Mbok Sum berdiri cemas, di depan pintu kamar besar itu. menunggu istri majikannya keluar dari dalam dan memperlihatkan hasil dari benda pipih itu. bukan ingin kepo dengan hasilnya, tapi karna majikan perempuan meminta perempuan yang sudah bekerja cukup lama di rumah ini, untuk segera melaporkan hasilnya.Bu Namira rasanya sungguh tak sabar ingin segera menimang cucu dari putra satu-satunya. Juragan Darsa bukan kali pertama ini memiliki istri. Lelaki berhidung bangir itu pernah menikah beberapa tahun lalu. namun, pada pernikahan pertamanya, lelaki itu tak mendapat keturunan. Bahkan, hingga tahun ketiga pernikahannya bersama seorang perempuan cantik bernama Laksmi, keduanya tak ada keturunan. Hingga perempuan yang menjadi cinta pertamanya itu meninggal, akibat wabah beberapa tahun lalu.Sebab itu, pada pernikahan kali ini, bu Namira betul-betul berharap ada cucu yang hadir antara putranya dan perempuan pilihan beliau.Ya, pilihan beliau. Sebab dari sekian banyak foto gadis-gadis perk
Juragan Darsa menyimpan kembali ponselnya setelah menghapus gambar wajah babak belur itu. Lelaki ini tahu, bila Diani sudah menjadi istri dari sepupu tirinya. Jadi, dirasa tak ada pentingnya untuk menanggapi pesan gambar itu.Lalu lelaki ini memilih mengecup wajah lelap istrinya, kemudian benar-benar masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan dirinya.Ia ingin enyahkan pikiran itu. Pikiran yang dibayangi wajah babak belur mantan kekasihnya. Sudah cukup masalah di perkebunan yang ditimbulkan oleh suami mantan kekasihnya, mendestruksi pikiran lelaki ini.Dan masalah perasaannya sendiri. Mungkin sebaiknya memang juragan Darsa menutup pintu hatinya untuk perempuan itu. Sebab sekarang ada perempuan yang tengah mengandung penerusnya.Perempuan baik-baik pilihan ibunya. Walau begitu sederhana dan jauh dari kata sepadan dari segi ekonomi, tapi lelaki ini pelan tapi pasti, mulai membuka pintu hatinya untuk permaisuri pengganti.Lelah menangis dalam kemarahannya. akhirnya netra terpejam itu memb
“Nggak mungkin. Nggak mungkin!”Bibi Hilda menggeleng-gelengkan kepalanya. Rasanya tak terima dengan kabar yang dibicarakan oleh para tetangganya.Ingin sekali rasanya perempuan bertubuh subur ini, membungkam mulut panas para tetangganya itu.Inginnya membungkam. Namun video itu jelas menujukkan wajah putri kesayangannya sedang dimaki-maki oleh seorang perempuan yang sedang hamil.“Kenapa, Bu?”Paman Bahar yang baru pulang dari menghabiskan uang yang tersisa di meja judi, keherana melihat istrinya yang tampak gusar dan berbicara sendiri.“Astaga, Bapak sudah pulang. Ibu nggak dengar suaranya masuk.”Semakin paniklah bibi Hilda, sebab ia tak ingin suaminya tahu berita ini. Namun bagaimana ini. Harus dengan cara apa disembunyikan aib ini. Sedangkan, nyaris semua tetangga sudah tahu.“Kamu mikir apa? Kok jadi panik begitu? Ada yang gangguin tadi di pasar?”“Eh, nggak, Pak. Nggak ada!” jawab bibi Hilda sedikit gugup.Duh, bagaimana ini. Ingin ditanya dulu kebenaran itu pada putrinya. Namu
“Aku harus lari dari pernikahan terkutuk ini!”Sambil menahan nyeri dan perih bekas tamparan dan sabetan karet pinggang di punggungnya, Diani berusaha mengendap-endap keluar dari rumah milik suaminya yang juga dijadikan markas untuk anak buah dan kawan-kawannya berkumpul.Sore yang lengang, itu. Setelah Haidar melampiaskan kemarahannya atas perlawanan Diani yang tak ingin ikut campur untuk memeras juragan Darsa. Lelaki itu dan beberapa kawannya menuju suatu tempat. Tempat dimana, ada bangunan milik juragan Darsa yang disewa orang-orang pasar. Lagi, Haidar akan menjalankan aksi liciknya.Terhitung ada tiga ruko sederhana yang disewa pedangan untuk mereka gunakan menjual sembako dan bahan kue.Tak berhasil lagi mendapatkan kebun kakao itu, membuat Haidar nekat untuk menjalankan rencana licik berikutnya.Tentu lelaki ini nekat menjalankan rencananya, sebab ada dukungan dari bibi Rena. Wanita paruh baya yang sama tak puasnya dengan harta dunia yang dipunya sekarang.Lalu tanpa perasaan,
