Semua Bab Keturunan Terakhir Elite Global: Bab 21 - Bab 30
53 Bab
21. Monster Penghuni Istana
Sekali lagi Reza melakukan lompatan akrobatiknya. Gesit. Buaya pertama dilewati dengan mudah, sedangkan nganga buaya kedua dibungkam dengan pijakan Reza. Heroik. Tak butuh waktu lama baginya untuk berhasil menjemput sang istri.Reza membawa Isabelle berguling. Selamat. Keduanya kini berada di sudut lain taman, dengan Reza yang lekas berdiri bersiaga. Tatapan sang Hazerstein muda tajam ke predator besar bersisik.“Gak ada buaya yang boleh menyentuh istriku!”Bagi Isabelle yang mengira hampir berpindah alam, tindakan dan ucapan Reza adalah sangat menakjubkan. Isabelle terpana. Di matanya, Reza terlihat berkilau .... Ya, tentunya itu juga karena efek pantulan cahaya matahari siang.Reza lantas menyengir, menoleh istrinya. “Akhirnya terucap juga. Keren, ‘kan? Kayak anime banget, gak, sih?”Hilanglah kesima Isabelle terhadap pria di hadapannya, berganti tatapan datar. “Dasar wibu elite global. Paling tidak, beresin dulu buayanya!”Makhluk yang dimaksud seakan mendengar perkataan itu, lalu m
Baca selengkapnya
22. Kematian yang Sudah Pasti Datang
Langit semakin menguning dimakan senja. Sekali lagi ketenangan memasuki istana Hazerstein. Urusan buaya sudah beres. Reza dengan kharisma misteriusnya –lebih tepatnya teknik di luar nalar—berhasil menggiring buaya kelima menuju kandang.Kini sang pria Hazerstein berkumpul bersama istri dan pelayannya di ruang makan. Cukup sibuk. Isabelle bekerja di meja, berkutat dengan smartphone milik mendiang pembunuh bayaran. Sementara Felix menyediakan makanan kecil.Isabelle semringah. “Aku berhasil membuka HP orang itu. Di sini ada satu nomor tak dikenal. Kemungkinan Garrett Anderson.”“Eh, tapi aku belum tahu Anderson ini siapa,” kata Reza.“Dia salah satu anggota keluarga elite global, Tuan. Anderson menguasai perminyakan Timur Tengah dan sebagian besar emas di Indonesia.”Reza menyilangkan tangan. “Wah, dengan kuasa seperti itu, wajar aja dia bisa bayar orang untuk membunuh kita. Terus kita harus gimana? Anderson pasti menunggu laporan orang yang dia bayar.”“Tenang, aku tahu cara mengakalin
Baca selengkapnya
23. Peti Mati Hitam
Tibalah mereka bertiga di Indonesia. Yang menyambut setelah keluar bandara adalah malam dengan langit keunguan tertutup awan. Sepertinya akan hujan. Buru-buru mereka ke destinasi utama dalam daftar rencana Isabelle.Dalam hitungan jam, rentetan langkah strategi yang disusun istri baru Reza setelah debat kusir di pesawat akhirnya terpenuhi satu per satu.Sejauh ini, adalah Isabelle dan Felix yang terlihat amat sibuk. Sementara Reza ....“Aku sih gak masalah kalau kalian merasa rencana ini brilian. Masalahnya ... harus banget ya, aku dimasukkan ke peti mati kayak gini?!”Mereka bertiga masih berkumpul, hanya saja beda posisi. Satu unit peti mati hitam ada di tepi ruang layat rumah sakit umum.“Sssshh! Diam, nanti orang lain mengira kamu masih hidup!” perintah Isabelle.“Ya aku memang masih hidup, wuoy.” Reza mendobrak penutup peti mati. “Lagian pelayat baru bisa datang lusa, ‘kan? Ngapain aku disuruh menginap di dalam sini?”Isabelle mendecak. “Cuma simulasi doang. Bawel banget, sih.”“
Baca selengkapnya
24. Ungkapan Cinta
