Share

Gadis Aneh

Sudah biasa, tiga cowok tampan yang menjadi pusat perhatian semua siswa/i SMA Aksara Bangsa, berdiri di tengah lapangan serta mengadah hormat kepada sang bendera karena dihukum terlambat masuk sekolah. Bukannya mendapat cibiran, mereka ber-tiga justru mendapat sorakan kagum dari para siswi tentunya. Bagi para gadis, tiga cowok tampan itu sudah dianggap sebagai asupan pagi untuk mereka.

"Udah tadi malam lembur. Paginya berdiri dua jam di bawah sinar mentari pagi yang terik. Double kill." Arlond berucap begitu dramatis. Dengan posisi masih hormat kepada sang bendera.

Langit yang berada di tengah, menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Lembur ngapain? Ena-ena lo tadi malam?"

Rafa tertawa, " Boro-boro ena-ena, Lang. Bersihin seluruh club dia dan baru jam empat subuh tadi balik ke rumah."

Arlond menggerutu. Menoleh dengan tajam mengarah Langit yang tertawa tanpa dosanya.

"Gara-gara lo! Katanya mau traktir tapi kabur. Mana si dog satu ini nggak mau pinjamin card unlimited-nya. Sialan kalian!"

Arlond yang menghabiskan minuman dengan nominal sebesar dua juta rupiah. Harus membersihkan seluruh club. Tentunya Rafa yang menemani dengan tidur di kamar VVIP. Betapa laknatnya kedua sahabat Arlond itu. Di saat ia butuh, justru kedua sahabatnya itu mempersulit dirinya. Ingin sekali ia marah. Tetapi sadar, Langit dan Rafa adalah bank berjalannya.

Btw, lebih laknat siapa?

"Makanya, kurangin kebiasaan minum. Kondisikan sama isi dompet lo. Iya kalo minumannya sprit. Lah ini? Cangkir kecil aja harganya dua ratus ribu," sarkas Rafa dengan candaannya yang dibalas tawa oleh Langit.

"Udah nggak usah bibir bebek gitu. Ntar gue traktir lo. Seriusan. Nggak bohong." Langit menepuk pundak Arlond dengan sisa tawanya. Bermaksud membujuk serta menebus kesalahannya kemarin malam.

Arlond memutar kedua bola matanya. Ia tidak menjawab. Tidak ingin di php-in untuk ke-dua kalinya oleh sahabat laknatnya itu.

---

Malaikat cantik yang tidak mempunyai nama itu, melangkah gontai menyusuri trotoar jalan. Menghela napas, lelah mencari satu sosok manusia yang dapat melihat dirinya. Entah sudah berapa kilo meter ia berjalan. Sepertinya, kota ini sudah ia kelilingin dalam waktu semalam.

Malaikat cantik itu menyeka pelipisnya yang basah akibat keringat, "Aduh, capek sekali. Haus, mau minum jus buatan senior cantik."

Malaikat itu memutuskan untuk berhenti melangkah. Lalu duduk dan melihat sekitar. Banyak orang-orang berlalu-lalang di depannya. Namun, tidak ada satu pun yang menyapanya.

"Baru satu hari lebih aku di sini. Kenapa rasanya seperti satu tahun?" keluhnya.

Ia mendongak. Mengadah ke atas melihat langit yang biru. Tak terasa, ia tersenyum getir. Rindu rumahnya yang berada di atas sana.

"Tinggal 149 hari lagi. Dan aku belum menemukan manusia yang dapat melihat wujudku." Malaikat cantik itu masih mendongak. Menatap indahnya langit pagi ini. Berharap dalam hati, ada seseorang yang akan membantunya hidup di dunia ini.

"Lelah?"

Malaikat itu mendengus. Seniornya ini benar-benar tidak tahu atau hanya ingin menggodanya?

"Jelas! Senior, tolong bantu aku mencari manusia itu. Aku janji. Kalau kau memberitahuku, aku akan melindungi orang itu. Tolong, bantu aku."

Tidak ada jawaban, membuat ia mengerutkan keningnya.

"Senior, apa kau mendengarkanku?"

"Dengar. Sabar dulu. Aku sedang melacak di mana manusia yang kau maksud."

Seketika, mata malaikat cantik itu berbinar. Menyatukan kedua tangannya di depan dahi lalu menggosokannya begitu antusias.

