"Son, siang nanti siap-siap kita ke rumah calon istri kamu," kata Ibu sambil menyendok nasi ke dalam piringnya.Saat ini, kami sedang sarapan pagi bersama. Seperti biasa, kami hanya bertiga. Aku, Ibu dan putri kecilku Zahra."Iya, Bu," jawabku malas."Kita mau ke rumah calon Mama Zahra ya, Nek?" tanya Zahra antusias."Iya, Sayang. Semoga aja Tante Naya mau jadi Mama untuk Zahra. Zahra harus ingat, nanti pasang muka melas biar Tante Naya mau jadi Mama Zahra," ujar Ibu terkekeh."Siap, Nek," jawab Zahra tersenyum memperlihatkan gigi depannya yang sudah tanggal satu itu."Anak pinter," puji Ibu."Ibu ini apa-apaan sih, ngajarin Zahra begitu?""Loh, memang Ibu ngajarin apa? Zahra sendiri yang mau, iya kan, Za?" tanya Ibu pada Zahra.Zahra sendiri tersenyum dan menganguk cepat, seolah mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ibu saat ini. Aku menghela nafas panjang. Susah memang berbicara dengan wanita, mereka selalu saja merasa paling benar.🌹Awalnya, aku pikir aku tak akan menyukai Naya
Beginikah takdir yang harus aku jalani? Dan kenapa aku harus baru tahu sekarang tentang kenyataan ini? Andai aku tahu semua ini dari awal, mungkin aku akan memikirkan semuanya terlebih dahulu. Terutama pernikahan ku dengan Naya. Pastilah sebelum menikah dengan Naya, aku akan membicarakan tentang masa lalu kami apa adanya. Meskipun takdir ini sulit untuk aku terima, tapi, tak ada sedikitpun sesalku menikahi Naya. Karena aku yakin, Naya adalah jodoh terbaik yang diberikan oleh Tuhan padaku. "Bu, apa informasi yang Ibu sampaikan ini sudah akurat?" tanyaku ragu. Aku masih berharap, jika info yang disampaikan oleh Ibu barusan tidak benar."Iya, Son. Ibu gak mungkin salah, Ibu sudah cari tahu dari orang kepercayaan Ibu," jawab Ibu dengan wajah serius.Aku menghela nafas kasar. "Terus, aku harus gimana, Bu? Apa Naya tahu tentang hal ini?""Sepertinya, Naya belum tahu. Kamu jangan bertindak gegabah, kalau bisa jangan beri tahu tentang hal ini pada Naya dulu. Kalian baru menikah, Ibu gak mau
Tepat pukul 07.30 pagi, aku tiba di depan gedung perusahaan. Dengan langkah cepat, aku berjalan masuk ke dalam kantor. Sebagai seorang pemimpin di perusahaan ini, tentulah aku tak boleh bersikap santai. Aku harus memberi contoh teladan pada semua karyawan di perusahaan ini.Aku paling tak suka, jika ada karyawan yang bekerja dengan asal-asalan ataupun tak serius. Karena bagiku, bersikap serius itu sangat penting dalam bekerja. Aku dibesarkan dari keluarga bisnisman yang memang dituntut untuk bisa mengelola perusahaan dengan baik. Sepeninggal almarhum ayahku dulu, mau tak mau aku harus tetap meneruskan bisnis ini."Pagi, Pak," sapa Pak Ahmad, kepala bagian cleaning servis. Saat ini, aku sedang berada dalam satu lift bersama Pak Ahmad."Pagi," jawabku."Oh ya, Pak. Kemarin, si Arya cleaning servis yang bertugas untuk membersihkan lantai sepuluh mengundurkan diri, Pak. Nanti akan ada cleaning servis yang menggantikan posisinya untuk sementara. Nanti kalau Pak Sony butuh apa-apa, Pak Sony
POV NayaAku langsung berdiri dan menarik kasar tanganku dari genggaman tangan Mas Sony. Setelah aku mendengar jawaban dari Mas Sony yang tak masuk diakal itu. Aku benar-benar syok dan juga sangat terkejut. Bagaimana mungkin, wanita yang telah merusak keutuhan rumah tanggaku bersama Mas Kenzie dulu itu, adalah mantan istri Mas Sony.Kenyataan ini benar-benar sulit untuk aku percayai. Meskipun perpisahan ku dulu dengan Mas Kenzie bukan sepenuhnya kesalahan Anggun, tapi sulit rasanya untuk menerima kenyataan ini. Jika dipikir pun, terlalu sulit dan juga rumit. Kenapa harus Anggun? Susah payah aku melupakan wanita itu, dan hingga kini pun aku selalu menutup telinga dan mata untuk tidak mendengar kabar dari wanita itu lagi. Apakah ia masih bersama Mas Kenzie atau tidak, aku sudah tak peduli.Tapi kini, justru bayang-bayang wanita itu hadir lagi dalam rumah tanggaku bersama dengan Mas Sony. Jika Anggun adalah mantan istri Mas Sony, itu artinya, Anggun adalah Ibu kandung dari Zahra, anak y
