[Hubungi Baron. S.O.S]Aqeela masih menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Adi, sesaat setelah telponya ditutup. Baron adalah anak buah Adi yang mengantarkan Aqeela pulang ke rumah Sean setelah dirinya diculik oleh Adi waktu lalu.“Untung Om Adi pernah mengatakan jika aku bisa menguhubungi Baron jika aku tidak bisa menghubungi Om Adi, sebentar aku cari nomor Baron di kontakku, semoga aku menyimpanya” gumam Aqeela pelan.Setelah menemukan kontak Baron, Aqeela dengan cepat menelponya dan memforward pesan yang dikirimkan oleh Adi padanya.Aqeela mengurungkan niatnya untuk bertemu Adi, atas pertimbangan Baron, dia khawatir sat ini Adi sedang dalam kondisi tidak memungkinkan untuk menemuinya, terbukti dengan pesan singkat yang dikirimkan olehnya.“Jika tidak menemui Om Adi, lantas aku harus kemana saat ini? aku tidak mungkin kembali ke rumah Adisty, apa aku menginap di hotel saja dulu ya?”Akhirnya Aqeela pun meminta supir taksinya untuk membelokan mobil ke hotel terdekat, di
Aleeka duduk termenung di balkon kamarnya, matanya menatap ke langit luas bertabur bintang, sang rembulan menyembul malu-malu diantara gumpalan awan hitam. Pikiran Aleeka menerawang entah kemana.Masih terpatri jelas dalam ingatanya saat dia berada ditempat persembunyianya di Singapura, saat itu dia terpaksa menyamar untuk melancarkan usahanya keluar dari negara itu, dia sudah memutuskan untuk tak ingin lagi ada sangkut paut dengan keluarganya, dan jalan satu-satunya adalah dengan pergi meninggalkan Sean.Saat itu tanpa sengaja Aleeka melihat kedua orangtuanya, dia berpikir bahwa keduanya sedang khawatir mencari dirinya karena menghilang dan tak berada di apartemenya. Namun kenyataan berkata lain, Felisha dan Darius datang ke Singapura adalah untuk memintanya agar menggugurkan kandunganya demi hubungan pertunangan Aqeela dan Sean.“Mengapa mommy begitu tega memintaku untuk melenyapkan cucunya? Hanya demi kasih sayangnya pada Aqeela?”Tak terasa lelehan bening mengalir di pipi putih mu
Sementara itu, di tempat yang tak jauh dari lokasi rumah yang ditempati Gibran, seorang pria tua tengah mencambuk punggung empat orang pria yang memohon ampun kepadanya.“Bagaimana kalian bisa kecolongan seperti ini hah?!”“Ampun tuan besar, tolong ampuni kami... wanita itu menipu kami dengan mengatakan bahwa dia ingin pergi ke toilet”“Itu alasan klise! Seharusnya kalian sudah waspada akan hal itu!”Kembali pria tua yang tak lain adalah Zain Andromeda mencambuk keempat pria tersebut. wajahnya terlihat amat kesal, dia ingin menumpahkan seluruh kekesalanya pada keempat orang tersebut, namun tiba-tiba dia teringat bahwa masih ada hal yang dia harus kerjakan di Sisilia sana.“Kali ini kalian sangat beruntung karena aku sudah menemukan tunangan cucuku yang asli, tapi sebagai hukumanya, kalian semua tetap berada disini dan harus mencari wanita itu sampai ketemu”Selesai berkata Zain melemparkan cambuk ditanganya dan masuk kembali ke dalam rumah.“Kita kembali ke Sisilia” Zain memerintahkan
"Jangan mengetes kesabaranku, Aqeela." Mendengar ucapan pria berjas hitam di hadapannya, gadis itu cemberut. Tampak tidak senang. Wajahnya memerah dan fokus matanya tampak kabur, seperti sedang mabuk.Namun, ia tidak menuruti ucapan pria itu dan justru menarik leher sosok gagah itu agar mendekat padanya. Tanpa menunggu lagi, gadis itu melumat bibirnya, mencoba menghilangkan haus yang sangat menyiksa. Tangannya meraba dada bidang terbalut jas rapi. Tangan lainnya yang berada di leher si pria menekan untuk mendalamkan ciuman mereka."Cukup." Pria itu menarik diri, melepaskan rangkulan si gadis. Ia tampak frustrasi. "Kamu mabuk."Bibir gadis di hadapannya merekah sempurna, tampak menggoda. Belum lagi pakaian pesta yang tengah digunakan oleh perempuan itu sudah berantakan--menambah kesan seksi sekaligus menggoda."Istiharatlah. Jangan melakukan sesuatu yang nanti kamu sesali." Pria itu, Sean, kembali berucap. Sekuat tenaga, ia mencoba mengendalikan diri. Setelah itu, ia berbalik pergi.Namun,
