Share

Si Malaikat Cantik

Malaikat cantik yang baru saja diusir dari akhirat itu, mendongak mengadah ke atas. Dengan tampang malangnya, malaikat itu kembali menyatukan kedua telapak tangannya dan menggosokkannya.

"Senior, maafkan aku. Izinkan aku untuk pulang. Di bumi terasa begitu mengerikan." Malaikat itu kembali menyapu pandangannya. Suasana sepi bagaikan kuburan. Tidak ada satu pun pengendara yang lewat. Hanya tadi ada satu mobil yang lewat. Itu pun sepertinya sang sopir tidak mungkin bisa melihat wujudnya.

"Hari ke 151, kau boleh pulang."

Malaikat cantik itu terkejut. Kembali menatap sekitar dengan was-was karena mendengar suara seniornya tetapi wujudnya tidak ada. Bumi begitu mengerikan, bukan?

"Senior, kau di mana? Apa kau di sini bersamaku?" Malaikat cantik itu bertanya dengan masih melihat sekeliling. Sungguh, dirinya tidak berbohong. Di sini menyeramkan.

"Di akhirat. Dari pada kau hanya duduk di sana dan meratapi nasib. Sebaiknya kau berkelana. Siapa tahu ada yang bisa melihatmu dan bisa membantumu."

Malaikat cantik itu cemberut, "Apa aku tidak bisa pulang saja? Di sini sungguh asing. Aku takut, Senior."

"Apa yang kau takutkan?"

"Hantu."

"Apa kau lupa kau siapa? Yang ada, para hantu yang takut denganmu. Sekarang, pergi dari sana. Cari orang yang bisa melihatmu. Dari pada kau sendirian di situ. Aku kasihan melihatnya."

"Aku harus ke mana?"

"Jalan-jalan saja pokoknya. Nanti kau akan tahu sendiri."

Malaikat cantik itu menghela napasnya. Berdiri dari duduknya dan siap untuk menjentikkan jarinya bermaksud pindah tempat. Namun, peringatan dari sang senior membuat malaikat cantik itu mengurungkan niatnya.

"Kau tidak diperbolehkan memakai kekuatan. Katanya, di bumi tidak ada yang instan. Jadi, kau harus mengikuti aturan di bumi."

Malaikat cantik itu mengerutkan keningnya, "Instan? Apa itu?"

"Yang praktis. Pokoknya, jika kau ingin melakukan sesuatu, gunakan tengamu, bukan kekuatanmu. Mengerti?"

Malaikat cantik itu mendengus. Peraturan di bumi ternyata sungguh menyulitkan. Tidak seperti di akhirat, jentikkan jari saja mampu membawa dirinya ke mana-mana dan mendapatkan semua yang ia inginkan.

Jika begini ceritanya, apa bisa ia hidup bagaikan arwah penasaran yang tidak terlihat? Ahh, malaikat cantik itu tidak ada bedanya seperti hantu gentayangan di bumi. Lalu dipulangkan oleh para senior ke akhirat. Ternyata begini, nasibnya arwah penasaran yang tidak bisa pergi langsung ke akhirat. Menyedihkan.

---

Setelah berjalan lumayan jauh, akhirnya malaikat cantik yang tidak mempunyai nama itu duduk di halte bus. Melihat orang yang berlalu-lalang dengan tas berbentuk kotak digenggaman mereka. Entah itu apa. Sepertinya, mereka adalah orang-orang yang sibuk.

Ekor mata malaikat cantik itu melirik ke arah dua gadis yang duduk di sebelahnya. Dengan benda kotak tetapi bisa dibengkokkan itu di paha mereka. Ia menggeser duduknya. Merasa penasaran apa yang ada di dalam benda itu. Terlihat begitu mengasyikan.

"Blackpink in your area!"

Malaikat cantik itu manggut-manggut. Menikmati alunan musik nge-jreng tetapi asyik juga untuk didengar. Ia semakin menggeser tubuhnya. Melihat lebih jelas lagi dengan orang-orang yang menari di dalam benda itu.

"Gilasih, Blackpink memang keren banget!"

Malaikat cantik itu menatap gadis yang tengah berbicara, seraya mengangkat sebelah alisnya.

"Iya. Gue sih suka Jisoo di sini."

"Sama. Rose juga keren banget."

Malaikat cantik itu melongo. Jisoo? Rose? Blackpink? Nama-nama apa itu? Ia belum pernah mendengarnya sebelumnya. Apa itu ada kaitannya dengan para malaikat seperti dirinya?

Kedua gadis yang tengah berbincang tadi berdiri saat bus datang dan berhenti tepat di depannya. Ia menurunkan kedua bahunya lesu. Merasa belum puas melihat empat orang yang ia tahu adalah Blackpink, Jisoo, Rose dan satunya lagi tidak tahu, menari di dalam benda itu. Ngomong-ngomong, benda tadi apa namanya?

