Edward tersenyum lebar kala melihat tubuh mungil di rangkulannya sudah terpejam, suara dengkuran halus terdengar lirih dan teratur, jangan lupakan dada bidangnya sudah menjadi sandaran kepala gadis mungil kesayangannya itu dengan nyaman.
Edward nampak menikmati moment dimana dia dan Risha begitu dekat dan lekat, walaupun posisi itu tak baik untuk tubuh tapi ia enggan menggerakkan badan, takut jika gadis pujaannya terganggu dengan gerakannya.“Kalau boleh aku meminta pada Tuhan, aku harap DIA bisa mengehentikan waktu sekarang juga, agar aku bisa terus dan terus melihat wajahmu ini, Sweetheart,” lirih Edward sambil membelai pipi bulat Risha yang berada di pelukannya.Menemani Risha membaca ternyata berujung dengan tertidurnya orang yang ditemani, yakni Risha.Nyaman dan tenang mungkin itu yang dirasakan Risha, jadi dia bisa tertidur di rangkulan Edward.Wilson dan Jack mengerutkan kening hampir bersamaan kemudian saling pandang, dari kejauhan terlihat Sammuel sedang berjalan dengan sekaleng minuman soda di tangannya sedangkan di tangan satunya membawa satu ikat minuman soda yang sama. “Kenapa kalian?” sapa Sammuel sambil menurunkan sedikit kacamata hitamnya hingga keujung hidung, memindai lebih jelas kedua pengawal setianya yang terlihat sangat mencurigakan dengan mimik wajah yang tertegun itu. “Ah, tidak, Tuan. Kami baik-baik saja,” sanggah Wilson yang langsung membukakan pintu untuk Sammuel sedangkan Jack langsung melempar puntung rokok yang ia hisap kemudian menginjaknya dengan satu kaki, Jack melirik Wilson dengan senyum tipis kemudian masuk kedalam mobil di bagian pengemudi. “Mau?” tawar Sammuel menyodorkan satu ikat minuman kaleng bersoda kearah baris bangku depan yang sudah ada Wilson dan Jack disana. “Terima Kasih, Tu
Risha segera menutup pintu dan bersandar di belakang pintu kamarnya, kamar yang berada di ujung lorong yang bersebelahan dengan kamar Levina dan kamar Orang Tuanya tempati di mansion Edward. Risha meletakkan tangannya di dada guna meraba dan merasakan detak jantungnya yang berdetak cepat, entah efek dari rasa gugupnya atau efek setelah ia berlari kencang dari kamar Edward menuju kamarnya. Tangannya masih gemetar dan tubuhnya pun masih bergetar hebat, Risha sudah membayangkan bayangan dirinya dan Edward sudah melakukan perbuatan yang melanggar norma agama, walaupun Edward sudah menjelaskan bahwa tak ada kejadian apa-apa antara dirinya dan Edward tapi rasa takut dan kalut masih menyelimuti pikirannya. Risha segera beranjak menuju ke dalam kamar mandi setelah mengunci pintu kamar, mungkin dengan mandi dan berendam dapat sedikit menenangkan diri dan pikirannya. Tak berapa lama Risha sudah menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi, hanya berbekal bathrobe dan handuk ya
KruukKegiatan panas Edward dan Risha terhenti kala suara perut dari Risha berbunyi yang membuat Risha menjadi tersipu malu, sedangkan Edward hanya tersenyum lebar sambil memandang lekat Risha.“Maafkan aku, ayo kita makan,” lirih Edward sambil mengecup kening Risha.Risha duduk di sebelah Edward dan menikmati hidangan sarapan walaupun terlambat dari jam yang seharusnya. Tak ada suara dari mereka berdua, yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring begitu lirih. Walau diselingi saling pandang dan saling melempar senyum dari keduanya.Setelah sarapan Edward mengajak Risha keruang kerja, di sepanjang perjalanan dari ruang makan ke ruang kerja, Edward begitu posesif merangkul pinggang mungil Risha untuk bisa dekat dengannya, tetapi pandangan Edward tertuju pada alas kaki yang dipakai Risha. Edward sempat berpikir sejenak mengingat laporan yang di ber
“Om galak!” pekik Levina untuk kesekian kalinya yang mana membuat Dimitri kembali mendengus keras.“Kan sudah berkali-kali Kakak bilang, jangan panggil Om galak lagi, tapi panggil kakak ganteng. Bisa gak sih dibilangin, bikin sebal aja,” pekik Dimitri yang menatap Levina tajam, “Awas ya? Kalau panggil Om galak lagi!” ancam Dimitri sambil mencubit hidung mungil Levina.“Levina sukanya Om galak, enak Om galak. Kan emang Om galak!” salak Levina tak mau kalah dan tak mau mengalah, yang membuat Dimitri memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam, seakan kesabarannya sedang diuji oleh bocah yang masih berusia 10 tahun ini. Amarah dan emosinya sudah memuncak tapi ketika melihat wajah mungil nan imut itu, entah mengapa emosi dan amarah yang sudah diubun-ubun itu lenyap seketika tak berbekas, yang tersisa hanya rasa...,“Aahh, lupakanlah,” k
