All Chapters of Pulang Ka Bako: Chapter 31 - Chapter 40
122 Chapters
Proses Seleksi
"Nda!" Dinda berbalik dari menatap pintu lift yang masih tertutup, mendapati Gibran berjalan menyusulnya dengan langkah panjang. Ia lalu mengulas senyum tipis saat Gibran berada tepat di hadapannya. "Aku pikir kamu nggak jadi ngelamar.""Jadi dong. Mana mungkin Nda nyia-nyiain kesempatan jadi wanita karir," balas Dinda dengan tawa pelan. Dinda tak mampu menahan senyum yang terbit di bibirnya. Rasanya pagi ini matahari terbit lebih cerah dari biasa. Melihat Gibran yang terlihat rapi dengan kemeja marun, kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Tanda pengenal perusahaan dengan foto Gibran tersenyum, terpasang pada kantong kemeja lelaki itu. Melihat Gibran dengan senyum ramahnya yang tak pernah berubah, membuat Dinda bisa mengenyahkan sejenak rasa rendah diri yang ia rasakan ketika bersama Fahri. Dari dulu, ketika berada di dekat Gibran, rasa percaya dirinya meningkat. Seolah ada energi yang ditransfer lelaki itu. "Kan jadwalnya pukul sembilan. Kok pagi banget datengnya?" Sama
Read more
Cemburu
Setelah menjalani serangkaian tes yang memakan waktu selama kurang lebih lima jam, akhirnya Dinda bisa bernapas lega. Entah hasilnya bagaimana, Dinda hanya pasrah. Seperti yang ia katakan pada Gibran tadi, Dinda tak mau terlalu berharap. Dinda tak lagi bertemu Gibran saat ia meninggalkan ruangan. Demi sekedar basa-basi, ia mengirimkan pesan pada lelaki itu. Namun, saat jemarinya membuka aplikasi pesan, matanya terpaku pada belasan pesan yang dikirim Fahri. Dari kalimat yang dikirimkan Fahri, kentara sekali lelaki itu kesal karena Dinda mematikan ponsel. [Kamu benaran tes kerja apa mau kencan sama laki-laki lain?] Itu kalimat pesan terakhir yang masuk. Alih-alih kesal, Dinda terkikik geli membaca pesan Fahri. "Cemburu? Bilang, Bos!""Nda!" Wajah Dinda langsung pias saat mendengar suara lelaki yang baru saja ia tertawakan itu. "Ya Allah, ampunin Nda. Kenapa jadi terngiang-ngiang suara Da Ari segala.""Dipanggil malah bengong!" "Astaghfirullah!" Dinda mengucek matanya saat melihat sos
Read more
Kencan
Dinda tak mempedulikan wajah cemberut Fahri saat ia memilih film yang akan mereka tonton, dan memesan makanan dengan porsi untuk pasangan. Dinda hanya ingin menikmati waktu yang selama beberapa bulan ini tak ia dapatkan. Masa bodoh dengan wajah cemberut Fahri, Dinda hanya ingin bersenang-senang. "Salah sendiri, ngapain pakai sok-sokan ngajakin kencan," kata Dinda membatin. "Nda ngapain sih kayak pacet, nempel mulu!" Fahri mulai risih karena Dinda tak mau melepas tangannya semenjak mereka masuk ke pusat perbelanjaan itu. Bahkan ketika berada di dalam bioskop pun Dinda tak melepas tangannya dari lengan Fahri. "Ish! Uda gitu deh, giliran di kamar aja—" Kalimat Dinda terhenti karena Fahri buru-buru membungkam mulut istrinya itu. "Udah, nggak usah diterusin," bisik Fahri dengan wajah memerah. "Harusnya Uda bahagia, istrinya manja sama Uda. Emangnya Uda mau Nda manja sama laki-laki lain?"Fahri melotot. "Ya nggak, lah!""Nah! Kan, nggak mau. Makanya jangan protes kalau Nda manja sama U