Luka. Perih sakitnya.Barulah dirasakan oleh bibi Hilda dan paman Bahar. Selama ini mereka berdua yang mencipta luka pada gadis yatim piatu seperti Iriani. Terutama bibi Hilda. Rasanya tak puas hati, bila dalam sehari tak mengguris perih di hati keponakan suaminya itu. Ada-ada saja yang harus diucapkan mulutnya. Hanya untuk melihat Iriani malu dan tersisih.Dan sekarang,Malu itu akhirnya dirasakan juga. Dulu senang betul mencemooh Iriani yang tak bisa sekolah tinggi, mencemooh pula pekerjaan kasar yang digeluti gadis itu.Pekerjaan kasar yang Iriani harus lakukan demi mengisi perut mereka. Namun bibi Hilda tak membuat semua itu luput dari cibiran bibirnya yang senantiasa bergincu tebal.Namun sekarang, semua cibiran dan hinaan itu kembali pada mereka. Lihat, bagaimana orang-orang di desa membicarakan aib yang telah Yuni coreng di wajah keduanya.Dulu senang memfitnah anak gadis orang, sekarang anak perempuannya sendiri yang membawa arang aib itu.Dan bibi Hilda hanya mampu tertunduk
“Tolong, Mas. Aku hamil anak kamu!”Laksana petir di siang bolong. Kalimat itu seolah ratusan anak panah yang dihunjamkan kedalam palung hati Iriani.Kabar ini memang pernah terlintas di pikirannya, sebab hubungan suaminya bersama perempuan itu jelas terbaca bagaimana keintiman mereka.Sebak itu hadir menggumpal-gumpal seiring dengan genangan di pelupuk mata yang hampir tumpah keluar.Bu Namira pun sama terkejutnya. Namun wanita paruh baya ini tak bisa percaya begitu saja. Lalu juragan Darsa?“Simpan omong kosongmu itu, Diani!”“Tapi aku beneran hamil, Mas. Ini buktinya!”Lalu Diani mengeluarkan alat tes berwarna putih sebesar lidi itu.Iriani memejam sebentar lalu mengerjabkan mata berbulu lentik itu.Hatinya benar-benar terluka dengan pernyataan wanita ini.Wanita yang akan membuat dirinya disingkirkan setelah ini."Simpan omong kosongmu itu, Diani!"Suara geram juragan Darsa seolah balik menyerang Diani. Perempuan yang telah ditidurinya berkali-kali. "Kau bukan sedang hamil anakku,
Haidar terkekeh pelan lalu berbalik, merasa dirinya sudah menang. Lalu kekehan di bibir coklatnya itu terhapus seiring matanya yang membelalak dan wajah yang tiba-tiba pucat saat melihat siapa yang sedang menunggunya di belakang sana. “ANGKAT TANGAN!” Tiga orang polisi berpakaian preman menodongkan senjata ke arah Haidar yang sedari tadi memerintahkan anak buahnya untuk membakar ruko milik juragan Darsa yang disewakan pada pedagang. Tiga orang anak buahnya yang sudah ia bayar mahal-mahal, malah tak ada yang menolongnya sama sekali. Ketiganya sudah melarikan diri, lari berpencar tanpa memperdulikan sang bos yang sudah tertangkap basah. Entah bagaimana rupa dan perasaan Haidar sekarang. Sebab bukan hanya tiga polisi tadi yang berdiri dihadapannya. Namun, lelaki yang sangat ia benci dan ingin ia kuasai hartanya separuh juga berdiri bersama ibunya. Juragan Darsa menatap dengan murka pada wajah tak tahu malu milik Haidar. Lelaki yang statusnya hanya anak angkat dari man
Pov. Dewi***Aku mengerjap sebentar. Mengatur nafas dengan mata yang rasanya ingin kupejam lagi. Suara alarm di pukul empat dini hari ini membangunkanku yang baru saja terpejam di jam satu malam tadi.Kucari ponsel yang masih memekikkan suara alarmnya.“Benar pukul empat.”Lalu aku gegas bangkit dari pembaringan dan duduk di atas kasur yang cukup empuk ini. rasanya malas betul hari ini. Sudah kebiasaanku akan langsung menuju dapur mengecek bahan makanan untuk kubuat sarapan sebelum melaksanakan dua rakaat.Tentu sarapan untuk mas Pras dan kopi pahit kesukaannya menjadi prioritas rutinitasku di pagi hari. Lalu hampir saja aku benar-benar beranjak saat jemariku merabai bagian dari kasur ini yang kosong.“Ya Tuhan.”Aku bergumam lirih. Ini sudah hampir tiga minggu dan bayangan itu masih begitu rajin menyapaku.Kutarik lagi tanganku lalu kupalingkan wajah melihat bagian yang kosong ini, kemudian kurebahkan kembali tubuhku yang memang terasa lelah. Aku mengerjap lagi memastikan lagi bila