Silakan!”Feng dan Huang akhirnya bergerak ke arah tenggara, bagian paling selatan dari Pulau Alai.Begitu mereka tiba di kawasan Batu Limau yang berada di pinggir pantai itu, keduanya terheran-heran demi melihat pelbagai batu kesar yang membentuk ragam benda seolah-olah, batu-batu besar di tepi laut itu sengaja diukir oleh seseorang
Baca selengkapnya
Sedikit demi Sedikit
Huang telah lebih dahulu menyadari apa yang akan dilakukan oleh Hoaren sehingga dia dengan cepat menarik serangannya, dan melentingkan tubuhnya jauh ke belakang, berjumpalitan beberapa kali sebelum akhirnya menjejak di atas sebuah batu besar.Pasir-pasir berhamburan ke udara akibat ledakan tenaga dalam Hoaren, lalu turun kembali ke bumi laksana hujan.Haoren menepis-nepis bajunya sembari terkekeh dan melirik pada Huang. “Kau benar-benar tidak tahu apa-apa tentangku, Nona Huang yang cantik!”“Adik!” Feng tiba dan mendarat di samping sang kekasih di atas batu yang sama. “Kau baik-baik saja?”“Kakak,” ujar Huang dan segera menetralisir aliran tenaga dalamnya yang menjadi sedikit kacau. “Bajingan itu,” lanjutnya, “dia menguasai jurus-jurus tertinggi Shaolin. Tinju Baju Besi, aku sangat yakin!”“Aku tahu,” Feng menatap pada Hoaren. “Sebelumnya, dia menahan Cakar Naga Biru-ku dengan Cakar Naga Shaolin.”“Keparat,” Huang meludah ke samping. “Dari mana dia mempelajari semua itu?”“Siapa yang
Baca selengkapnya
Bukan Asap Biasa
Huang melepaskan lagi jurus Pedang Surga-nya, Cakar Phoenix Menghujani Bumi. Kilatan-kilatan dari bilah pedang bergagang merah yang terlihat menjadi sangat banyak, melesat ke arah Hoaren.Swiing!Crass! Crass!Kilauan-kilauan bilah pedang menghantam apa saja. Membuat satu titik di kawasan itu menjadi semakin menyedihkan dengan batu-batu besar yang tercacah menjadi kepingan-kepingan kecil. Atau lubang-lubang tipis memanjang yang terbentuk di permukaan tanah dna menguarkan asap tipis.Sayangnya, Hoaren telah mengantisipasi jurus mengerikan itu dengan melontarkan tubuhnya lebih tinggi ke arah belakang.Dia menyeringai sebab bagaimanapun, serangan brutal dari Nona Huang barusan justru menyebabkan satu tabung bambu seruas yang juga telah disembunyikan Hoaren di titik yang sama menjadi hancur dan mengepulkan asap.Huang tidak menyadari itu sebab kepulan asap dari tabung ketiga bercampur baur dengan debu dan pasir yang berhamburan ke udara akibat ledakan demi ledakan jurus pedangnya.Sementa
Baca selengkapnya
Serbuk Kumbang Pelangi
Feng mengernyit lalu melirik sang kekasih. Dan entah apa yang terjadi, wajah dan tubuh sang tunangan terlihat menggoda hasratnya hingga berahinya sedikit demi sedikit menjadi terbakar.Pun hal yang sama juga dialami oleh Huang sendiri. Akan tetapi, dia tetap bersikeras untuk menepis godaan hasrat tersebut.“Apa maksudmu, Hoaren?!”Hoaren tersenyum lebar sembari menunjuk-nunjuk dua orang di depan sana. “Biar kuberi tahu pada kalian berdua,” ucapnya. “Kawasan ini bernama Batu Limau.”“Cih!” Huang meludah ke tanah. “Apa yang kau katakan, hah? Kau pikir kami tidak mencari tahu tentang kawasan ini terlebih dahulu?”“Oh, begitukah?” Hoaren terkekeh. “Berarti, kalian tahu bahwa ada pantangan di kawasan ini yang tidak boleh dilanggar, bukan?”Feng maju selangkah ke depan sementara itu, asap putih yang samar-samar menutupi kawasan itu terlihat semakin menyebar lebih luas. Bergerak ke sana kemari akibat embusan angin yang tak menentu.“Apa yang telah kau rencanakan?”“Baiklah,” Hoaren mengedipk