"Terimakasih, Senior. Terimakasih banyak!"

"Ngomong-ngomong, kau melacaknya memakai benda apa?" tanyanya.

"Sudah, tidak usah berisik. Jika kau bertanya lagi, aku akan menarik kebaikanku dan tidak akan memperhatikanmu lagi."

Malaikat itu sontak menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Menggelengkan kepala tidak ingin apa yang seniornya ucapkan barusan terjadi. Sudah cukup menderita ia berjalan tidak tahu arah. Ia tidak ingin sang senior hilang dari sisinya.

"Manusia itu sekarang bersekolah di SMA Aksara Bangsa. Bernama Langit Adhyastha Pranaja. Sisanya, kau cari tahu sendiri. Aku hanya bisa membantu sedikit."

Malaikat cantik itu mengangguk cepat dengan ekspresi gembiranya, "Terimakasih, Senior. Iya, aku akan mencari manusia itu. Sekali lagi, terimakasih!"

---

Bel yang ditunggu-tunggu, akhirnya berbunyi dengan merdu. Membuat semua kelas--salah satunya kelas XII IPS 1, ricuh berteriak meminta pulang kepada bapak guru yang masih saja menjelaskan pelajaran ekonomi di depan.

"Pulang, Pak. Pulang!" teriak Arlond kencang yang diiringi musik gendang meja buatannya.

"Cepetan, Pak! Saya udah ditungguin pacar saya tuh di depan! Ntar lama-lama takutnya diambil sama singa garong."

Pak Rusdi selaku guru ekonomi, menurunkan sedikit kacamatanya seraya menatap tajam Arlond dan Bayu yang paling ribut sedari tadi.

"Mau bapak tambahin jam belajarnya?"

"Nggak mau lah! Kita aja mau pulang," jawab Arlond yang memang terkenal dengan bobroknya. Hingga guru pun, maklum dengan siswa yang satu ini.

Pak Rusdi pun menghela napasnya. Mengangguk seraya melepas kacamata yang bertengger di hidungnya. Jika sudah begitu, artinya Pak Rusdi pasrah. Membuat semua murid di dalam kelas itu heboh membersihkan barang-barangnya.

"Lang, malam ke club lagi? Mumpung bokap masih di London. Kalo dia dah balik, nggak bisa ke sana kita," ucap Rafa.

Sekedar informasi, club yang biasa Langit, Rafa dan Arlond datangi itu adalah milik ayahnya Rafa. Makanya, mereka bisa pulang pergi ke situ dengan akses Rafa sebagai putra pemilik club. Jadi jangan heran, anak SMA sudah bisa main ke club malam.

Langit menggeleng, seraya melampirkan tasnya di bahu sebelah kanannya.

"Break dulu. Mama sama Papa gue malam ini mau mampir ke rumah. Berlakon jadi anak baik-baik dulu sehari." Langit berucap dengan kekehannya.

Rafa tertawa, "Anak laknat banget lo!"

Langit pun ikut tertawa. Melangkah keluar kelas sesudah menepuk pelan pundak Rafa dan Arlond bergantian.

"Gue duluan."

"Babay, anak mami!" teriak Arlond seraya melambaikan tangannya. Langit hanya mengangkat tangannya menjawab teriakan dari Arlond dengan kaki yang masih melangkah ke luar kelas.

Langit menyusuri koridor sekolah menuju motor ninja-nya yang berada di parkiran. Suasana sekolah sudah lumayan sepi. Padahal, baru sepuluh menit yang lalu bel pulang berbunyi.

Langit menghentikan langkahnya. Menatap seorang gadis yang celingak-celinguk di depan gerbang sekolah. Ia pun ikut menatap sekitar. Tidak ada siapa pun. Lalu, Langit melanjutkan langkahnya untuk menghampiri gadis itu.

"Lo nyari siapa?"

Gadis itu tersentak kaget saat mendengar suaranya. Membuat Langit sedikit heran. Namun, setelah itu, ingatan Langit kemarin malam terlintas. Ia mengerutkan keningnya. Merasa tidak asing dengan baju putih nge-jreng ini.

Apakah gadis ini yang ia lihat di pinggir jalan kemarin?

"Kau bisa melihatku?"

Bukan gadis itu lagi yang tersentak kaget. Sekarang justru Langit. Ia paham sekarang. Gadis di depannya ini ternyata bukan manusia!

