•••
Cewek berseragam yang sering mengikuti Aji namanya Tiara. Aji pernah bertanya dengan sopan karena sosok cewek itu sering nongol tanpa permisi. Membuat Aji harus memaki karena kaget. Nggak etis banget kalo Aji memaki dengan menyebut seluruh penghuni kebun binatang makanya Aji berani bertanya. Seminggu terkahir, sosok itu jarang terlihat. Hanya sesekali ketika Aji makan di kantin atau berada di perpustakaan. Aji jadi merasa ada yang kurang.
"Siang ini gue mau gantiin bang Jeno di kafe. Dia mau pacaran sama teh Jihan. Lo mau ikut bantuin?" ucap Setiaji ketika keduanya keluar dari kelas dengan ransel di punggung mereka.
"Dibayar berapa gue?"
"Halah, sama kawan perhitungan banget. Malem minggu, nih. Rame pasti." Setiaji berhenti di depan lokernya. Membukanya lantas mengeluarkan beberapa buku dan menggantinya dengan buku di ransel. Aji melakukan hal yang sama namun ada hal aneh di loker Aji. Ada sebuah buku kecil bersampul b
•••Seblak jeletot level setan kurang cocok dengan lidah Arjuna. Namun dengan lahap Raina menyantapnya tanpa takut usus buntunya akan bergetar karena kelelahan. Saka dan Echan bahkan berkali kali meminta tambahan air es untuk mendinginkan mulut yang terbakar sedangkan Arjuna memilih untuk menyingkirkan mangkuk didepannya demi keamanan."Habis keluar dari rumah sakit bikin Raina tambah gila kayaknya." Arjuna menyindir. Sedangkan yang disindir malah tertawa seolah itu bukan hal besar."Bukan gila lagi, Jun. Lo aja nggak tau gimana dia yang nodong gue buat nganterin dia ke Bandung beli Cireng." Echan berkata sambil meneguk air esnya. Dia juga memilih menyingkirkan manskuk seblak dari hadapan."Jakarta cireng banyak kali, Rai." Saka berkomentar. Dia masih kuat bercengkrama dengan kuah mematikan itu."Yang khas Bandung, dong. Gue pengen kulineran ke banyak tempat.""Liburan semester ini Raina ngajak ke
•••Aji memukul dada pelan setiap dua detik sekali. Perlahan untuk menghilangkan kesal juga getar di tangannya yang enggan terhenti. Mungkin otaknya kini sedang enggan bekerja hingga Aji harus memukul dada untuk menghilangkan rasa sakit. Dengan gerakan tenang yang teratur, mencoba sekuat tenaga mengalihkan pikiran yang membuatnya kesal.02 September pukul 14.25Hari itu lengan kiri Aji sobek akibat sayatan. Membuatnya harus melepas kemeja seragam dan menggantinya dengan kaos olahraga yang sedikit kotor. Aji mencuci kemeja putih miliknya di kamar mandi sekolah. Dengan isak tertahan yang sengaja dia sembunyikan dari banyak orang. Termasuk beberapa sosok hantu yang menatap Aji dengan tatap treyuh. Namun sayangnya Aji terlalu terluka untuk bersikap baik-baik saja. Terlalu sakit untuk tetap tersenyum seperti biasanya."Lo nggak apa-apa?" tanya salah satu hantu yang hanya Aji abaikan. Aji menggeleng samar lantas memeras kemeja m
***"Juna kenapa lagi?" Saka bertanya pada Raina. Sebuah tanya yang jelas tidak bisa Raina jawab."Kenapa tanya gue?""Ho.oh, kenapa tanya Raina?" Ecan datang tiba-tiba datang menyela. Menyelamatkan Raina dari pertanyaan Saka yang aneh banget.Raina menghela napas lelah. Sudah seminggu lebih Arjuna murung. Raina tidak tahu apa sebabnya karena dia begitu diam. Biasanya Arjuna akan cerita pada Raina apapun itu, namun kini tidak sama sekali. Bahkan alasan Arjuna terus terusan menghela napaspun Raina tak tau."Gonjang-ganjing sama Lia lagi mungkin." Raina menjawab sekenanya. Sembari mengikuti arah pergi Arjuna meninggalkan kantin."Tapi Lia nggak curhat sama gue." Ecan berkata yang membuat Saka mengangguk dan Raina berdeham."Mereka berdua pada dasarnya udah nggak cocok satu sama lain." Raina memberi komentar. Yang langsung dijawab angguk oleh Saka dan Ecan serempak."Gonjang-ganjing mereka beber
***"Enak, Jun makan es krim gratisan?" Raina berkomentar ketika Arjuna asik menjilati coklat es krim yang menetes keluar dari cone."Itung-itung ongkos gue nganterin lo."Raina berdecih, kemudian ikutan menjilat es krim miliknya."Lo alesan supaya gue nganterin lo pulang, kan?" Arjuna berkata membuat Raina tersenyum jahil. Nih anak pinter juga. "Mau tanya apa soal Lia?""Sumpah, sih, Arjuna." Raina menggelengkan