“Pesandari siapa, Sayang?”Kaget,Aleeka langsung membalikkan handphonenya. Tidak tahu Sean sudah bangun.“Bukandari siapa-siapa,” jawab Aleeka buru-buru. Aleeka berharap dia tidak terlihatgelagapan di mata Sean.“Emm,”jawab Sean malas sambil mempererat pelukannya, menarik Aleeka bersandar di dadabidangnya. lalu mengecup puncak kepala Aleeka. “Apamasih sakit?” tanya Sean lagi sambil menenggelamkan wajahnya di tengkukAleeka.Maludan menyesal, itulah yang Aleeka rasakan. Mengingat Aleeka-lah yang memulaikegilaan semalam. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menggeleng. Apayang sebenarnya dia minum malam kemarin? Bagaimana bisa dia bisa hilang kendaliseperti itu?“Ma-maafsoal semalam, aku mabuk dan tidak sadar berbuat seperti itu padamu,” gumamAleeka. “Tidakmasalah, tapi kedepannya kamu tidak boleh mabuk jika tidak bersamaku,” Seanmenjawab dengan santai.Mendengarucapan Sean, Aleeka hanya bisa tersenyum miris. Kalau Aqeela tahu apa yangsudah dia lakukan. Pasti Ale
“Aqeela sayang, tidak bisa kamu pergi nanti saat kamu sudah sehat sepenuhnya,” ucap Liliana saat Aleeka pamit untuk pergi.Aleeka berbohong pada Liliana, kalau dia pergi untuk bertemu teman-teman sekolahnya dulu.Malam itu, saat hasil tes menunjukan positif, Aleeka lemas. Dia bingung harus bagaimana. Apakah dia harus merelakan bayi itu pergi tanpa lahir ke dunia, atau membesarkannya seorang diri. Tapi bagaimana, penghasilannya bahkan tidak cukup untuk membayar pengobatan ibu asuhnya.Ting!Bunyi notifikasi muncul, ada chat masuk dari Aqeela.[Jangan telat, aku tunggu di hotel dekat bandara sesuai perjanjian kita, besok.]Perjanjian antara Aleeka dan Aqeela akhirnya akan berakhir. Usaha Aqeela untuk menjadi model ternama di Paris tidak membuahkan hasil, membuat Aqeela kembali lebih cepat dari perjanjian awal.Aleeka membalas pesan itu, dan mulai bersiap. Fokus Aleeka saat ini untuk segera pergi dari kediaman Genaaro, pergi sejauh mungkin dari Aqeela dan Sean. Dia harus menyembunyikan k
Aleeka bernapas lega kembali menghirup udara di negara Singapura, tempat dia tumbuh dari bayi hingga sekarang ini, taksi yang membawanya sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini ditinggalinya dengan ibu asuhnya. “Akhirnya aku pulang” Aleeka menarik napas dalam dan menghembuskanya perlahan, menatap tatanan kota yang dirindukanya. Aleeka tinggal di lantai sepuluh gedung tersebut, flatnya terdiri dari 2 lantai, dengan kamar pribadi Aleeka berada di lantai atas. Apartemen itu sebenarnya pemberian dari ayah kandungnya, Darius Widjaya. Ting Lift yang membawa Aleeka telah sampai di lantai yang di tuju, Aleeka buru-buru mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. “Nancy..” teriak Aleeka tak sabar ingin memeluk ibu asuhnya tersebut. Seorang wanita paruh baya dengan tubuh kurus keluar dari salah satu kamar, Aleeka langsung memeluk Nancy dengan rasa haru, betapa dia merindukan sosok wanita yang merawat dan membesarkanya dari bayi dengan penuh kasih sayang, bahkan Nancy tidak menikah han
Aleeka terlihat gugup saat dirinya ditempatkan di ruang IGD, menunggu dokter yang akan memeriksanya tiba, dia bahkan tak menyadari saat Gibran, pemuda yang menolongnya berpamitan untuk pergi. Hanya Nancy yang mengucapkan terimakasih pada Gibran sebelum pria berwajah tampan itu meninggalkan rumah sakit.“Aleeka, kau baik-baik saja kan selama di Jakarta sana? Mengapa aku merasa kau terlihat lebih pucat dan lemah setelah kembali dari sana?” Nancy mengusap lembut lengan Aleeka penuh kasih, dia benar-benar mengkhawatirkan kondisi Aleeka saat ini.“Nancy, aku... ehm.. begini Nancy... sebenarnya aku-“Belum sempat Aleeka menyelesaikan kalimatnya, dokter yang di tunggu pun tiba. Gadis berusia 23 tahun itu pun mengikuti arahan sang dokter yang memeriksanya, hingga dokter tersebut menyarankan dirinya untuk memeriksakan diri ke dokter obgyn.Aleeka sebenarnya sudah tau apa yang akan dikatakan oleh dokter, namun karena Nancy berkeras untuk menuruti semua anjuran dokter, maka mereka pun kini suda