Obrolan antara Edward dan Sammuel terhenti kala terdengar suara langkah kaki mendekati mereka. “Maaf, saya ijin permisi sebentar,” lirih Risha dari jarak agak jauh dari Edward dan Sammuel berada. Edward mengerutkan keningnya, memindai gadis pujaannya dari atas kebawah, dilihatnya Risha sedang memegang erat buku sambil sedikit menggerakkan kaki rupanya mendapat atensi sendiri di mata Edward, melihat Risha yang sedang gugup dan terlihat sedikit panik membuat Edward tersenyum kemudian mengangguk pelan, tanda memberi ijin Risha untuk melakukan apa yang hendak Risha lakukan. Risha segera bergegas meninggalkan ruangan dan berjalan sedikit berlari kearah kamarnya yang terletak agak jauh di ujung lorong, rupanya Risha sedari tadi hendak meminta ijin untuk ke toilet tapi selalu di urungkan karena tak mau mengganggu Edward dan Sammuel yang sedang serius. Tapi lama kelamaan Risha akhirnya tak tahan juga. Sammuel langsung menoleh kearah Edward setelah Risha keluar dari ruang
Wilson sedikit berlari memasuki markas utama setelah mengendarai kendaraan dengan kecepatan penuh membelah jalanan ibu kota, Wilson mendapat satu buah pesan teks dari Jack yang hanya tertulis dua kata dengan huruf kapital yakni ‘SIAGA SATU’.Minuman soda kaleng yang diberikan Sammuel tadi pagi bahkan masih belum ia sentuh, karena sehabis mengantarkan Sammuel ke mansion Edward, Wilson di sibukkan urusan pekerjaan di kantor yang menumpuk. Untung saja ada Emily yang membantunya, jadi urusan kantor dan urusannya dengan Emily bisa diselesaikan sekaligus, tak perlu tahukan apa yang diurus Wilson jika menyangkut Emily? Hanya mereka berdua yang tahu. Walaupun Sammuel juga maha tahu, segalanya jika menyangkut pekerjaan dan pengawal pribadinya.Pikiran Wilson begitu kalut dan takut, bahkan sebagian pengawal yang berada di kantor ia boyong serta untuk ke markas pusat, takut jikalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.&
“Kau tak mau bertemu dengan Ayahmu, Son?” lirih Dorothea disamping Demian yang sedang bergelut dengan beberapa gelas kaca tabung reaksi di tangannya, g****e glass sudah terbingkai hampir menutupi wajahnya serta jangan lupakan jas lab putih yang selalu melekat di tubuhnya. “Edward sangat merindukanmu, Sayang.” Demian hanya menggeleng pelan sambil terus fokus dengan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan warna-warni di depannya, serta jangan lupakan papan kayu berisi tumpukan kertas yang berisi data-data hasil penelitiannya senantiasa selalu menemaninya kapan saja dan dimana saja. Jika di lihat sekilas, wajah Demian begitu mirip sekali dengan Axelo bahkan nyaris tanpa cela, oleh karena itu tak akan ada yang menyangka jika Demian hanya anak angkat dari pasangan Dorothea dan Axelo, karena kemiripan mereka berdua bahkan tak ada celahnya sama sekali. Jika wajah Dimitri lebih mirip Dorothea, lain halnya dengan
“Wah, lihat, siapa yang datang?” pekik Dimitri dari arah ruang keluarga yang tiba-tiba menoleh keatrah suara langkah kaki yang rupanya berasal dari langkah Dorothea dan Axelo. “Mari sambut pasangan kadaluarsa abad ini, Mama Dorothea dan Pria menyebalkan seantero jagat raya, Papa Axelo Alexseev, dan sayangnya gua anaknya,” sambung Dimitri sambil berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut dan hendak memeluk Dorothea sambil melayangkan ciuman di kedua pipi Dorothea. “iih, Mama pakai parfum apa? Kok rasa-rasanya kek pernah tau, apa ya?” ucap Dimitri yang tengah membaui tubuh Dorothea.Setelah beberapa waktu berpikir tiba-tiba mata Dimitri membulat dia melihat Dorothea yang sedang tersenyum tipis seakan dia telah menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri, “hei, bocah nakal, sini kau!” pekik Dimitri yang langsung berlari kearah pintu masuk dan berlarian kesana kemari seperti mencari keberad