"Omong kosong! Kalian menipuku!"Surat itu melayang di depan wajah sang notaris. Alessandra sungguh tak percaya dengan omong kosong yang dibawa kedua pria paruh baya tersebut. Ia meradang tak terima lantas berlari keluar dari bangunan minimalis tersebut. "Sudah saya katakan dia tak akan percaya dengan omong kosong Anda, Tuan Aroon," ucap pria itu yang merasa menyesal karena telah mengkhianati sang tuan yang sudah mendiang. "Kau sudah menyelesaikan tugasmu, selebihnya biar aku yang urus. Kau boleh pergi sekarang," sahut Tuan Aroon tampak tenang lalu berdiri hendak menyusul wanita pujaan. "Alessandra!" "Lepaskan!" Alessandra menepis tangan kekar yang sudah memegang pergelangan tangannya. "Kau ke sini bersamaku, maka pulang pun harus denganku." "Sayangnya saya sangat tidak ingin satu kendaraan dengan penipu," sergah Alessandra seketika. "Oke, aku memaklumi ketidakpercayaanmu padaku. Oke, Alessandra. Aku menerima itu namun setelah kau mengetahui satu fakta lagi," ucap Tuan Aroon pe
Terpancar rona bahagia di garis-garis tegas yang membentuk wajah pria paruh baya. Rona itu begitu kuat memancar selaras dengan relung hatinya yang dipenuhi semarak kebahagiaan bak semarak kembang api di malam pergantian tahun baru dengan percikan apinya yang berpendar-pendar--riang, penuh suka cita, dan dipenuhi teriakan kebahagiaan. Jauh dari kata sepi dan kegalauan. Sudah setengah jam berlalu ia dan Alessandra meninggalkan apartemen dan sekarang mereka baru sampai di kediaman megahnya yang bak istana. Karpet motif klasik siap menyambut tumit berbingkai high heels warna krem untuk mengetukkan ujung heels-nya pada bulu-bulu halus berkualitas itu, namun ..."Ah, Tuan Aroon," pekik Alessandra kala tubuhnya terasa melayang oleh sebab tangan kekar yang tiba-tiba merengkuhnya lalu membawanya ala bridal style. Tuan Aroon merespons keterkejutan sang wanita dengan senyuman sembari kakinya terus mengayun membawa ia dan wanita dalam gendongannya menuju ruang tujuan. Ada beberapa wanita berdir
Wajah Tuan Aroon tak elaknya menjadi objek kepalan kuat tangan Axel. Axel mendaratkan pukulan pada wajah tegas itu dengan membabibuta hingga sudut bibir Tuan Aroon mengucurkan darah segar. Seolah setia menikmati kesenangan atas kegusaran dan kegeraman Axel, pria paruh baya itu terlihat setia membiarkan wajah tegasnya menjadi objek kemarahan Axel. Hingga akhirnya Axel terlihat membeku ketika suara feminim meneriakkan namanya. "Axel. Tuan Muda Axel Omero," teriak Alessandra yang terlihat menuruni anak tangga. "Atas dasar apa kau membuat keributan di kediaman orang? Beginikah cara anggota keluarga Omero bertamu?"Sontak, Axel langsung mencari asal suara wanita yang menjadi alasan ia mengarahkan kakinya ke kediaman rivalnya itu. "Amore," panggil Axel dengan suara rendah seraya hendak melaju ke arah sang wanita berada, namun isyarat tangan Alessandra yang menyuruhnya untuk diam di tempat sukses menghentikan niatnya. Sementara Tuan Aroon terlihat mengulas senyum samar mendapati kehadiran
Sarapan pagi ini terasa momen mengawali hari paling sempurna yang Tuan Aroon rasakan. Bagaimana tidak? Ini kali pertama ia menikmati breakfast tak seorang diri bertemankan sepi, melainkan ada seorang wanita dengan kecantikan bak dewi yang menemani. Tuan Aroon terlihat sangat menikmati sarapannya, sementara Alessandra tampak tak berselera terindikasi dari raut mukanya yang ditekuk dan tangannya yang memainkan garpu di piring tanpa minat pada makanan yang tersaji di atasnya. Pikirannya seperti sedang mengembara ke tempat lain. Hal itu pun tak lepas dari perhatian Tuan Aroon dan pria tersebut memakluminya seraya memotivasi dirinya untuk mengenyahkan segera kegalauan Alessandra dan menggantinya dengan kebahagiaan. "Sayang," panggilnya berupaya menarik atensi wanitanya. Sementara yang dipanggil tak menyadari ada seseorang yang sedari tadi memerhatikannya dan sekarang memanggilnya. "Sayang." Kali ini Tuan Aroon memanggilnya seraya mengusap lembut lengannya yang membuat ia terkesiap dan r