Una merunduk, menyandarkan tangan dan keningnya di pinggir peti mati. Napasnya panas menyentuh wajah pucat Reza. Isak kian terdengar. Dari luar, pelayat lain hanya bisa berempati melihat sengguk duka pada punggung Una.Dalam hati Reza, ia berkali-kali menyebut nama tulang rusuk pertamanya itu. Cinta. Satu kata yang membuat Reza luluh, terutama ketika memori kebersamaan mereka berdua terulang kembali.Tanpa sadar, telapak tangan kiri Reza bergerak perlahan. Itu akibat niat ingin membelai kepala wanita pujaannya dan mengusir duka.Lantas isak Una berhenti. “Tapi bohong.”Seketika tapak tangan Reza terkunci di udara, dan Una belum menyadari. Reza tetap memejam. Untuk kedua kalinya, sang pria berwajah oval dibuat kebingungan oleh sikap Una, apalagi ketika wanita cantik itu perlahan mengintip dan cekikikan.“Matilah kamu, lelaki keparat!” bisik Una. “Tersiksalah di neraka, sementara aku bersenang-senang dengan pacarku yang kaya raya.”Sekali lagi Reza harus merasakan sensasi tersambar gele
Baca selengkapnya
25. Masalah Umum Dua Keluarga
Cahaya matahari akhirnya menerobos awan Kota Jurajura. Hingar kesibukan mengisi pagi. Isabelle membuka mata. Sendiri di ranjang. Bagi wanita blasteran Indo-Belanda itu, hari ini tak jauh berbeda dengan hari-hari sebelum ia menikah.Sekarang Isabelle ada di kamar hotel bintang empat dengan pemandangan seluruh kota dari jendela. Sama seperti sejak malam pertama pernikahannya, ia tidur beda kamar dengan sang suami. Isabelle bangkit. Langkahnya santai menuju kamar mandi.“Aaaah!” teriak Reza dan Isabelle bersamaan.Reza sedang telanjang, baru saja melepas handuk. Lelaki itu lekas menutup bagian privatnya, sementara Isabelle buru-buru berbalik menutup mata.“K-kamu ngapain di sini, Reza?!”“Kamu sih, pilih hotelnya aneh banget. Kamar mandi di tempatku airnya gak mengalir, makanya aku mandi di sini.“Ya tapi gimana caranya kamu masuk?”“Kamu yang gak ngunci.” Reza kembali melilitkan handuknya. “Lagian kamu gak perlu malu gitu. Toh kita udah suami-istri.”Isabelle tak menjawab. Hanya menyemb
Baca selengkapnya
26. Alasan untuk Bersama
Seketika hening. Seluruh mata membelalak tertuju ke pria yang baru saja bersikap layaknya pejuang kemerdekaan. Tentu saja yang paling syok adalah si Vanlomraat tua. Sedang ibu Isabelle merasa malu, lantas mendatangi putrinya dengan amarah.“Isabelle Tulip Vanlomraat! Lelucon macam apa ini?!” tutur sang ibu dalam bahasa Belanda.“Ini bukan lelucon! Dia memang suamiku. Reza Hazerstein.”“Aku tidak menyangka kamu menikah dengan pria macam dia!”Mata para pengunjung masih tak bisa lepas dari perdebatan ibu dan anak itu. Beberapa bahkan sudah mulai mengeluarkan ponsel untuk merekam. Ini tidak bagus. Felix yang sedari tadi mengawasi segera berdiri mengambil tindakan.“Maaf,” kata Felix dalam bahasa Belanda, “mungkin sebaiknya kita bicarakan ini di tempat yang lebih tertutup.”“Ini siapa lagi?” tanya ayah Isabelle.Sebelum pertanyaan itu terjawab, mereka berenam akhirnya pindah ke sebuah ruangan cukup luas di lantai tiga hotel. Ballroom. Suasananya aneh sebab ruangan itu harusnya untuk perte
Baca selengkapnya
27. Suasana yang Berubah Drastis
Jarum jam semakin dekat menuju angka 12. Hotel milik Vanlomraat masih diselimuti udara tropis yang mulai panas, ditemani segarnya minuman dingin. Tamu tertawa. Wajah Indonesia dan asing berbaur dalam suasana mewah nan bahagia Setidaknya sampai satu mobil van hitam datang dan parkir agak jauh dari hotel. Penumpangnya keluar. Lima pria berwajah sangar, salah satunya menenteng koper. Langkah mereka mantap disertai waspada. Pintu belakang terbuka. Kelimanya disambut seorang pria berpakaian pramusaji, lalu mereka masuk ke dalam tanpa saksi mata.“Orangnya ada di lantai atas,” terang si pramusaji. “Kita habisi dia, lalu terima bayaran. Simpel.”Tawa bervolume kecil menggema. Lima orang tadi sudah siap dengan penyamaran mereka. Dua sebagai roomboy, tiga sebagai tamu berjas. Saatnya bergerak. Target mereka ... si pelayan mancung.“Domme! Domme! Domme!” kutuk si Vanlomraat tua seraya memukul tembok.Pria itu sekarang sedang ada di koridor dekat lift. Wajah keriputnya menampakkan kedongkolan.
