"Kalau satu sisik emas naga harganya dua pulau pribadi berarti bisa membuat perusahaan berskala internasional." Davey memperhitungkan beberapa yang harus dikeluarkan untuk membangun perusahaan. "Tapi pulau yang aku maksud adalah pulau Macapule di Meksiko. Yang harganya $ 95 juta atau 1.37 triliun rupiah. Bisa jadi kamu menjual satu sisikku lalu mendapatkan harga $ 190 juta," jelas Cheng. "Kenapa kamu memberikan aku sisik emas kamu sebanyak 10? Lalu uangnya buat apa?" tanya Davey. "Buat mendirikan lima puluh cabang di seluruh dunia. Semakin banyak cabang yang kamu dirikan dan semakin besar perusahaan itu. Cepat atau lambat nama perusahaan kamu layak diperhitungkan. Kemudian kalian bisa merebut Torres Group dari tangan Sani," jelas Cheng. "Oh, berarti tujuannya itu?" tanya Davey. "Ya... itu benar. Kamu harus memiliki sifat licik dan jahat dalam dunia bisnis. Ayahmu itu sebenarnya adalah orang baik. Saking baiknya dia selalu diinjak sama Sani," sambung Cheng. Mereka paham apa yang
"Ya... aku ingin menemui kakek dan meminta maaf karena tidak bisa mempertahankan perusahaan," jawab Davey. "Ajaklah mereka berdua. Aku tahu kamu lemah menghadapi semua ini. Aku enggak bisa memelukmu jika sedang menangis," celetuk Cheng. "Apa-apaan ini? Kamu sangka aku guy?" kesal Davey. "Kamu tahu, aku ini seorang pria. Seorang pria yang pandai menyembunyikan perasaan jika ada masalah," ungkap Cheng sengaja membuka rahasianya. Davey menganggukkan kepalanya. Ada benarnya apa yang dikatakan Cheng. Para pria beda dengan wanita. Mereka tidak mengedepankan perasaan namun logika. Maka dari itu para pria sangat membutuhkan pundak wanita untuk bersandar. Davey pergi ke kamar Luna. Ia segera masuk dan melihat kondisi kedua gadisnya. Davey melihat wajah lelah mereka. Davey membelai kedua gadisnya itu. "Betapa cantiknya mereka. Aku tidak menyadari kecantikan mereka. Baru beberapa hari ini aku mengetahui diri kalian sebenarnya. Kalian tidak paantas menjadi pengasuhku. Aku mencintai kalian.
Tse datang dengan senyum merekah. Hal ini dikarenakan raga Dave sudah menyatu dengan dirinya. Tse menatap Cheng sambil mengucapkan terima kasih. Sebab Tse sudah diizinkan memakai raga Dave. "Sepertinya Tuan Tse sedang bahagia?" tanya Luna. "Dia sudah menyinkronkan jiwanya dengan raga ayahmu. Dan di bulan purnama yang bersinar ini Dave harus menerima Tse. Meski dengan wajah muramnya," tunjuk Cheng ke arah Dave. Mereka menahan tawanya karena ulah Tse. Cheng sengaja mendekati Dave dan memperingatkan sesuatu. Sesuatu itu adalah takdir harus dijalankan. "Ayah, inilah takdir yang harus dijalankan. Tidak semua orang mendapatkan perlakuan istimewa dari Tuan Naga. Ayah akan mendapatkan reward dari Tuan naga yaitu umur panjang dan awet muda," jelas Luna. "Terserah dech, apa mau kalian. Ayah akan menerima semua ini dengan pasrah," ucap Dave yang benar-benar pasrah dengan keadaan. "Berapa lama kita kesana?" "Kurang lebih satu bulan. Dikarenakan dunia nyata menuju ke alam tunggu roh-roh yang
"Sesungguhnya itu ide yang sangat bagus sekali. Tapi sejujurnya aku nggak mau terbang kesana. Mereka akan marah kepadaku dan memberikan hadiah petir," jawab Cheng.Mereka menganggukan kepalanya. Tak lama Luna mendapatkan sebuah ide. Luna tersenyum melihat Cheng. Cheng tidak sengaja menangkap senyum Luna yang mengandung arti. Ia dapat menebak apa yang ada isi dalam kepala otaknya. Lalu Cheng berkata, "Senyum kamu mengandung arti." "Ya... pasti kamu bisa menebaknya," celetuk Luna. Cheng memusatkan pikiranya sambil menunduk. Ia mulai menstransfer isi kepala Luna. Cheng mengangkat wajahnya sambil bertanya, "Rupanya kamu ingin pergi ke jaman saat kakek menjadi CEO Torres Group?""Nah itu dia. Aku memiliki ide itu. Kita enggak mungkin kesana. Kalau kesana juga kita menghabiskan waktu. Belum lagi mendapatkan persetujuan dari sang raja langit," jawab Luna. Mata Davey menatap Luna dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah terbayangkan Luna memiliki ide cemerlang. Namun Davey bingung, jika saja
Sani semakin panik. Ia bingung tidak ada yang mendampingi dirinya ketika menghadapi Dave. Selama kepanikannya itu Sani teringat akan satu hal. Yaitu surat wasiat palsu. Ya.. Sani memang memiliki surat wasiat palsu. Yang dimana Sani sudah membuatnya ketika sepuluh tahun lalu. Sani bisa memakai itu dan memperkuat semua bukti kalau dirinya adalah pemilik sah. "Dimas," panggil Sani. "Iya nyonya," sahut Dimas penuh hormat. "Lebih baik kamu kembali. Mintalah ke Pak Wartoyo mengambilkan map berwarna kuning!" titah Sani. "Baik nyonya." Dimas menganggukkan kepalanya. Dimas akhirnya pergi meninggalkan Sani. Pria berkaca mata itu langsung menuju ke mansion. Dimas hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. "Selalu saja ketinggalan," keluh Dimas. Dimas tidak habis pikir dengan Sani. Setiap berangkat kantor selalu saja ketinggalan berkas. Dimas sering frustasi karena terlambat dan menunda pertemuan penting. Sani melenggangkan kakinya tanpa bersalah. Ia tersenyum penuh dengan percaya diri.