Read more
Baby Sitter Dadakan
Keesokan harinya Dinda kembali bersikap biasa. Seolah tak pernah terjadi perang dingin di antara mereka semalam. Dinda memang tak betah berlama-lama marah. Ia tetap menyiapkan pakaian kerja Fahri dan metakkan dengan rapi di tempat tidur. Menyiapkan sarapan dan menemani Fahri di meja makan. Bahkan Dinda masih saja mencium tangan Fahri dengan hormat tatkala lelaki itu hendak berangkat kerja. "Aku berangkat," tukas Fahri sebelum menginjak gas mobilnya. Tadinya ia hendak meminta maaf atas kesalahannya semalam, tetapi mulut Fahri terasa berat untuk mengucapkan kalimat penyesalan itu. Dinda hanya mengangguk. "Assalamualaikum, Uda. Hati-hati di jalan!" ucapnya dengan lambaian tangan dan senyum lebar. Tak terlihat di wajah Dinda bahwa hatinya sedang tak baik-baik saja. Ia masih melambaikan tangan hingga mobil Fahri sudah tak lagi terlihat di jalanan pagi buta yang masih minim cahaya itu. Dinda berbalik, tertegun menatap rumah sambil berkacak pinggang, kemudian menarik napas dalam-dalam. Ud
Read more
Belum Siap
Dinda membaca dengan seksama jadwal kegiatan Kai sehari ini. Sarapan pukul tujuh —yang mana menunya sudah disiapkan oleh Tari dalam kotak makan kecil—Dinda hanya perlu menghangatkan saja. Pukul sembilan, Kai harus berada di sekolah khusus balita yang berjarak tiga puluh menit perjalanan dari komplek perumahan mereka. Biasanya Kai dan pengasuhnya berangkat menggunakan ojek langganan Tari, tetapi tadi Dinda menolak dijemput ojek langganan tetangganya itu. Dinda menawarkan diri mengantar Kai dengan motornya sendiri, dan Tari menyetujui. "Kalau Kai nggak mau pergi sekolah, nggak apa-apa. Takutnya kamu repot harus membujuknya," pesan Tari sebelum berangkat tadi. Dinda menoleh menatap jam di dinding, masih ada waktu satu jam lagi. Dia bisa mengurusi cucian dan membereskan rumah selagi Kai masih tertidur. Baru saja Dinda hendak mengangkat keranjang cucian dari kamar ke ruang cuci, ia dikejutkan sosok kecil yang keluar dari kamar tamu sambil mengucek mata dengan rambut acak-acakan setengah b
Read more
Istri Kampret
Fahri mengembuskan napas kasar setelah menutup percakapannya dengan Dinda. Kesal memenuhi rongga dadanya mendengar pernyataan yang sama dari bibir istrinya itu. "Kalau nggak mau punya anak, ngapain mau diajak nikah!" sungut Fahri kesal. Bukan tanpa alasan Fahri kesal, tiba-tiba group sahabat kampretnya membahas Priska yang telah memiliki momongan, Gustaf yang memulai. Gustaf : [Ri, gue curiga lo sama Dinda cuma nikah pura-pura biar dapat motor gue.]Fahri : [Anjir! Ngapain gue pura-pura nikah demi motor. Jangankan motor, lo aja bisa gue beli!]Pian : [Njir! Songong! 🤣🤣]Dony : [Gue curiganya juga gitu, makanya bini si Ari belum ngasih calon anggota baru buat group kita. Gue aja udah mau launching juniornya.]Anwar : [Lo kan emang udah DP duluan, ngap!]Dony : [Ha-ha! Ya minimal si Ari pamer garis dua bininya, lah!]Fahri : [Perasaan ni group lama-lama isinya kaya group ghibahan RT, njir!]Gustaf: [Lagian lo ujug-ujug juga nikah pas gue kasih tarohan motor. Gimana gue nggak curiga.
