Angela hanya menghela napas. Lula memang bukan perempuan biasa. Ia memiliki ilmu sihir yang mumpuni. Gumawang yang asli makhluk alam bunian saja mesti bertindak hati-hati menghadapinya. Hampir satu jam Andreas berkeliling bersama Angela. Pria itu lalu berbicara empat mata untuk menanyakan beberapa hal terkait Lula dan Antoni. Gumawang ikut menemani berdiri di samping Angela. "Sebenarnya posisi Mbak Angela di antara Lula dan Antoni itu seperti apa? Sampai saat ini saya belum mengerti," tanya Andreas dengan wajah serius. "Saya pun sebenarnya tidak begitu mengerti, Pak. Awal mula saya kenal keduanya saat merias jenazah Lily anaknya Tuan Antoni. Seiring bergulirnya waktu saya dekat dengan beliau. Ternyata di balik kedekatan itu ada semacam konspirasi untuk melenyapkan saya.""Melenyapkan Anda? Untuk apa?""Agar saya tidak mendapatkan warisan dari Tuan Gerald yang tak lain adalah ayah biologis saya. Itu pun baru saya tahu belakangan ini.""Lula itu hubungannya dengan Mbak Angela apa?""
Tubuh Angela mulai berkeringat. Cukup lama ia menunggu sampai Lula dan Antoni akhirnya datang. Wajah mereka terlihat tegang. Langkahnya cepat seperti ada yang mengejar. "Siapa yang datang?" tanya Lula seraya menarik lakban di mulut Angela. "Kau perempuan hebat. Gunakan ilmu sihirmu. Tidak perlu tanya padaku," jawab Angela dengan mata terarah pada langit-langit. Ia sengaja bersikap seolah tidak melihat Lula. Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi Angela. Ia terkesiap! Pipinya terasa panas, dadanya pun seketika bergemuruh. Sepanjang hidup inilah kali pertama seseorang berani menamparnyamenamparnya di depan orang lain. "Lula!" Antoni segera melangkah dan berhenti di hadapan Angela. "Sudah! Tidak ada gunanya menyakiti Angela. Dia tidak akan mengatakan apa pun. Aku tahu betul siapa dia." "Kau benar-benar jatuh cinta padanya, iya, kan?!" Lula bertanya dengan suara keras dan meninggi. "Bukan begitu, Lula. Lebih baik kita langsung eksekusi saja dia. Menunggu lebih lama juga ti
"Tarik saja pelatuknya, Nona. Saya siap menerima satu peluru dari pistol ini, " ujar Andreas tersenyum. Mata Lula memicing. "Apa aku tidak salah dengar Pak Polisi ganteng?""Anda tidak salah dengar, Nona," jawab Andreas yakin. Lula menyeringai. Ia terlihat senang. Tanpa menunggu lagi ia menarik pelatuk pistol miliknya. "Dor! " seru Andreas, tangannya secepat kilat merampas senjata api yang dipegang Lula. "Sial!" Lula merutuki dirinya sendiri ketika Andreas sudah menekuk tangannya ke belakang tubuhnya. Sepersekian detik kemudian dua rekan Andreas masuk ke ruangan. Salah satu dari mereka menghampiri Andreas dan dengan cepat memborgol tangan Lula lalu membawa perempuan itu ke luar. Sumpah serapah dan caci maki terlontar dari mulutnya. Ia merasa dirinya masih belum kalah dan akan membalaskan sakit hatinya pada Angela. "Tunggu waktunya, Kakak! Aku akan meneror hidupmu lagi!" pekik Lula dari ambang pintu. Angela bergeming. Ia sudah tidak punya niat untuk berdebat dengan Lula tentang
"Iya, Tante. Selama saya kenal dengan Tuan Antoni, dia belum pernah mengenalkan saya pada keluarganya.""Menunggu waktu yang tepat saja, " kata Tante Meri sambil melangkah menuju ruang UGD. Angela mengangguk. Ia menunggu di luar. Kesempatan itu ia gunakan untuk menghubungi Olla dan menjawab beberapa pesan yang masuk sejak tadi di ponselnya.Tidak lama, terlihat Pak Kardiman keluar sendirian. Ia menghampiri Angela lalu duduk di sebelahnya. "Maafkan saya, Nona," kata Pak Kardiman yang memunculkan pertanyaan di benak Angela. "Maaf untuk apa, Pak?" "Untuk semua yang saya lakukan yang berakibat buruk pada Nona. Orang kecil seperti saya lebih sering tidak punya pilihan selain patuh.""Selama ini Bapak sudah sangat baik pada saya." Angela mengusap bahu pria yang wajahnya terlihat sangat lelah. "Sebenarnya saya tahu banyak tentang Nona Lula. Ibunya dan saya berteman sejak lama. Dulu ia bekerja pada Tuan Gerald sebagai asisten rumah tangga.""Jadi, apa yang dikatakan Lula tentang ibunya t