"Senior, bisakah aku mendapatkan benda yang persis seperti milik kedua manusia tadi? Aku ingin. Saat melihat itu, aku merasa hatiku senang. Mungkin dengan benda itu, aku bisa bertahan di bumi selama 150 hari." Malaikat itu berkata dengan nada ceria. Tidak seperti tadi yang penuh kemalangan.

"Sudah ku katakan. Jika kau ingin melakukan sesuatu, gunakan tenagamu, bukan kekuatanmu. Apalagi sampai meminta itu kepadaku. Apa kau ingin hukumanmu bertambah menjadi dua kali lipat?"

Malaikat cantik itu sontak menggeleng cepat. Tidak ingin hukumannya di tambah. Belum genap sehari saja ia sudah mengeluh. Apalagi jika ditambah dua kali lipat. Bisa-bisa nanti ada kabar seorang malaikat meninggal dunia akhirat.

"Baiklah. Agar aku bisa mendapatkan itu, aku harus bagaimana?"

"Cari dulu seseorang yang dapat melihatmu. Setelah itu, hidupmu di bumi akan terasa lebih ringan."

"Tapi, aku harus mencari ke mana? Bisakah kau memberitahuku siapa manusia itu?"

"Kau sedang menjalani hukuman, bukan misi. Mengapa aku harus membantumu?"

Ada benarnya juga. Malaikat cantik itu lantas mengangguk saja. Lalu melangkah untuk ikut naik memasuki bus itu.

"Senior, boleh aku menaiki benda ini?"

"Untuk kali ini, boleh. Tapi, lain kali kau harus membayarnya. Jangan sementang kau tidak terlihat, dan kau semena-mena menaiki tanpa membayar. Di bumi, itu termasuk kejahatan. Dan kami tidak pernah mengajarimu untuk berbuat jahat. Mengerti?"

Malaikat cantik itu mengangguk, "Aku mengerti."

---

Langit yang baru saja keluar dari mobilnya, dibuat terkejut sebab sesosok makhluk astral tiba-tiba berada di sampingnya. Ia mengelus dadanya. Walau selama hidup ini ia selalu melihat makhluk mengerikan, tetap saja, rasanya terlalu dag dig dug jika mereka datang dadakan.

"Bisa nggak, sih, hantu punya sopan santun dikit? Itung-itung nambah pahala sebelum diseret ke akhirat." Langit kesal. Ternyata, hantu ini adalah hantu yang ia temui di mobil dan pergi tanpa permisi tadi.

Hantu itu cengengesan, "Maaf, ganteng. Namanya juga hantu. Ya, nggak punya sopan santun."

"Nah, makanya itu. Lo harus belajar punya sopan santun serta akhlak. Biar lo jadi satu-satunya hantu pinter sejagat akhirat."

Hantu itu tersenyum riang, "Kamu mau ajarin aku?"

Seketika, bulu kuduk Langit berdiri. Membayangkan bagaimana jadinya jika ia harus menjadi guru les dadakan para hantu. Apalagi hantu modelan di depannya ini. Yang berkata telak suka padanya bahkan gercepingin mencium dirinya. Ia tidak bisa menjamin, pipinya masih suci selama menjadi guru les hantu genit ini.

"Nggak. Gue sibuk. Lo pernah jadi manusia 'kan? Pasti tahu gimana kejamnya dunia ini."

Hantu itu terdiam sejenak. Lalu mengangguk-anggukan kepalanya. Walau sebenarnya, ia juga lupa bagaimana masa lalu semasa ia hidup di dunia.

"Yaudah kalo gitu. Tapi, aku nginap di rumah kamu, ya, malam ini!"

Langit sontak melihat hantu genit itu dengan rasa tak percaya. Kenapa ia harus bertemu hantu se-absurd ini?

"Nginap gimana? Lo kan hantu. Tidur dijalanan juga no problem. Balik ke kuburan lo aja sana kenapa, sih. Ribet banget urusin hidup manusia mulu," kesal Langit. Ia heran, apa para hantu tidak lelah terbang sana sini?

"Kamu lupa? Aku kan arwah penasaran. Gimana mau--" Ucapan hantu itu terpotong saat Langit mengibaskan tangannya. Lalu, melangkah memasuki rumahnya meninggalkan hantu itu. Namun, ia mengernyit. Menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Hantu itu sudah tidak ada di sana.

"Belum semenit gue tinggal. Udah pergi aja. Mana nggak ada pamit. Heran gue." Langit menggelengkan kepalanya. Lalu kembali melangkah tidak ingin ambil pusing dalam memikirkan mengapa hantu itu datang dan pergi tanpa pamit. Karena para hantu sebelumnya, mereka akan pamit jika ingin pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status