kepala. "Gue nggak mau nanya apa apa. Tapi mempersilakan lo buat cerita tentang dia.""Gue break sama dia. Buat alesan yang lebih logis.""Apa?""Sesuatu yang bikin kita sama sama lelah. Sesuatu yang membuat kita sama-sama istirahat."Raina memakan es krim terakhirnya dimana ada batang coklat di ujungnya. Ketika dikunyah rasanya enak banget, sensasi dingin dan manis coklat berpadu di mulut. Rasanya memang es krim nggak pernah mengecewakan"Apakah sama
***Setelah hari dimana Aji ketemu sama Luna hari itu, mereka berdua jadi sering chattingan. Tanya ini itu, bahas ini itu. Kayak setiap malem selalu ada aja bahan buat ngobrol. Seputar cilok sampe Cita Citata. Aji jadi sering senyum sendiri di kamar. Bikin aura kamar lebih cerah. Tapi pas kak Juna masuk, auranya bakal berubah suram lagi. Kayaknya kak Juna lagi ada masalah."Kak?" Aji manggil kak Juna ketika cowok itu berdiri di depan kaca ngeringin rambut gondrongnya setelah keramas."Apa?""Nongkrong, yuk?"Aji nggak betulan pengen nongkrong, sih. Tapi kayaknya Kak Juna butuh temen buat pergi. Secara beberapa hari terakhir dia manyun terus. Mas Abim sibuk jadi president mahasiswa, bang Banyu sibuk sama skripsi. Jadi Aji ragu kak Juna punya temen ngobrol di rumah."Tiba-tiba?""Ayok, kak. Aji lagi pengen ngopi tapi nggak punya duit.""Minum kopi sachet nya bang Banyu aja sana.""Kak Ju
*** Lia merasa bahwa hubungan dengan Arjuna semakin lama semakin renggang. Awal Lia bilang break, dia merasa semua bakal baik-baik aja karena ketidak cocokan sudah berada diantara keduanya. Tapi semakin lama Lia menyangkal, dadanya semakin sakit. Seolah dia tidak terima, seolah perpisahannya dengan Arjuna adalah sebuah kesalahan. Lia jadi gila. Dia sering ngelamun, memikirkan sesuatu tentang Arjuna dengan sebuah kata seandainya. Meski itu akan tetap jadi angan. Hari itu, entah untuk alasan apa Lia mengendarai mobilnya menuju rumah Arjuna. Meski tidak betulan singgah, Lia merasa bahwa berada di sekitar Arjuna membuatnya kembali berpikir, apa yang salah diantara hubungan mereka. Semakin lama, bahkan semakin sering Lia berkunjung tanpa singgah, dirinya menjadi semakin sakit. Dan untuk sebuah alasan sebelumnya, Raina. Hari itu Raina hadir, membawa kresek putih besar. Kemudian keduanya keluar rumah berdua. Dan untuk rasa sa
***Apa yang dipikirkan Aji hari itu setelah pertemuan kak Juna dengan Rio? Banyak. Sangat banyak. Saking banyaknya dia nggak tau harus bagaimana. Setiaji yang sedari awal tahu tentang bersitegang Aji dan gerombolan kakak kelas cuma bisa diem pas Aji cerita. Kayak nggak tau harus kasih nasihat apa.Sosok yang mengikuti Aji beberapa hari lalu muncul lagi untuk pamit dan menghilang. Mereka ketemu di rooftop kelas 11."Gue pergi.""Bentar, sebelum itu, ada banyak pertanyaan yang pengen gue tanyain ke lo."Aji menatap mata hitam Tiara, sosok itu. Hanya ada gelap, tapi rasanya ada banyak jawab di mata itu. Aji menghela napas sebentar kemudian mulai bertanya."Kenapa lo tulis semua yang pernah gue alami. Biar apa?"Sosok tadi terkekeh kecil, kemudian membetulkan tali rambutnya yang sedikit melonggar."Karena secara nggak langsung, lo adalah gue." Tiara bilang gitu. Aji sedikit kaget. Di
***Raina bingung, sih sama penawaran yang Rio kasih. Dia harus gantiin Lia buat jadi sandra sedangkan Arjuna dan Raina pun nggak pernah ada hubungan apa apa. Atau misal dia jadi sandra, masalahnya bakal tetep sama. Lia atau Raina, Arjuna bakal tetep marah dan murka. Terus kenapa harus begitu.Raina pamit pulang setelah selesai nerima telfon. Alasan kalo ada temen kampus yang bakal main ke rumah buat ngopi tugas. Arjuna dan yang lain nggak curiga makanya Raina bisa melenggang pulang. Masalahnya apakah Raina harus dateng atau enggak. Itu ganggu pikiran dia sekarang.Raina sampai di depan rumah dan nggak tau kenapa ada orang asing di sana. Cowok, tinggi banget dan rambutnya lumayan gondrong. Berdiri bersiap mau ngetok pintu."Wait, siape lu?" khas gaya bicara Raina."Ah, sorry. Lo Raina, kan?""Iya. Raina. Kenapa?" Raina nada bicaranya agak genit. Nggak apa apa goda cowok orang walaupun keadaannya hatinya lagi bersitega