Kebahagiaan telah mengisi hari-hari Tuan Aroon selama seminggu ini. Ketika ia membuka kelopaknya di pagi hari langsung disambut wajah polos tanpa make-up wanita yang selalu ia dekap erat semalaman. Itu merupakan momen yang kesannya tak dapat diungkapkan kata. Namun, sepertinya kebahagiaan dan kedamaian itu harus terusik pagi ini oleh sebab siaran televisi yang langsung menyita perhatian publik. Siaran itu tidaklah penting dan berpengaruh untuknya jika saja nama wanitanya tak turut terseret dalam pusaran berita yang mengulik tentang terkuaknya fakta yang baru saja menggemparkan khalayak luas tersebut. Pagi ini publik dikejutkan dengan siaran pers yang baru saja usai digelar oleh pimpinan tertinggi sekaligus pemilik O-Media. Siaran itu sudah pasti langsung menyita perhatian. Bagaimana tidak? Tuan Murdock Omero yang selama ini diketahui publik tak memiliki keturunan tiba-tiba saja memperkenalkan sekaligus mengumumkan pewaris kekayaannya. Pernyataannya itu kian mengejutkan. Pasalnya, san
Axel dan Murdock baru saja keluar dari ruangan di mana telah diadakan rapat. Axel dari beberapa detik lalu telah resmi menjadi CEO O-Media. "Mau ke mana kau, Nak?" Murdock menatap heran pada putranya yang berjalan tergesa. "Aku ingin segera menyelesaikan tugasku hari ini di perusahaan, Pa. Setelah itu aku ingin segera menemui Alessandra," jawab Axel sembari semakin mempercepat langkahnya. Murdock menggeleng seraya menyembunyikan senyumnya. Ia memandang sang putra yang kini lenyap di balik pintu ruangannya dengan tatapan seakan bernostalgia. Tiba-tiba saja ia teringat masa mudanya setelah melihat putranya yang resah karena cinta. Sementara di tempat berbeda, Alessandra terlihat tak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa kali tim campaign mencoba menyadarkannya dari lamunan. Iya, Alessandra masih melakukan campaign Bianco Skin hingga saat ini. Sekarang ia sedang memeriksa website Bianco Skin dan setelah ini akan melakukan pengambilan video lalu diunggah ke beberapa akun sosial media mi
Tuan Aroon tak hentinya memandang Axel dengan tatapan remeh. "Ragamu saja yang muda tapi otakmu kolot. Kau tak tahu atau memang bodoh," cemoohnya dengan tarikan sudut bibirnya. "Dia baby-ku, kekasihku."Axel tiba-tiba langsung merasakan ulu hatinya seperti ditikam benda tajam ribuan kali. Otaknya berpikir liar; apa benar amore-nya telah sunguh-sungguh menerima pria tersebut. Panggilan keduanya terdengar menggelikan sekali di telinga Axel dan sialnya itu mampu sedikit menggoyahkan harapan Axel. "Baby, apa yang kau lakukan di sini?" Tuan Aroon menepikan minatnya terhadap wajah pilu Axel dan memilih mengelus puncak kepala Alessandra. "Apa kau ada perlu dengan mantan bodyguard-mu, hm?"Tuan Aroon berkata tenang seolah tadi tak melihat adegan yang telah membuat hatinya seperti dibakar. Alessandra menggeleng lalu mendekat dan menyelipkan tangannya pada siku Tuan Aroon. "Mari kita masuk. Aku haus dan lapar," ajaknya tanpa memberi jawaban atas pertanyaan Tuan Aroon. Tuan Aroon pun menyungg
Bulu-bulu lentik yang membingkai kelopak indah itu terlihat bergerak perlahan. Alessandra terlihat sedang mengerjapkan matanya. "Baby." Tuan Aroon yang sedari tadi siaga di sisinya langsung membelai kepalanya dengan lembut. Alessandra kini terlihat sedang mengingat-ingat sesuatu hingga akhirnya ia bertanya, "Kita sekarang ada di rumah?"Tuan Aroon mengangguk sambil tangannya tak hentinya membelai surai yang sudah tergerai bebas dari tatanan model sanggul chignon. "Kau pingsan, Baby. Aku langsung membawamu pulang."Alessandra memegang pelipisnya. "Pi-pingsan?" ulangnya terbata seraya mencoba mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Tuan Aroon saat ini berganti mengarahkan tangannya pada perut Alessandra. Ia kemudian berkata, "Sebentar lagi ada yang akan memanggilmu mommy."Alessandra menatap mata Tuan Aroon dengan mengernyit isyarat tak mengerti. "Kau hamil, Baby," terang Tuan Aroon seraya memandang wajah pucat itu lekat-lekat. Sontak saja hal itu membuat Alessandra terlonjak kag