Read more
Pria Tak Berperasaan
Berhubung mood Fahri mendadak berantakan karena pertengkarannya dengan Dinda, akhirnya ia memutuskan untuk pulang lebih awal. Kali ini ingin rasanya ia menyeret Dinda ke dokter untuk memeriksakan diri. Ia ingin segera memiliki momongan untuk membuktikan kepada mereka yang mencurigainya, bahwa mereka benar-benar menikah, tanpa perjanjian apa-apa seperti yang mereka sangkakan. Langit mulai berubah warna menjadi jingga, tatkala mobil Fahri memasuki garasi rumah. Gegas ia turun dari mobil dan mengetuk keras pintu rumah. Akan tetapi, tak ada jawaban. "Nda! Buka pintu!" gerung Fahri mulai tak sabaran. Karena merasa kesal tak ada jawaban dan tanda-tanda Dinda hendak membuka pintu, Fahri terpaksa membuka sendiri pintu depan rumahnya dengan kunci cadangan. Hanya sunyi yang menyambut ketika ia masuk. "Nda?" Fahri bergegas ke dapur, mencari keberadaan istrinya, tetapi nihil. Tak ada tanda-tanda Dinda ada di sana. Berbagai pikiran buruk mulai menyambanginya. Fahri bergegas ke kamar. Seperti d
Read more
Emosi Dinda
Tak ada yang mengalah untuk saling buka suara setelah perdebatan saat mereka meninggalkan rumah tadi. Fahri fokus ke jalanan yang masih saja padat meski malam telah menjelang. Jalan Margonda memang tak pernah sepi, tak memandang hari. Baik di hari biasa maupun akhir pekan. Namun, kemacetan tak menyurutkan tekad Fahri untuk menyeret Dinda memeriksakan diri ke sebuah klinik yang khusus menangani masalah kesuburan pasangan suami istri. "Menurut informasi yang uda dapat, tingkat keberhasilan klinik ini cukup tinggi lho, Nda." Fahri akhirnya mengalah membuka suara. Dia sudah terbiasa mendengar Dinda berceloteh tak tentu arah, rasanya mendadak gila didiamkan oleh istri yang cerewetnya sebelas dua belas dengan uminya itu. Dinda hanya mendengkus pelan. Fahri membuang napas berusaha meredakan gemuruh aneh yang terasa hendak meledak di dadanya. Dia bukan lelaki yang bisa mencari topik percakapan jika lawan bicaranya juga irit bicara. Selama ini Dinda yang selalu berinisiatif mengajaknya berb
Read more
Hanya Perlu Waktu
"Tidak ada masalah yang serius. Hanya mungkin memang belum waktunya saja. Intensitas berhubungan bagaimana?" tanya dokter yang menangani mereka setelah membaca hasil pemeriksaan Dinda dan Fahri. "Kalau ikhtiarnya tiap hari, Dok!" Fahri tersenyum bangga. Dokter yang menangani mereka, tertawa mendengar jawaban Fahri. "Kalau bisa jangan tiap hari juga, Pak. Karena kualitas spermanya jadi nggak bagus kalau tiap hari."Fahri melongo. Sementara Dinda melipat bibir untuk menahan tawanya melihat ekspresi Fahri. Sejenak lupa rasa kesalnya terhadap lelaki itu. "Delapan bulan masih tergolong baru, kok. Di bawa santai aja," pesan sang dokter seakan turut membantu memperkuat alibi Dinda. "Tuh, kan Uda. Nda bilang juga apa. Uda nggak sabaran. Nda mau kita pacaran dulu aja baru punya anak. Nanti kalau udah punya anak bakal kangen berduaan, lho," tukas Dinda begitu mereka keluar dari ruang periksa. Fahri tak menyahut. Jika mengesampingkan ego, Fahri setuju dengan apa yang dikatan Dinda itu bena
Read more
Hati Batu
Pagi ini Dinda kembali menyiapkan sarapan dengan pakaian yang sudah rapi. Mengenakan kemeja berwarna coklat pastel, dipadukan kerudung dan celana palazzo coklat tua. Polesan riasan tipis membuat wajah yang beberapa hari ini selalu terlihat diliputi awan mendung itu berubah sedikit cerah. Iya, sedikit cerah, karena kali ini Dinda tak seeksprerif biasa. Fahri tak tahan untuk tak memperhatikan wajah datar Dinda saat menghidangkan sarapan. Kembali niat untuk menggoda Dinda terbersit dalam benaknya. "Kalau ngelayanin suami, senyum dikit gitu, Nda. Jangan pasang muka sepet gitu, kan uda ngeliatnya juga sepet," sergah Fahri sembari memberikan senyum manis yang jarang-jarang ia tunjukkan pada Dinda. "Jangan Uda, nanti Uda kena diabet," sahut Dinda sekenanya. Kening Fahri berkerut. Dinda selalu mempunyai jawaban yang membuat ia harus berpikir lebih. "Soalnya senyum Nda manis," imbuh Dinda penuh percaya diri, sebelum Fahri melontarkan pertanyaannya. Fahri tersedak mendengar jawaban Dinda.
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status