Baca selengkapnya
28. Membangun Mimpi Bersama
Reza dan Isabelle memulai hari mereka dengan makan bertemu dan makan bersama di dekat kolam renang hotel milik Vanlomraat. Pagi yang cerah. Nikmatnya sarapan pagi bermenu Belanda menambah keceriaan hati mereka berdua.Layaknya pasangan manusia normal, mereka melakukan obrolan pagi. Aneka topik. Bisnis, meeting yang akan mereka lakukan jam sembilan nanti, juga kamar mandi di kamar Reza yang airnya belum mengalir.Di tengah obrolan ringan suami-istri itu soal minuman yang tak kunjung datang, raut wajah Isabelle mendadak berubah masam. Ia melirik Reza. Bibirnya mencoba mengatur agar kalimat yang keluar tidak salah sasaran.“Reza, soal kemarin ....”Reza tersenyum tulus pada istrinya. “Aku mengerti, kok.”“Benarkah?”“Iya. Hidup di keluarga kaya yang kakeknya titisan Daendels pasti gak enak banget. Wajar aja kalau kamu bersikap kayak cucu durhaka.”Wajah Isabelle datar seperti aspal. “Ada benarnya, tapi bukan soal itu.”Sekali lagi istri baru sang Hazerstein berusaha membangun suasana. Sa
Baca selengkapnya
29. Tantangan Kecil dari Musuh
“Tantangan?” tanya Isabelle seraya mengernyit.“Ya. Saya akan membuat acara serupa dengan sponsor berbeda. Tanggal bisa disesuaikan. Adapun tantangannya adalah jika acara saya lebih sukses secara persentase pendapatan, maka kalian harus jadi budak saya.”“Alonso!” Reza berdiri penuh amarah. “Jafari selepet junavahreshu avaras thexi kuzuz khampret!”Mario terbelalak. “Dia barusan bilang ‘kampret’, ya?”“Bukan!” Isabelle membantah. “Pak Lazari bilang, tantangan dari Pak Mario terdengar berlebihan, apalagi bagian budak.”“Loh, kok dia ngerti saya ngomong apa?”“Um ... speaking Bahasa Indonesianya bagus.” Isabelle tertawa gugup.Setelah Reza duduk kembali, Mario memandang ketiga orang di hadapannya dengan mata angkuh. Meremehkan. Kalimat yang keluar dari mulut pewaris Miller’s Corporation selanjutnya tak lain hanyalah cemoohan dan ejekan.Kini tak hanya Reza yang jengkel. Isabelle dan Felix pun mulai ikut geram kala Mario berkata bahwa mereka bertiga tak lebih dari makhluk pemilik perusah
Baca selengkapnya
30. Adu Sabotase
Reza lekas menarik istrinya kembali ke ballroom. Saatnya bertindak. Staf acara dikumpulkan untuk menyusun ulang rencana. Namun, meski retorika tutur Reza terkait alternatif berapi-api, tetap saja para staf menganggapnya tak realistis.Mengganti bintang tamu, itu saran Reza. Cari yang tidak terlalu terkenal, lalu bayar sedikit lebih tinggi artis yang membelot. Semua tercengang. Tak terkecuali Isabelle yang menaruh harapan besar pada sang suami.“Tapi, Reza ... kalaupun bisa diganti, bagaimana dengan tiket pre-sale yang sudah terjual? Konsumen bisa merasa tertipu dan nama hotel ini akan jadi jelek.”“Tidak perlu khawatir.” Reza berkacak pinggang. “Kita akan maksimalkan kemampuan kamu sebagai penguasa media semesta.”“Aku bukan alien. Cuma sampai dunia.”“Iya, itu maksudnya.”Lalu semakin Reza menjabarkan rencananya, para staf terlihat mulai mengangguk dan yakin itu bisa dilaksanakan. Kecuali Isabelle. Justru sang istri sendiri masih tampak ragu. Akan tetapi, mata Reza kembali membisik u
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status