Hari demi hari aku lewati dengan penuh kebahagiaan bersama Mas Sony dan juga Zahra. Hingga akhirnya, aku bisa sedikit demi sedikit melupakan tentang masalah takdir yang begitu sulit untuk aku terima. Tak terasa, usia pernikahan ku dengan Mas Sony sudah berjalan tiga bulan lamanya.Pagi ini, aku beraktifitas seperti biasa. Aku hanya menyiapkan keperluan Mas Sony sebelum berangkat berkerja. Mulai dari pakaian, sepatu dan juga barang-barang yang Mas Sony bawa saat berangkat ke kantor nanti. Setelah selesai, barulah aku menyiapkan keperluan Zahra sebelum berangkat ke sekolah.Aku juga membantu Zahra untuk memakai baju dan merapikan rambut Zahra. Setelah semua siap, barulah kami semua berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi bersama. Selama aku tinggal di rumah ini, aku sama sekali tak di perbolehkan untuk melakukan aktivitas di dapur. Karena di rumah ini, semua makanan sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga.Tak tanggung-tanggung, untuk art yang bertugas untuk memasak dan menyiapkan
POV KenzieLangkahku semakin mendekat ke arah Pak Sony dan juga Naya. Tiba-tiba saja tubuh ini langsung menegang dan juga merasa gugup. Hingga akhirnya, giliranku untuk memberi selamat pada Pak Sony pun tiba. Aku menjabat tangan hangat milik Pak Sony, sekuat tenaga aku berusaha untuk tak terlihat gugup ataupun gemetar di depan Pak Sony, tapi tetap saja rasa tegang di tubuh ini masih terlihat begitu jelas. Tangan ini pun terasa sangat dingin. Untung saja, Pak Sony tak memperhatikan kegugupan ku.Dan kini, aku telah berada di depan wanita yang dulu pernah aku sakiti hatinya. Hingga sampai detik ini pun, rasa cintaku pada Naya masih tersimpan di dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Andai saja, aku bisa mengulang waktu, pastilah aku akan memperbaiki kesalahku dulu. Dan tentunya Naya tak akan bersanding dengan pria lain saat ini."Ken, buruan. Lama banget," gerutu Rio yang ada di belakangku. Suara Rio seketika membuyarkan lamunanku."Eh, i ... iya. Selamat ya, Nay. Eh, maksud saya Bu Naya
Mobil yang dikemudikan oleh Pak Ahmad melesat keluar dari hotel tempat pernikahan Pak Sony dan Naya dengan kecepatan sedang. Suasana di dalam mobil sangat riuh, karena Pak Ahmad dan para rekan-rekan seprofesi ku saling bersenda gurau. Sedangkan aku sedikitpun tak berminat untuk ikut bersenda gurau bersama mereka. Mataku memandang kosong ke arah luar jendela mobil.Hati ini seolah masih tak percaya dengan takdir yang ditetapkan oleh Tuhan. Setelah perceraian ku dengan Naya, rumah tanggaku bersama Anggun bagai neraka. Tak ada lagi kata bahagia, bahkan, aku dijadikan pembantu oleh Anggun. Dulu aku bertahan dengan Anggun karena aku begitu menyayangi kedua anakku. Setelah mengetahui kenyataan bahwa kedua anakku bukankah darah dagingku, apalagi yang harus aku pertahankan?Aku jadi teringat lagi dengan Naya. Selama ini, aku selalu berpikir bahwa Naya lah yang tidak sehat karena tak kunjung hamil. Apalagi setelah mengetahui bahwa Anggun bisa mengandung anakku, semakin bertambah saja keyakinan
"Bu, aku sama Anggun kan hanya nikah siri. Biarlah, kami tak perlu mengurus perceraian. Lagi pula, aku sudah malas menemui dia," kataku."Tapi, bagaimana dengan kedua anak kalian? Mereka kan butuh akte dan lainnya untuk masa depan mereka. Lagi pula, memang kamu gak kangen sama Chaca dan juga Clara?" tanya Ibu lirih.Aku menghela nafas panjang. Aku bingung harus mulai dari mana untuk menceritakan pada Ibu tentang masalah ini. Aku yakin, pastilah Ibu akan terkejut setelah mendengar pengakuan dariku. Aku bukan tak ingin bercerita, aku hanya takut membuat Ibu jadi sedih.Apalagi melihat wajah Ibu yang seolah menahan rindu pada Chaca dan juga Clara, membuat aku semakin tak tega. Meskipun Chaca dan Clara bukan darah dagingku, tapi, masih ada rasa sayang di dalam lubuk hatiku untuk mereka. Bagaimana tidak, dari mereka lahir, aku selalu mencurahkan semua kasih sayangku pada mereka.Aku jadi rindu sekali dengan mereka. Tak mudah untuk melupakan mereka begitu saja dari hatiku. Berbeda dengan An