Sejak semalam Raina tidak bisa di hubungi. Padahal Arjuna mau ngambil hoodie yang tempo hari di pinjam oleh Raina. Arjuna mau nongkrong di warkop bang Lucas soalnya ada temen masa SMA nya yang baru balik dari perantauan.
"Masa motoran bertiga, Jun?" Ecan tanya gitu. Lebih ke nggak terima soalnya motornya ngambek dan nggak mau nyala karena dia lupa service.
"Ya kalo lo mau jalan kaki sampe warkop bang Lucas, silakan." Saka udah naik ke motor Arjuna. Menyisakan satu tempat kecil di jok belakang untuk Ecan tempati. Tapi cowok itu masih terlihat mikir.
"Udah malem. Nggak akan ada polisi. Ya nanti kalo ada lo turun dulu ngegembel." Arjuna bilang gitu. Si Ecan makin manyun. Tapi setelahnya dia tetap naik. Pegangan pada pinggang Arjuna yang otomatis membuat Saka terjepit. Tapi ketiganya malah ngakak.
"Kalo Raina ikut, dia bisa duduk di depan." Saka bilang gitu. Eh, Arjuna malah ketawa.
"Juna nggak mau beli mobil, sih." Ecan ma
***Aji baru sampai di rumah Luna sekitar jam sebelas siang. Tadi udah kasih kabar kalo dia kesiangan dan nggak mungkin langsung otewe ke rumah Luna. Alhasil janji yang tadinya pagi dirubah jadi siang. Ke makam Zahranya nanti sore sekalian. Jadi di jam sebelas sampe sebelum sore, Aji mau ngajak Luna jalan gitu.Luna udah melambai di depan gang. Aji kira dia bakal nunggu di depan rumah, ternyata enggak."Percuma semalem gue anterin lo sampe depan rumah kalo ujungnya lo berdiri di depan gang." Aji bilang gitu setelah ngulurin helm warna pink ke Luna."Pink banget warnanya.""Punya Ali, kembaran gue.""Pasti anaknya manis, imut, soft gimana gitu." Luna mengimbuhi kemudian naik ke jog motor belakang."Jangan deketin Ali, anaknya udah punya pacar." Habis bilang gitu Aji langsung tancap gas. Dia nggak denger kalimat Luna setelahnya, tapi yang pasti cewek itu seperti menggerutu.Jalan motoran
***Pernah mikir nggak, sih apa yang terjadi sama perasaan Arjuna setelah Satria, cowok yang katanya dimintai tolong sama Raina kasih kabar kalo Raina sama Lia di sandra sama komplotannya Rio. Arjuna pengen marah, tapi kalo dia marah Saka sama Ecan akan melakukan hal yang sama. Alhasil, bolak balik Arjuna cuma bisa hela napas. Yang jelas mancing perhatian beberapa orang yang masih stay di tongkrongan."Ada masalah, Jun?" tanya salah satu cowok. Juna ngangguk sambil lagi lagi hela napas. "Ngobrol, lah.""Lo habis putus?" tanya cowok lain. Yang sekarang keluar bawa gorengan satu piring hasil ganggu tidur tenangnya bang Lucas."Gue putus sama Lia udah lama."Pada terkejeod. Gimana, ya. Lia sama Juna tuh couple goals banget. Terkenal sejak mereka masih SMA. Huru haranya, sih, anak anak bakal mikir kalo Arjuna tuh pacaran sama Raina, tapi makin kesini Raina sama Juna jadi friendship goals yang love-hate relationship banget. Orang orang
***Setiyaki diem tapi dalam hati pasti memaki. Arjuna kena lemparan penggaruk kayu punya Bang Banyu dan dapet cipokan manja dari sandal jepit Ali ketika Arjuna tetap ngeyel untuk nyanyi. Namun setelah itu rumah kembali hening. Bang Banyu kembali ke habitat sedangkan Ali dan Setiyaki memilih untuk pergi. Katanya mau ke kafenya Setiaji, itung itung bantu manggang. Mas Abim juga pergi. Biasa, Mas Abim tuh sibuk banget.Bosan dalam keheningan Arjuna memutuskan naik ke kamar dan berniat terlelap. Namun sebuah pesan membuat Arjuna mengerjap. Sebuah pesan dari Lia. Dia mengirim sebuah lokasi familiar bagi Arjuna. Kemudian sebuah foto tangan seseorang yang berdarah. Tidak jelas itu tangan milik siapa, namun dari ukuran jelas itu tangan perempuan. Yang Arjuna lakukan setelahnya hanya meraih hoodie hitam dan keluar setalah mengambil kontak motor maticnya. Tanpa pamit, setelah meneruskan pesan pada Saka dan Ecan, Arjuna langsung meluncur.Panas. Bukan ha
***Ecan memukul kuat pipi kiri Rio. Membuat setetes darah meluncur lambat dari bibir itu. Arjuna tak tau apa yang harus dia lakukan pada Ecan dan Rio karena dalam hitung detik Raina ambruk di belakang. Saka menahan namun ada rasa benci mengalir lebih kuat dalam dirinya. Apa itu, Arjuna juga tidak tau. Dia hanya benci. Mengepal jemarinya kuat lantas berlari kearah rumah. Sayangnya ada banyak orang didalam. Yang kini menatap tajam Arjuna bersenjatakan seperti gagang