Tuan Aroon menarik sudut bibirnya. "Dia menipumu habis-habisan," ucapnya terdengar mengutip kalimat Mervile di hari kandasnya hubungan ia dan Alessandra kala itu. Ia tampak tersenyum puas saat ini sebab dapat menyerang balik pemuda 29 tahun tersebut sekaligus menempatkan pria itu di posisi sama sepertinya beberapa waktu lalu, tak berdaya atas terkuaknya fakta yang tengah ia sembunyikan sedemikian rupa. Hati Tuan Aroon dipenuhi keriuhan bersorak suka cita. "Diam kau, Keparat! Kehadiranmu di sini tak dibutuhkan. Enyah dari sini!" Mervile pun langsung mendaratkan pukulan bertubi-tubi pada perut pria paruh baya tersebut, dan Tuan Aroon kali ini tak membalas serangan, alih-alih memamerkan seringai puas seakan-akan ia tengah mengolok-olok pria muda tersebut. "Hentikan, Mervile. Biarkan dia berbicara." Alessandra menginterupsi, sontak membuat Mervile langsung menghentikan aksinya dan beralih padanya. "Amore, kau dengarkan penjelasanku lebih dulu." Mervile mempertemukan manik keduanya. Tan
Sontak, bola mata Mervile pun bergerak mengikuti arah Tuan Aroon. "Amore," ucapnya reflek sembari mengulurkan tangan ketika maniknya melihat tubuh sang kekasih terkulai tak sadar dalam gendongan Tuan Aroon. "Jauhkan tanganmu!" bentak Tuan Aroon seketika dengan tatapan tajam bak mata pedang yang berkilat-kilat siap menebas orang. "Kau yang membuatnya seperti ini!"Demi Tuhan! Mervile tak berselera adu argumen demi meladeni pria itu saat ini. Yang ia fokuskan sekarang ialah membawa sang kekasih dari sana, lebih tepatnya dari kuasa rengkuhan pria paruh baya tersebut.Mervile tanpa aba-aba merebut tubuh kekasihnya lalu meluncurkan serangan brutal pada paha dan kaki Tuan Aroon dengan tendangan berkekuatan penuh. Ia kemudian segera berlari sembari membawa Alessandra yang tak sadarkan diri dalam gendongannya, sementara Tuan Aroon meringis tak berdaya seraya melontarkan umpatan menatap pria muda yang kian jauh dari jangkauan mata cokelatnya. "Shit!""Keparat!""Bangsat!"Mervile segera mema
Mendengar itu, seketika Mervile meraih tangan Alessandra lalu mencium punggungnya. "Kau cintaku dan aku cintamu, bagaimana bisa kau menghendaki jarak di antara kita, Amore? Kumohon jangan lakukan ini pada cinta kita."Seketika Alessandra memalingkan muka seraya menarik tangannya, namun Mervile tak melepaskan tangan lemah itu. Mervile mempertahankan tangan itu dalam genggamannya dan ia patri di dada. "Lepas, Mervile. Jika kau terus bersikeras, maka sekarang juga aku akan berkemas." Alessandra sudah menggerakkan badannya untuk bangkit. "Oke, oke." Mervile tak ingin terjadi hal buruk pada Alessandra, maka ia segera memutuskan mengalah kendati itu artinya ia menerima perintah Alessandra untuk pergi dari sisi sang kekasih. Seketika itu pula Alessandra kembali merebahkan tubuhnya, yang sebenarnya terasa lemah ia rasakan. Mervile kemudian menghela napas berat lalu berkata tepat di hadapan wajah Alessandra seraya tangannya membelai sayang rambut yang tampak kusut itu, "Aku akan pergi, tapi
Sekuat tenaga Alessandra mencoba menghapus bayang-bayang pria yang ia cinta sekaligus ia benci, maka sekuat itu pula bayangan itu terus berkeliaran di benaknya. Tiap kali kelopak matanya terbuka, pandangan matanya langsung disambut sejuta siluet samar yang tampak indah sekaligus menggerus hatinya. Kala mata sayu itu menelisik tiap inci kamarnya dan seketika itu pula memorinya menggambar jelas tiap adegan indah yang singgah di sana.Hatinya terasa sesak. "Kau bilang itu pertama dan terakhir kalinya kau menyakitiku. Tapi lihat, secepat itu kau sudah mengingkarinya."Baru kemarin ia rasakan bunga-bunga di hatinya bermekaran sempurna dan hari ini bunga setaman itu kuncup tiba-tiba bak debu yang seketika hilang diterbangkan angin begitu saja. Ironis! Pria yang masih ia sebut nama palsunya itu seolah membawanya berdiri di tepi tebing di mana ia dipameri keindahan rumpun-rumpun anggrek yang menggelantung dengan bunganya yang berpendar, namun ketika ia semakin menurunkan pandangan seketika ia
