PoV AjiAku gemetar berdiri di depan rumah Dea. Undangan pernikahan yang kubawa untuk Dea ingin sekali kurobek-robek atau kubakar saja.Tadinya aku tidak ingin mengundang Dea di acara pernikahan laknat ini. Namun daripada dia sakit hati karena tahu aku menikah dari orang lain, lebih baik aku yang langsung memberitahunya lewat undangan ini.Memantapkan langkah mendekati pintu rumahnya. Hatiku berdebar tidak karuan. Berdiri agak lama. Menghela nafas panjang. Kuberanikan diri untuk mengetuk pintu dan mengucap salam.Sembari menjawab salam pintu terbuka. Seraut wajah yang setiap malam kurindukan dan selalu terbawa mimpi muncul.Terlihat dia kaget dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Dia mengulas senyum dan mempersilahkanku duduk."Dea, aku mengantarkan undangan pernikahanku minggu depan, datang ya," sekuat tenaga aku mengatakannya. Sekuat tenaga aku berusaha menahan gejolak ingin memeluknya.Dea tampak kaget. Entah karena perasaanku atau memang mataku mengabur karena ingin menangis, aku me
PoV Aji"Maaf sebelumnya jeng Reni, jadi maksud pernikahan ini adalah menutupi kehamilan Kinanti dan menumbalkan Aji?" ibuku bertanya dengan wajah memerah.Keluarga Kinanti menunduk. " Saya minta maaf jeng Ayu. Semua terjadi diluar perkiraan saya. "Jawab pak Broto."Maaf, untuk semua yang hadir di sini, , saya pernah mendengar bahwa wanita yang sedang hamil tidak boleh diceraikan, juga tidak boleh dinikahi. Jadi selama ini hubungan yang saya jalani, saya takut terhitung zina*," sahutku memandang tajam ke arah Kinanti dan keluarganya."Ada dua pilihan menurut saya yang bisa saya lakukakan saat ini. Yang pertama menikahi Kinanti ulang, yang kedua menjatuhkan talak pada Kinanti karena pernikahan kami dilandaskan pada kebohongan. *" Sambungku lagi."Sebelum saya mengambil keputusan, saya akan bertanya pada Kinanti, apakah Kinanti pernah mencari ayah kandung Zahra?" tanyaku memandang Kinanti.Kinanti terlihat menghela nafas. "Sebenarnya begitu hamil, aku langsung mengabari Andre, tapi nomo
PoV Arya : Namaku Arya. Bukan Arya Saloka. Bukan pula Arya di film my lecture husband. Tapi aku adalah Arya Damara. Pagi itu saat aku bersantai di dalam kamar,saat tiba-tiba ibu menyuruhku mengantar baju titipan bulik di magelang. Ibu memang hobi menjahit. Kadang menerima pesanan jahitan, padahal sudah diberi jatah oleh mas Tyo perbulannya."Arya, tolong antar baju titipan bulik kamu ke magelang ya," pinta ibu dari ambang pintu kamar sambil membawa sekantung kresek di tangannya."Iya bu, siap, " jawabku. Aku langsung memakai jaket dan mengambil kresek tangan ibuku. "Arya berangkat dulu, Bu, assalamu'alaikum," pamitku sambil mencium punggung tangan kanan ibu."Wa'alaikumsalam, " kata ibuku sambil masuk ke kamar. Sambil memasang helm di kepala, kulihat ibu mulai melipat selimut dan membersihkan sprei dengan sapu lidi."Assalamu'alaikum, Rani, bulik ada gak? ini titipan dari ibu." Sapaku saat melihat Rani sepupuku sedang menyiram bunga di halaman depan."Wa'alaikumsalam, mas Arya masu
PoV Waluyo (Mertua Dea)"Bu, Arya ingin menikah, " celetuk Arya suatu malam."Apa ibu tidak salah dengar? kamu mau melangkahi mas Deni?" tanyaku."Mboten bu, Arya sudah menemukan calon yang cocok untuk Arya." Sahut anak bungsuku yakin."Kamu sudah mantap Le? menikah itu bukan setahun dua tahun lo, tapi seumur hidup," tanyaku lagi."Sudah mantap Bu, calon Arya kali ini rumahnya di Magelang, dan satu kantor sama Rani." Sahut Arya."Oh, jadi calon kamu bisa nyari duit sendiri? hati-hati le, wong wadon kalau bisa nyari uang sendiri biasanya berani ke suaminya." Tukasku." Walah, gak mungkin bu, Dea ini polos banget, malah enak to bu, bisa bantu Arya cari duit, jadi kalau Arya lagi seret, gak usah minta ibu atau mas Tyo, minta istri aja," seru Arya bersemangat." Sekarepmulah Le, pokoke ibu wes ngelingake golek duit iku urusane wong lanang, lak wong wadon nang omah, ngurusi omah karo anak, " aku memperingatkan Arya.Aku cuma tidak mau anakku nanti disuruh-suruh sama istrinya untuk membantu