"Ada apa memangnya? Ada yang salah?" Luna tersenyum mengintimidasi Sani. Tak pernah terbayangkan jika Sani mendapatkan perlakuan buruk dari Luna. Ia sangat marah dan ingin menghabisi Luna saat ini juga. Sani mendekat dan menjambak rambut blondie Luna. "Kalau kamu melawanku, aku pastikan kamu hanya tinggal nama!" Sani menjambak rambut Luna. "Tinggal nama? Kalau kamu melakukannya aku pastikan kamu yang akan ditendang dari mansion milik Tuan Mark!" Luna berkata pelan namun menyakitkan. Sani melepaskan rambut Luna. Ia tiba-tiba saja mundur dan ketakutan. Benar saja Sani sangat ketakutan. Terlihat jelas dari sorot matanya jika dirinya tidak mau dilempar ke jalanan. "Takut! Kenapa takut?" ejek Luna. Mia yang sedari tadi melihat penampilan Sani menahan tawanya. Pasalnya matanya selalu tertuju ke bawah dan menatap kaki Sani sedang berlumuran sabun pembersih lanta bekas mengepel. Mia menahan tawanya lalu menyenggol lengan Luna. "Coba lihat ke bawah? Penampilan kaki Sani berlumuran sabun
“Sudah. Tapi aku belum membacanya,” jawab Mia. Luna menghempaskan bokongnya di sofa single. Ia tidak habis pikir dengan apa yang dilihatnya tadi. Bayangkan saja, Sani mengeluarkan otot-ototnya ketika marah. Bahkan Sani berani memeras orang hanya karena sepatu. Davey yang melihatnya tersenyum. Davey tahu kalau Luna sedang kesal. Ia malah mendekatinya sambil menatap wajah Luna. “Sudah, biarkan saja. Kamu sudah membuka kejelekan Sani,” ucap Davey. “Bukan begitu! Jika memiliki kekuatan maka aku akan menendang Sani ke Gunung Merapi.” Luna mengusap wajahnya tanda frustasi. “Waduh! Jangan ditendang kesana kak,” ucap Mia sengaja menyahutinya. “Kenapa?” tanya Luna. “Nanti tambah semakin parah. Pulang-pulang menjadi mak lampir dech,” jawab Mia. Mendengar kata Mak Lampir Luna tersenyum. Memang benar Sani sangat cocok menjadi Mak lampir. Dikarenkan dirinya memang sangat ambisi untuk rencana menggulingkan ayah angkatnya itu. Mia segera mengirimkan informasi para pemegang saham ke Luna. Se
“Saham adalah sebagai bukti kepemilikan perusahaan,” jawab Cheng sengaja membuka internet. “Oh, aku sangka makanan.” Zhang tersenyum konyol. “Kamu itu sedari tadi nanya makanan terus. Aku juga enggak tahu saham itu seperti apa? Yang pastinya Ratuku sedang membutuhkan saham yang banyak,” ucap Cheng. “Terus tugas aku apa?” tanya Zhang. “Kamu harus mencegah para pemegang saham datang ke perusahaan. Biar rapat umum pemegang saham itu batal,” jelas Cheng membuka lagi internetnya demi mencari informasi siapa saja pemegang saham di perusahaan itu. Setelah menemukan siapa saja para pemegang saham? Cheng sengaja memperlihatkan data-data itu ke Zhang. Zhang pun mengangguk paham. Ia tersenyum sambil menatap Cheng. “Sekarang kamu tugasnya adalah membatalkan keberangkatan mereka ke perusahaan ini. Kamu boleh mengeluarkan sifat jahilmu seperti tadi. Yang penting rencana ini berhasil!” perintah Cheng. Zhang akhirnya pergi meninggalkan Cheng. Ia tersenyum konyol sambil mencari orang-orang ters