Revano tampak memejamkan mata sembari tangan rapuhnya memijat sebelah pelipis. Bos Top Stories itu sedang dilanda gundah gulana. Beberapa menit lalu ia telah mengadakan meeting bersama dewan direksi membahas permasalahan krusial perusahaan. Beberapa investor telah menarik sahamnya padahal kondisi perusahaan sedang pailit, terdeteksi ada 2 utang yang sudah jatuh tempo. Tak berselang lama dering telepon di atas meja menyela keheningan atas pikiran mengembaranya pada nasib perusahaan. "Tuan, ada orang dari Aroon's Company ingin bertemu Anda." Sang resepsionis berkata dengan sopan. Revano mengernyit namun kemudian memerintahkan resepsionis itu untuk mempersilakan sang tamu tak diundang masuk ke dalam ruangannya. Tak berselang lama mata Revano tertuju pada pintu yang mulai dibuka dan menampilkan sosok tampan pria muda berjas putih gading dipadu celana bahan warna senada. "Selamat siang, Tuan Revano," sapa Morgan dengan sopan, tak terdengar seperti seorang yang telah membuat orang di de
"Top Stories?" ulang wanita itu segera. "Apa maksud Anda? Anda bekerja sama dengan mereka dengan menjalankan tugas sebagai perantara supaya saya kembali ke perusahaan terkutuk itu? Cih! Saya tidak tertarik sedikitpun!"Tuan Aroon terkekeh geli. "Aku tidak bekerja atas perintah seseorang, Alessandra. Aku memerintah bukan diperintah.""Lantas?!""Aroon's Company telah mengakuisisi Top Stories." Semburat kesombongan mengiringi senyum mengembang di wajah tegas seorang pimpinan perusahaan itu. Sekilas bibir mungil wanita itu tak mengatup oleh sebab respons terkejutnya. "Aroon's Company dan Top Stories ....""Iya, Alessandra. Aroon's Company telah mengakuisisi 100 persen saham di Top Stories beserta propertinya."Alesandra tampak berkutat dengan benaknya mendengar berita mengejutkan ini. "Bagaimana? Kau berminat bergabung bersama kami?" tanya Tuan Aroon sekali lagi. Terpampang raut keraguan di wajah Alessandra. Menangkap hal itu, Tuan Aroon kembali berbicara meyakinkan supaya sang model
Konferensi pers atas tergabungnya dua perusahaan besar berbeda bidang, yakni Aroon's Company dan Top Stories sudah usai satu jam yang lalu. Konferensi itu berlangsung selama satu jam di gedung khusus Top Stories. Tuan Aroon, Revano dan juga Alessandra duduk sejajar dengan mikropon yang berbaris tak beraturan di depan mereka. Tak hanya mengumumkan bersatunya dua perusahaan besar itu, namun bergabungnya kembali seorang supermodel besutan Top Stories yang beberapa waktu lalu dibuang pun masuk ke dalam poin pengumuman penting dalam konferensi pagi tadi. Suara ketukan high heels yang kian mendekat mengaburkan lamunan seorang wanita cantik. Ia lantas menolehkan pandangan pada sosok yang lebih cantik di depannya. "Aku sedang tidak ingin bermain-main. Jadi simpan saja energimu," ucapnya ketika menyatukan pandangan keduanya. Sabrina tetap duduk tenang dengan kaki menyilang anggun meski tak dipungkiri hatinya gusar selaras dengan tatapan nyalangnya. Alessandra menerbitkan seringai lebar menda
"Omong kosong! Kalian menipuku!"Surat itu melayang di depan wajah sang notaris. Alessandra sungguh tak percaya dengan omong kosong yang dibawa kedua pria paruh baya tersebut. Ia meradang tak terima lantas berlari keluar dari bangunan minimalis tersebut. "Sudah saya katakan dia tak akan percaya dengan omong kosong Anda, Tuan Aroon," ucap pria itu yang merasa menyesal karena telah mengkhianati sang tuan yang sudah mendiang. "Kau sudah menyelesaikan tugasmu, selebihnya biar aku yang urus. Kau boleh pergi sekarang," sahut Tuan Aroon tampak tenang lalu berdiri hendak menyusul wanita pujaan. "Alessandra!" "Lepaskan!" Alessandra menepis tangan kekar yang sudah memegang pergelangan tangannya. "Kau ke sini bersamaku, maka pulang pun harus denganku." "Sayangnya saya sangat tidak ingin satu kendaraan dengan penipu," sergah Alessandra seketika. "Oke, aku memaklumi ketidakpercayaanmu padaku. Oke, Alessandra. Aku menerima itu namun setelah kau mengetahui satu fakta lagi," ucap Tuan Aroon pe