Share

Bab 40B

Pria yang sedang mengemudikan mobil dapat membaca ekspresi kebingungan Hana. Wanita itu sedari tadi menoleh ke belakang jok penumpang, seperti sedang mencari sesuatu.

"Bunga Lily yang tadi aku taruh ke plastik merah, ke mana, ya?"

"Bunga?" Pria itu menggaruk kepala yang tiba-tiba gatal, berpura-pura tidak mengerti bunga yang dimaksud.

"Bunga dari Kak Jonathan. Perasaan tadi aku lihat kamu bawa sama tas hitamnya kamu, kan?"

Sesekali Hana masih menoleh ke belakang, memastikan keberadaan benda tersebut. Mula dirinya yang menenteng plastik merah, tetapi Mahendra menawarkan diri untuk membantu membawakannya.

"Iya, tadi aku yang bawa dan aku taruh di belakang. Kok, bisa nggak ada, ya?"

Pintar sekali ia berakting. Padahal, sebenarnya bunga itu sudah ia buang di tong sampah pada saat mereka menuju ke parkiran. Ia merasa beruntung melintasi tempat sampah, dengan cekatan plastik merah tersebut dimasukkan ke sana tanpa sepengetahuan Hana. Mahendra tak suka wanitanya menerima barang orang lain, apalagi benda itu adalah bunga.

Berdecak keras, raut wajah penuh kejengkelan terlukis di wajah wanita yang menyandarkan kepala, tiba-tiba ia merasa sedikit pusing.

"Hei, jangan cemberut gitu, nanti aku kasih yang baru. Kamu mau berapa tangkai? Sepuluh? Seratus?"

"Bukan masalah baru atau gimana. Masa pemberian orang aku hilangi, padahal belum sempat aku ...."

"Lagipula laki-laki itu kok bisa tahu bunga kesukaanmu? Memangnya kalian berteman sudah lama? Sejak kapan? Teman apa sih? SMA? Atau?"

"Aku juga tidak begitu ingat. Kata mama, kita temanan pas kita masih kecil dan dulu kita tuh tetanggaan. Tapi aku lupa wajahnya gimana dulu."

Lelaki itu tak menyahutinya lagi, bayangan wajah Jonathan direkam dalam ingatannya. Dia tak suka dengan tatapan dan senyuman Nathan yang terkesan tak ikhlas.

***

"Mama sudah pulang?"

Kai berhamburan memeluk dan mencium pipi Hana ketika ibu membuka pintu setelah mendengar ketukan dari luar. Mahendra yang ikut masuk pun meletakkan barang bawaan dan obat dari dokter di atas meja. Lalu, tanpa dipersilakan, ia pun duduk setelah menyapa ibu.

Mata Hana tertuju pada mainan Lego yang sedikit berserakan di lantai setelah mengurai pelukan Kai.

"Mainan dari siapa?" Sorot mata langsung tertuju pada paket pemberian Mahendra yang diletakkan di sudut rumah.

"Kenapa dibuka paketnya, Nak? Ini ...."

"Nenek yang buka, Ma. Katanya ini dari Om Hendra buat Kai. Kalau itu punya Mama, tapi tidak Kai buka, kok." Telunjuk kecil itu menunjuk ke salah satu paket yang masih ada di sudut sana.

"Tapi, Nak ...."

Hana menemui kedua mata Mahendra yang kedua alisnya sudah terangkat bersamaan. Lalu, pria itu melengkungkan bibir saat ibu menarik tangan putrinya masuk ke kamar.

"Tidak ada salahnya Kai mendapatkan apa yang menjadi hak dari papanya. Ibu sudah tahu, paket-paket itu dari Nak Hendra."

"Tapi, Bu ...."

"Marah dan kesal, boleh. Asal kita tahu cara memaafkan. Jangan terus simpan rasa itu terlalu lama di sini dan membiarkannya membusuk."

Ibu meletakkan jari telunjuk ke dada Hana.

"Maksud Ibu, Hana harus menerima kehadiran pria yang sudah pernah mencampakkan Hana dan Kai?"

"Bukan itu maksud Ibu. Cobalah membuka pintu maaf untuk dia. Walau kalian tidak bersama, setidaknya ikatan ayah dan anak itu harus tetap terjalin. Ibu juga tidak bilang kalian harus hidup bersama. Kamu mau jaga jarak, ya, silakan. Tapi kamu tidak bisa merenggangkan hubungan Kai dan papanya. Dalam nadi Kai ada darah Nak Hendra yang mengalir di sana. Hubungan kalian di masa lalu janganlah jadi penghalang Kai untuk mendapatkan hak kebahagiaannya. Kasihan anak itu tanpa sosok papa."

"Tapi, Bu ...." Hana berusaha mengelak.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Langit
kok apa ini??
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status