Baca selengkapnya
Konsekuensi
Pria tua memerhatikan kondisi berkabut di depannya sebelum akhirnya memutuskan untuk memeriksa lebih jauh.“Datuk!” Liyan cukup bingung harus melakukan apa.“Tetap di tempatmu!” seru sang datuk tanpa berpaling.“Tapi, Datuk―”“Liyan!” Datuk Gomo menghela napas dalam-dalam. “Kali ini, aku merasakan bahaya yang besar. Ini tidak seperti yang sering kau hadapi. Kau mengerti?”Liyan mengangguk meskipun pria tua tidak melihat itu sebab membelakanginya.“Tetap di sini,” lanjut sang datuk. “Dan bila aku memanggilmu nanti, maka segeralah kau datang dengan tetap menjaga pernapasanmu. Kurasa, kabut itu punya pengaruh tertentu pada tubuh manusia!”“Baik, Datuk!”Seorang Datuk Gomo bukanlah pendekar yang menguasai silat dan kesaktian bela diri. Seorang Gomo hanyalah sebatas dukun sakti yang memiliki indra keenam lebih tajam tentang hal-hal berbau mistik.Meski demikian, yang satu ini sepertinya memiliki hal yang lebih daripada sekadar seorang Gomo.Dia melangkah dengan tenang, memasuki kawasan Bat
Baca selengkapnya
Hukuman Adat
“Adik,” balas Feng dengan berbasaha Mandarin pula. “Kita akan mengahadapi ini dengan bersama-sama. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap berada di sisimu!”Huang tersenyum tipis dan genggaman tangan mereka semakin erat.“Para Tetua,” ucap seorang pemuka adat di sisi kiri. “Datuk Gomo, kami khawatir jika kita menunda-nunda hukum adat pada kedua orang ini, maka tulah yang akan kita terima hanya akan semakin buruk.”Dan suara-suara berdengung seketika memenuhi balai desa, belum lagi dari mereka yang mengintip jalannya sidang adat tersebut dari luar.Feng mengeratkan genggaman tangannya di tangan sang kekasih, menatap pasti ke dalam matanya, dan menganggukkan kepala dengan senyuman.“Setidaknya,” bisik Huang pada tunangannya. “Aku bisa mati di sampingmu, Kakak.”“Datuk Gomo,” ujar tetua wanita pada sang dukun. “Jika kita tidak memutuskan perkara ini dengan segera, takutnya orang-orang akan bertindak atas kemauan mereka sendiri. Aku khawatir ini hanya akan menjadi penyesalan bagi kita semua
Baca selengkapnya
Firasat yang Lebih Buruk
Malam hari, di hari ketiga masa hukuman adat atas Feng dan Huang.Keduanya yang ditempatkan terpisah sama-sama sudah kelihatan sangat lemah. Duduk bersila sedemikian rupa, bersemadi, tiga hari tiga malam tanpa istirahat, juga harus berpuasa makan, sedangkan untuk minum hanya mereka dapatkan dari embun yang menyentuh bibir masing-masing atau pula dari gerimis hujan yang turun seolah enggan.Dan kalaulah mereka berdua hanya orang biasa, maka mereka pasti tidak akan mampu bertahan sampai ke malam ini. Setidaknya, salah satu atau keduanya pasti akan pingsan. Kemungkinan terburuk, mati karena dehidrasi atau pula kelaparan hebat.Datuk Gomo bersama Liyan dan beberapa pemuda di kampung itu sama-sama menunggu berakhirnya masa hukuman. Mereka mengawasi dari tepi hutan di sisi timur laut.Tepat ketika sang rembulan telah tergelincir dari singgasana tertingginya ke sisi barat, sang datuk langsung memerintahkan belasan orang itu untuk menjemput Feng dan Huang.Feng membuka mata ketika setengah lu