Tetapi, ia tidak ingin langsung percaya. Kalau saja gadis aneh di depannya ini hanya ingin menjebaknya. Lantas, Langit memanggil salah satu siswa yang lewat. Memerintah siswa itu untuk menghampirinya.

"Gue ada berapa?" tanya Langit.

Siswa yang mendengar pertanyaan konyol dari Langit itu pun mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Ada satu lah," jawab siswa itu. Walau sebenarnya, ia kelihatan ikutan bego saat menjawab pertanyaan absurd dari Langit.

Langit menampilkan raut seriusnya, "Jadi, cuman kita berdua 'kan di sini?"

Siswa itu mengangguk. Lalu, Langit menyuruhnya pergi. Dan kembali menghadap ke arah gadis aneh yang sudah ia percayai kalau gadis ini adalah seorang hantu.

"Lo setan?"

Gadis itu membulatkan matanya, "Sembarangan!"

"Lah terus? Makhluk tak kasat mata selain hantu apaan?" tanya Langit.

"Aku itu mala--"

"Jangan beritahu identitasmu!"

Suara sang senior terdengar membuat malaikat cantik itu membungkam mulutnya seketika. Mengalihkan pandangannya, bingung ingin menjawab apa.

"Mala?" ucap Langit. Menunggu kelanjutan ucapan dari gadis itu.

Malaikat cantik itu berdehem, "Pokoknya aku bukan hantu. Derajatku lebih tinggi!"

Langit semakin mengerutkan keningnya. Semakin tidak paham. Kenapa gadis ini tidak mengaku saja kalau sebenarnya dia ini adalah seorang hantu gentayangan? Segitu malunya kah menjadi seorang hantu?

"Derajat lebih tinggi, ya?" Langit seakan berpikir, "Ratu-nya hantu?"

Malaikat cantik itu menggelengkan kepalanya cepat, "Bukan!"

"Terus? Katanya derajat lebih tinggi. Oh, atau jin? Lebih tinggi kan daripada arwah gentayangan?"

Malaikat cantik itu berdecak sebal. Merasa tidak punya derajat lagi. Malaikat se-cantik ini kenapa harus disamakan dengan jin? Ia tidak terima!

"Bukan dua-duanya! Aku tidak bisa memberitahu identitas asliku. Hanya itu yang bisa ku katakan."

Langit menghela napasnya. Mengangguk-anggukan saja kepalanya. Tetapi, ia ada sedikit merasa aneh. Kenapa tubuhnya sama sekali tidak merasa lemah saat berkomunikasi dengan makhluk di depan ini?

"Yaudah. Gue mau pulang." Belum saja Langit ingin berbalik. Gadis itu langsung menahan lengannya.

"Tolong, bawa aku."

Langit menampilkan raut tanda tanyanya, "Bawa ke mana?"

"Rumahmu."

"Ngapain? Nggak!" tolaknya. Langit tak habis pikir. Kenapa semua hantu ingin menginap di rumahnya?

Gadis itu menyatukan kedua tangannya, serta wajah memelas yang sering ia gunakan untuk memohon ampun dengan senior saat tak sengaja memakan makanan para senior.

"Tolong bawa aku. Hanya kau yang bisa melihatku. Tolong aku, Langit."

Langit mengerjapkan matanya. Menghadap sempurna ke arah gadis itu.

"Lo tahu nama gue? Lo sebenarnya apa sih?" bingung Langit. Dari awal ia tahu bahwa gadis di depannya ini adalah bukan manusia, ia sudah merasa aneh. Bukankah hantu biasanya tidak bisa berkeliaran pada siang hari?

"Aku tidak bisa mengatakannya."

Langit melipat kedua tangannya di depan dada, "Lo nggak kasih tahu, gue tinggal!"

Malaikat cantik itu lagi-lagi menahan lengan Langit yang ingin segera pergi. Cowok itu kembali menghadapnya. Seakan menunggu ucapan dari gadis itu.

"Bawa saja aku dulu ke rumahmu. Nanti, aku pasti akan memberitahumu."

"Gue nggak percaya!"

"Aku akan menuruti semua keinginanmu. Bagaimana?"

Langit mulai tergiur, "Semuanya?"

Malaikat cantik itu mengangguk, "Iya, semuanya."

"Apapun itu?"

"Iya."

"Oke, deal."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status