Sekali lagi Alessandra mengangguk pasrah, membuat Mervile tak dapat menahan untuk menaburkan kecupan di wajahnya. Mervile lalu menyuguhkan senyum paling menawan, sementara tangannya membelai sayang surai wanita pujaan. "Kupersembahkan diriku sepenuhnya untukmu, Amore."Mervile kemudian melumat bibirnya dengan lembut sembari tangannya mengirim sinyal rangsangan di bawah sana, membawa Alessandra ke tepi surga untuk kemudian siap mereguk air telaga di dalamnya. "Amore, kau ...." Mervile memandang sayu mata sang kekasih, suaranya terdengar dalam dan parau. Alessandra mengangguk, terlukis senyum di wajahnya yang kian merona. Mervile merasakan secercah bahagia. Bukan, bukan hanya secercah. Namun, sejuta bahagia bahkan tak terhingga. Wanitanya tak pernah dimiliki sepenuhnya pria yang beberapa waktu lalu nyaris membuat ia celaka. "Ini akan sakit, kau tak apa?" tanyanya kemudian dengan suara seraknya. "Lakukan, Mervile. Aku bahagia kau menjadi yang pertama." Mervile mengangguk tersenyum
"Semenjak menjadi sebatang kara aku tak pernah merasa sebahagia saat ini. Kau memberiku hal baru." Alessandra bersandar rapat pada dada bidang sang kekasih. Setelah keduanya melalui percintaan panas dan menggetarkan ranjang untuk kali ke dua, mereka mengistirahatkan tubuh yang lelah dengan bersantai menonton televisi di kamar bersejarah itu, meski tak benar-benar menontonnya sebab perhatian keduanya lebih tercurah pada satu sama lainnya.Mervile mempersembahkan dadanya sebagai sandaran paling nyaman kekasihnya, sedang ia sendiri bersandar pada headboard ranjang. "Aku bahagia menjadi yang pertama dan berkesan bagimu." Mervile meninggalkan satu kecupan di puncak kepalanya. Aroma menyegarkan yang menguar darinya seolah merayu Mervile untuk terus menghirupnya. "Kau yang terbaik." Alessandra mempertemukan bibir keduanya, mengecup singkat. "Kau yang terbaik, Amore," timpal Mervile lalu mengecup punggung tangan wanitanya. Aktivitas itu tak terhitung ia lakukan setelah percintaan mereka. I
Mata Alessandra berbinar bahagia. Tatapannya tak hentinya ia arahkan pada lilin-lilin elektrik warna warm yang berjajar di kiri kanan sepanjang ia melangkah. Ada mawar merah muda yang tersisip di antara jajaran lilin ukuran kecil itu, menyampaikan pesan romantis dari sang pencipta momen. Jajaran lilin itu mengantarkan langkahnya yang tanpa alas kaki itu pada sebuah tempat buatan yang terdiri dari satu meja bundar dan dua kursi dengan kain transparan putih yang membungkus indah. Di atas meja terhidang dua porsi chicken cordon bleu sebagai menu utama, dua shot marochino, gelato espresso sebagai hidangan penutup, dan candle holder berikut lilin-lilinnya disisipkan Mervile sebagai ikon romantis malam ini. Hati Mervile merasakan sapuan bahagia melihat kekasihnya tampak menyukai komponen dari momen yang ia ciptakan khusus untuk mereka. Ia semakin dialiri arus bahagia ketika Alessandra berbalik menoleh padanya dengan binar matanya yang seolah menyorotkan pesan 'aku teramat menyukai ini'. "
"Maukah kau hanyut ke dalam lautan cinta bersamaku?" Sekali lagi Mervile mempertegas pertanyaan sembari tangannya meloloskan satu persatu kain yang melekat di tubuh atletisnya dengan tatapan gairah menembus manik Alessandra. Bibir Alessandra mendadak kelu, hatinya terharu mendengar kalimat Mervile yang mengisyaratkan teramat menginginkannya. Lalu Pandangan matanya berpusat pada tiap gerakan tangan sang kekasih yang saat ini meloloskan ankle pants cokelat muda pembungkus kaki panjangnya.Alessandra membasahi bibirnya, membayangkan kegiatan panas yang kini dapat ia raba--dua raga dua jiwa melebur di alam terbuka, disaksikan bulan dan ribuan bintang di atas sana, terlintas pula di benaknya samudera turut terbawa euforia bersama mereka dengan riuh suara ombaknya yang seakan-akan berpesta pora. Adakah yang lebih indah dari ini? Alessandra kini menjulurkan tangan, mendaratkan jemarinya pada kumpulan otot perut yang keras ia rasakan lalu berkata, "Bawa aku ke mana pun yang kau mau." Aless