Angela tidak begitu peduli dengan semua celoteh Rachel. Baginya yang terpenting adalah anggota keluarga inti memberikan restu. Itu sudah sangat cukup. "Sekarang ceritakan padaku bagaimana seorang Antoni Hakim bisa masuk ke dalam lingkaran rencana jahat Lula?" tanya Angela, duduk manis di tepi tempat tidur memandangi wajah tampan kekasihnya. "Pak Kardiman. Dia menceritakan hal menyedihkan tentang keluarganya yang mati karena perbuatan ibunya Lula.""Kok bisa?""Dulu saudara perempuan Pak Kardiman bekerja pada Tuan Gerald, sama seperti ibunya Lula. Dia tidak sengaja mendengar pembicaraan ibunya Lula dan seseorang. Intinya ibunya Lula ingin menjadi nyonya rumah dengan menyingkirkan istri Tuan Gerald, mamanya Miranda.""Tapi tidak berhasil karena saudaranya Pak Kardiman membocorkannya pada Tuan Gerald.""Kurang lebih seperti itu.""Lalu kematian saudara Pak Kardiman bagaimana ceritanya?""Menurut orang yang mengerti. Kematian mendadak saudara Pak Kardiman karena kena santet.""Ibunya Lu
Perempuan tersebut lalu menjambak rambut Angela sekuat tenaga. Angela mendorong tubuh perempuan itu menggunakan kedua kakinya. Sementara tangannya menahan tangan perempuan tersebut yang tidak mau melepaskan cengkerama di kepala Angela. "Gumawang! Tolong!" Angela berteriak sekuatnya. Namun perempuan itu tidak peduli dan Gumawang pun tidak memunculkan diri. "Aduh!" Angela merasa kepalanya membentur sesuatu. Ia memegang kepalanya menahan sakit. Mata Angela menyipit, mengerjap beberapa kali untuk memastikan keberadaan dirinya. Ia sudah tergeletak di lantai rumah sakit tepat di samping tempat tidur khusus penunggu pasien. Ia terjatuh karena mimpi yang baru saja dialaminya. Mimpi itu seperti nyata. Perempuan yang berusaha menyakitinya pun seakan ingin menyampaikan sesuatu. Aura dendam pada diri perempuan tersebut sangat terasa. Namun, ia belum menyebutkan nama. Angela teringat anting yang ia temukan sebelum pergi tidur. Jangan-jangan perempuan itu memiliki hubungan dengan anting terse
Namun, begitu ia memutar kepalanya ke depan, semua kesan itu hilang. Wajahnya nyaris hancur. Satu bola matanya hilang, sedangkan satunya lagi hampir terlepas. Sangat sulit dikenali siapa sosok tersebut. Tetapi dari semua yang mengerikan itu, anting di sebelah telinganya sama persis dengan anting yang ada pada Angela. Angela mengambil anting tersebut dari saku jaketnya. "Apa ini yang kau cari?"Perempuan itu menunduk dengan cepat. Bunyi tulang patah terdengar sangat jelas. Angela bergidik mendengar suara tersebut. Kemudian tiba-tiba ia menghempaskan tubuhnya hingga tertelungkup dengan ujung kepalanya di depan kaki Angela. Angela refleks bergerak mundur. Namun terlambat. Tangan perempuan itu sudah memegang pergelangan kakinya. "Lepaskan!" jerit Angela menggerak-gerakkan kakinya agar tangan perempuan tersebut terlepas. Namun, tidak juga bisa.Angela pasrah, memejamkan mata. Memanggil Gumawang pun tidak ada jawaban. Mungkin dia merajuk setelah berbicara tentang Antoni tadi. Rasa din
Angela memilih berdiri agak jauh dari pemotor lainnya. Bukan tanpa alasan, orang-orang yang berteduh hampir semuanya laki-laki. Sebuah sepeda motor tiba-tiba berhenti di depannya. Tanpa dosa mengibas-ibaskan tangan tangan yang basah dan mengenai wajah Angela. "Hati-hati dong, Mas. Jangan sembarangan seperti itu. Saya manusia bukan patung!" Beberapa orang langsung menoleh ke arah Angela. Ternyata suaranya masih terdengar di antara derasnya hujan. Lelaki itu membuka helm-nya. Giliran Angela yang terkejut. "Angela!" Lelaki itu pun tampak terkejut. Angela hanya diam. Ia bahkan membuang pandang ke arah lain. Bertemu Budiman benar-benar bukan sesuatu yang ia harapkan. Terlebih di saat ia tidak bisa menghindar seperti sekarang ini. Sikap Angela yang tak acuh, sepertinya tidak berpengaruh pada Budiman. Ia berdiri santai di samping Angela."Dunia ini hanya selebar daun teratai. Tidak bertemu di sana, bisa bertemu di sini," kata Budiman tanpa menyebut Angela. Hati Angela jadi tidak tena