Aku menatap ke arah kantor kepala sekolah dengan seksama. Mengucek-ucek mata berulangkali. Memastikan mataku tidak salah mengenalinya. Benar dia mas Aji, sedang bersama seorang anak perempuan. Melihat tingginya anak perempuan tersebut sepertinya anak itu lebih tua dari Surya.Kuberanikan diri keluar dari koperasi dan mendekat ke kantor kepala TK. Bertepatan dengan saat itu mas Aji pun keluar dari kantor bu Tias."Mas Aji, apa kabar?" aku mengulurkan tanganku."Alhamdulillah aku baik, kamu apa kabar?" tanya mas Aji balik."Alhamdulillah baik juga, ini nganter anakmu mas? " tanyaku. Pertanyaan yang segera kusesali. Jelas saja itu anaknya yang digandeng, masa mas Aji bela-belain nggendong anak orang sih?"Ini anaknya temen, ehm, gimana ya jelasinnya. Panjang banget ceritanya. Bisa ngobrol sebentar De?" tanya mas Aji.Aku agak terheran-heran. Dulu mas Aji begitu pemalu dan pendiam. Sekarang sepertinya lebih aktif bicara."Ehm, boleh deh mas, di bawah pohon itu yuk ngobrolnya, " tunjukku
Aku yang sedang membersihkan sayur untuk dibuat gorengan nanti malam tersentak.Kuletakkan pisau di dapur dan menuju ruang makan."Surya masuk main mobil bentar di kamar dulu ya, soalnya ada yang mau ibu bicarakan sama bapak," pintaku tersenyum padanya."Hm oke deh, " kata Surya sambil berlalu ke dalam kamarnya."Hei beibh, dengar ya, kamu sudah mengingkari janjimu pada bapakku berulangkali. Katanya mau bantu pekerjaan rumah istri, ternyata apa, kamu tidur terus kan habis subuh sampai siang kalau tidak kirim ke luar kota? " kataku memandang tajam mas Arya."Ya aku capek, lagipula gak keren pekerjaan rumah kayak gitu," sahutnya membuat telingaku memerah."Uuuaapppaaaaa? gak keren, kamu yang gak keren Mas ! sampai sekarang gak jelas kamu ngasih aku uang berapa perbulannya, berapa gaji kamu seutuhnya aku juga belum tahu ," ucapku keras.Aku menghelas nafas."Dan kamu boros banget Mas, kamu 7 tahun nikah udah pernah kerja di tambang, malah belum ada tabungan sepeserpun. Kamu kira bisa hid
"Assalamu'alaikum Nira, " ibu mertuaku terdengar sedang menelepon mbak Nira. Jeda sebentar."Arya kecelakaan, tadi Dea ditelepon polisi. Kata polisi tersebut kecelakaanya di daerah cirebon, " Jeda lagi."Bisa transfer uang 5 juta dulu ke rekening ibu? kata Dea, uang di rekeningnya cuma ada 3,5 juta, sedangkan uang ibu yang dikirimi Tyo setiap bulan, kemarin buat nambah beli mobil second untuk Deni kan, ibu kan tidak tahu butuh apa saja di sana," pinta ibu mertuaku memelas. Jeda agak lama."Rencananya berangkat ke cirebon nunggu Deni yang berangkat dari Surabaya, oh gitu, iya iya, terimakasih ya Nir, Assalamu'alaikum," ibu menutup teleponnya."Mbak Nira bersedia mentransfer 5 juta dulu, trus kata mbak Nira biasanya kalau kecelakaan ada bantuan dari jasaraharja, nanti bisa diklaim dan prosesnya dibantu oleh polisi." Kata ibu mertuaku. Aku manggut-manggut.'Kalau ada jasa raharja dan cukup untuk biaya mas Arya di rumah sakit, lebih baik perhiasanku tidak aku jual dulu, ' batinku."Oh iya
Aku membuka pintu kamar ROI perlahan, dan tampaklah mas Arya dalam kondisi tidak sadar dengan 2 selang infus menempel di kedua tangannya. Lehernya memakai penyangga, dan perban-perban putih tampak melekat di seluruh kaki kanan mas Arya. Selang oksigen nampang terpasang di hidung mas Arya. Selang kencingpun juga terpasang di kemaluan mas Arya.Kedua polisi yang duduk di sebelah mas Arya segera berdiri dan menghampiri aku dan ibu mertuaku."Ibu keluarga dari pak Arya?" Sapa seorang polisi dengan nametagg Wahyu."Iya benar, kami keluarganya," sahutku dan ibu mertua serempak."Tolong salah satu dari ibu ikut saya dan membicarakan tentang asuransi jasa raharja." Kata pak polisi Wahyu tersebut.Aku dan ibu mertuaku berpandangan."Kamu saja yang ikut Nduk, ibu mau nungguin Arya di sini." Kata ibu mertuaku sambil memandangku."Baik pak, biar saya yang ikut dengan bapak," sahutku."Mari ikut saya Bu, " ajak pak Wahyu sambil berjalan lebih dulu ke ruang tunggu pasien."Kami dari kepolisian akan