Tuan Aroon menarik sudut bibirnya. "Dia menipumu habis-habisan," ucapnya terdengar mengutip kalimat Mervile di hari kandasnya hubungan ia dan Alessandra kala itu. Ia tampak tersenyum puas saat ini sebab dapat menyerang balik pemuda 29 tahun tersebut sekaligus menempatkan pria itu di posisi sama sepertinya beberapa waktu lalu, tak berdaya atas terkuaknya fakta yang tengah ia sembunyikan sedemikian rupa. Hati Tuan Aroon dipenuhi keriuhan bersorak suka cita. "Diam kau, Keparat! Kehadiranmu di sini tak dibutuhkan. Enyah dari sini!" Mervile pun langsung mendaratkan pukulan bertubi-tubi pada perut pria paruh baya tersebut, dan Tuan Aroon kali ini tak membalas serangan, alih-alih memamerkan seringai puas seakan-akan ia tengah mengolok-olok pria muda tersebut. "Hentikan, Mervile. Biarkan dia berbicara." Alessandra menginterupsi, sontak membuat Mervile langsung menghentikan aksinya dan beralih padanya. "Amore, kau dengarkan penjelasanku lebih dulu." Mervile mempertemukan manik keduanya. Tan
Sontak, bola mata Mervile pun bergerak mengikuti arah Tuan Aroon. "Amore," ucapnya reflek sembari mengulurkan tangan ketika maniknya melihat tubuh sang kekasih terkulai tak sadar dalam gendongan Tuan Aroon. "Jauhkan tanganmu!" bentak Tuan Aroon seketika dengan tatapan tajam bak mata pedang yang berkilat-kilat siap menebas orang. "Kau yang membuatnya seperti ini!"Demi Tuhan! Mervile tak berselera adu argumen demi meladeni pria itu saat ini. Yang ia fokuskan sekarang ialah membawa sang kekasih dari sana, lebih tepatnya dari kuasa rengkuhan pria paruh baya tersebut.Mervile tanpa aba-aba merebut tubuh kekasihnya lalu meluncurkan serangan brutal pada paha dan kaki Tuan Aroon dengan tendangan berkekuatan penuh. Ia kemudian segera berlari sembari membawa Alessandra yang tak sadarkan diri dalam gendongannya, sementara Tuan Aroon meringis tak berdaya seraya melontarkan umpatan menatap pria muda yang kian jauh dari jangkauan mata cokelatnya. "Shit!""Keparat!""Bangsat!"Mervile segera mema
Mendengar itu, seketika Mervile meraih tangan Alessandra lalu mencium punggungnya. "Kau cintaku dan aku cintamu, bagaimana bisa kau menghendaki jarak di antara kita, Amore? Kumohon jangan lakukan ini pada cinta kita."Seketika Alessandra memalingkan muka seraya menarik tangannya, namun Mervile tak melepaskan tangan lemah itu. Mervile mempertahankan tangan itu dalam genggamannya dan ia patri di dada. "Lepas, Mervile. Jika kau terus bersikeras, maka sekarang juga aku akan berkemas." Alessandra sudah menggerakkan badannya untuk bangkit. "Oke, oke." Mervile tak ingin terjadi hal buruk pada Alessandra, maka ia segera memutuskan mengalah kendati itu artinya ia menerima perintah Alessandra untuk pergi dari sisi sang kekasih. Seketika itu pula Alessandra kembali merebahkan tubuhnya, yang sebenarnya terasa lemah ia rasakan. Mervile kemudian menghela napas berat lalu berkata tepat di hadapan wajah Alessandra seraya tangannya membelai sayang rambut yang tampak kusut itu, "Aku akan pergi, tapi
Sekuat tenaga Alessandra mencoba menghapus bayang-bayang pria yang ia cinta sekaligus ia benci, maka sekuat itu pula bayangan itu terus berkeliaran di benaknya. Tiap kali kelopak matanya terbuka, pandangan matanya langsung disambut sejuta siluet samar yang tampak indah sekaligus menggerus hatinya. Kala mata sayu itu menelisik tiap inci kamarnya dan seketika itu pula memorinya menggambar jelas tiap adegan indah yang singgah di sana.Hatinya terasa sesak. "Kau bilang itu pertama dan terakhir kalinya kau menyakitiku. Tapi lihat, secepat itu kau sudah mengingkarinya."Baru kemarin ia rasakan bunga-bunga di hatinya bermekaran sempurna dan hari ini bunga setaman itu kuncup tiba-tiba bak debu yang seketika hilang diterbangkan angin begitu saja. Ironis! Pria yang masih ia sebut nama palsunya itu seolah membawanya berdiri di tepi tebing di mana ia dipameri keindahan rumpun-rumpun anggrek yang menggelantung dengan bunganya yang berpendar, namun ketika ia semakin menurunkan pandangan seketika ia