sapu yang sudah patah. Sesekali memainkannya atau memukulkan kayu itu di lantai keramik berjamur. Seperti memberi tahu Arjuna jika kayu mereka bukan sejenis styrofoam. Arjuna berdecih."Babunya Rio? Maju satu satu. Kalo keroyokan gue jelas kalah."Arjuna memasang kuda-kuda. Satu orang maju, mengayunkan pukul yang dapat Juna tahan dengan tangan kirinya. Lantas kaki kosong Arjuna menendang lutut lawan dengan begitu keras. Jika Arjuna bisa fokus dengan kaki itu, dia yakin ada suara kretak yan
***Katanya iklas itu tidak ada. Mereka hanya terpaksa lantas lambat laun menjadi terbiasa. Untuk mengiklaskan satu orang, setidaknya seorang membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Mencari banyak kesibukan dengan terus bergerak agar tak sempat dia memikirkan seorang yang telah menghilang.Laluna tidak pernah tau bagaimana rasanya kehilangan. Bagaimana seorang berharga dalam hidupnya pergi dari dunia untuk menyambut di dunia yang baru. Laluna juga tak tau, bagaimana rasanya harus melepas ketika satu satunya yang kita punya hanya mereka.Kini Luna duduk sambil terus menunduk. Dia ingin menangis, terlebih mengingat kecemburuan dan amarah tak berdasar pada Aji hari ini. Ketika objek yang membuatnya kesal ternyata telah berbaring di pembaringan ternyaman. Berlapis doa berselimut cinta. Luna menunduk dengan terus memainkan kuku jemarinya yang sedikit panjang."Lo nggak mau nyapa temen gue, Lun?" tanya Aji menyadarkan lamun. Lantas berikutn
***Luna tidak pernah ke kantor polisi selama hidupnya. Untuk sekedar mencari surat berkelakuan baik atau yang lainnya. Kantor polisi jika di otak Luna hanya berisi jeruji, orang orang jahat dan bapak polisi bertampang seram atau bahkan berkumis yang sering dia lihat di sinetron-sinetron Indonesia. Tapi ketika dia berada disana, ada beberapa orang yang menarik perhatian Luna. Salah satunya adalah seorang yang Aji temui. Seorang laki laki dengan tubuh sedikit lebih besar dari Aji. Tampangnya seram dan terlihat lebih tegang. Jujur Luna takut, tapi ketika cowok itu menyapa Luna yang sedari tadi jadi ekor Aji, dia tiba tiba tersenyum. Membuat hati Luna tiba tiba menghangat. Ganteng banget, cuy."Kak Juna mana, Mas?""Belum bisa di temui. Bentar, kita tunggu dari pihak kepolisian dulu.""Bang Banyu nggak bisa kesini?""Banga Banyu ke Bandung sore tadi. Ngejar dosennya."Luna tidak paham siapa mereka. Tapi dari
***Raina yakin, delapan puluh dari seratus persen orang pernah berpikir untuk menghilang. Tidak terikat dengan dunia, tidak terpatri pada orang orang. Hanya menghilang. Alasannya berbeda beda. Sebagian agar mereka dicari, agar mereka merasa dibutuhkan lantas dirindukan, atau hanya sekedar menghilang. Tidak peduli untuk apa itu.Detik dimana cahaya menerobos retinanya, gerak tangannya dan kedip singkatnya, Raina mengeluh lelah. Karena Raina tidak pernah berharap bisa kembali."Tolong! Saya hanya mau lihat keadaan Raina."Samar, sebuah suara terdengar. Tidak jelas itu suara siapa."Anda siapa? Anak saya butuh istirahat."Kemudian suara lain terdengar tak kalah samar."Sebentar saja." kemudian ganti sebuah isak. Entah, mendengar isak itu Raina ingin ikutan menangis. Air matanya meleleh lambat membasahi bantal. Namun untuk sekedar mengelap lelehan itu, tangannya begitu berat."Gara gara anak and
***Dingin. Itu gambaran yang tepat untuk malam ini. Lebih dari dingin, Arjuna begitu khawatir. Apakah Satria dan Saka berhasil membawa Raina dan Lia ke rumah sakit. Apakah semua berjalan lancar dan apakah semua baik baik saja. Pikiran itu kini lebih mendominasi daripada perbuatannya beberapa jam lalu. Melayangkan nyawa seseorang.Arjuna meringkuk di sudut kamar sel. Dengan tangan menggigil dan dan perih yang begitu menganggu."Arjuna? Ada yang mau bertemu." Panggilan itu. Sudah menjadi panggilan kesekian kalinya. Tadi dia menolak banyak tamu termasuk Mama. Karena dia begitu tidak kuasa menatap mata berkacanya. Mata kecewanya dan sedih yang akan membuat Arjuna semakin merasa bersalah.Arjuna pada akhirnya berdiri. Setidaknya mencari udara dari pengap dan dingin ruang tahanan. Arjuna berjalan perlahan, menuju sebuah ruang kecil dengan pembatas kaca di depannya."Lo belum di dakwa dan belum sepenuhnya masuk penjara." Dia