Baca selengkapnya
Menuju Andalas
Hari kedelapan di pagi harinya barulah Feng dan Huang siuman. Dan setelah mendapatkan perawatan yang baik dari Datuk Gomo dan Liyan, ditambah dengan semadi setengah harian, pasangan suami-istri baru itu akhirnya bisa memulihkan tenaga mereka seperti semula.Feng dan Huang sama membungkuk di hadapan lima tetua, Datuk Gomo, dan beberapa orang pemangku adat di hadapan mereka.“Terima kasih,” ucap Feng. “Kami hanya bisa berharap agar kampung ini akan senantiasa baik-baik saja. Dan sekali lagi, maafkan kami atas apa yang sudah terjadi.”“Maafkan kami,” kata Huang pula. “Akan tetapi, kami tak lagi bisa menunda, takutnya, kami akan semakin kehilangan jejak si penjahat itu. Jika itu terjadi, kami tidak ada muka untuk kembali ke Tiongkok.”“Kami mengerti,” kata Datuk Gomo. “Kedepannya, harap perhatikan langkah kalian terhadap duri-duri yang dapat mengganjal perjalanan kalian, meski hanya sebuah duri yang kecil, sebab hal-hal besar selalunya bermula dari yang kecil.”Suami-istri itu kembali mem
Baca selengkapnya
Memasuki Sungai Kampar
Tepat seperti yang diperkirakan oleh Datuk Gomo, Feng dan Huang akhirnya memasuki mulut Sungai Kampar yang memang langsung bermuara ke laut tanpa batas sekitar tengah malam.Kondisi yang gelap gulita membuat pasangan suami-istri baru tersebut sangat berhati-hati. Satu-satunya penerangan hanya didapat dari bulan separo di atas sana.“Kita beruntung,” ucap Feng dengan pelan sembari mengayuh sampan. “Langit malam ini sangat bersih.”“Yaah!” Huang menghela napas dalam-dalam. Aroma amis dan asin garam cukup kuat yang ia rasakan. “Kita harus berhati-hati, Kakak. Ibuku berasal dari kawasan yang hampir sama dengan situasi di sini.”Feng sudah pernah mendengar tentang itu. Tentang, asal muasal ibu dari istrinya di salah satu desa yang ada di timur Tiongkok.“Ibuku pernah bilang,” lanjut Huang. “Jika laut berbau amis―dan aku juga melihat bahwa air laut ini sedikit keruh, maka, buaya akan lebih sering naik ke permukaan.”“Yaah!” Feng mengangguk saja meskipun dia belum tahu tentang itu.“Berhati-
Baca selengkapnya
Sama Bergerak
“Dasar!” Huang mendengus pelan dengan membuang muka. “Tidak di sini, tidak di Tiongkok, semua orang sama saja. Kalau sudah menyangkut uang, sikap yang kasar berubah menjadi lembut. Tak peduli tua maupun muda.”“Sst!” Feng menahan tawa seraya menyenggol punggung sang istri dengan bahunya. “Tidak baik berkata seperti itu. Lagi pula, dia masih kecil dan sedang mencoba mengais rezeki dengan caranya sendiri. Yang terpenting, dia tidak mengambil hak orang lain.”“Ya, ya …” Huang mendesah halus sembari mengusap keningnya.“Baiklah, Adik Kecil,” kata Feng pada si remaja. “Jadi, dengan uang sebanyak itu, kau akan bersedia menjaga sampan kami, bukan?”Sang remaja terkekeh dengan melipat tangan ke dada.“Koko dan Cici tidak perlu khawatir,” ucapnya. “Aku akan menjaga sampan kalian dengan nyawaku.”Huang tidak bisa menahan senyumannya karena ucapan dan tingkah sang remaja, begitu pula dengan Feng yang mengusap kepala sang remaja dengan hangat.“Satu hal lagi,” kata Feng pada sang remaja. “Jika ak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status