"Ya ampun, Bu. Kalau kita dapat jatah makanan kaya gini terus, gimana gisi kita terpenuhi!" protes Anisa yang jengkel karena setiap hari mendapat jatah makanan yang menurutnya jauh dari kata layak."Bawel, masih mending kita dapat jatah makanan geratis. Kamu tahu selama ini ibu kalau lapar korek-korek sampah cari makanan sisa.""Jatahku buat ibu saja, aku sama sekali enggak selera!""Kamu yakin? Nanti malem kamu kelaperan lagi loh kaya semalam sampai enggak bisa tidur!""Yakin!" ucap Anisa dengan raut wajah jengkel. Menurutnya lebih baik kelaparan daripada harus makan makanan yang tidak disukainya."Ya udah kalau gitu, ibu beneran habisin nih, ya!""Silahkan!"Dengan lahap wanita paroh baya itu menghabiskan makanan anaknya."Sampai kapan kita hidup gini terus ya, Bu. Penderitaan enggak ada habisnya. Mau hancurin Mbak Ola saja susahnya sampai harus dipenjara gini!""Kamu yang milih hidup susah. Coba waktu itu kamu nikmatin saja hidup dengan lelaki pilihan ibu, pasti sekarang kita hidup
"Sayang gimana keadaan Anisa di dalam, dia baik-baik saja kan?" tanya Ola saat Eric masuk dalam mobilnya."Sangat baik, saking baiknya keadaannya sampai-sampai dari awal aku jenguk dia sampai pulang tadi enggak habis-habisnya dia maki-maki kita berdua. Ini terakhir kalinya aku nurut permintaan kamu buat jenguk adik sablengmu itu, ya. Lain kali, aku beneran ogah nemuin dia lagi." balas panjang lebar Eric. Melihat wajah kesal suaminya Ola tertawa."Iya-iya, sayang. Ini pertama dan terakhir kalinya aku minta tolong kamu. Udah, wajah kamu enggak usah di tekuk gitu. Gantengnya ilang tau!" goda Ola sambil mencubit pipi suaminya."Habisnya adik kamu ngeselin banget. Di penjara bukannya berubah malah makin menjadi!""Memangnya ngomong apa saja dia tadi?" tanya Ola penasaran."Ada dech. Kamu enggak perlu tahu. Btw, kita jadi ke mall kan?" Eric mengalihkan pembicaraan karena dia tak mau istrinya tahu tentang ancaman Anisa beberapa saat lalu."Iya jadi, dong. Nenek kamu kan ultah. Enggak mungkin
"Sayang, bukannya kamu baru sembuh, ya. Kenapa kamu bersikeras untuk ikut ke acara ulang tahun Nenek? Kamu enggak takut sakitmu kambuh lagi?" tanya Adrian pada Renata. Sejak berhasil mendapatkan Adrian, Diva sudah berhenti memberi obat tidur pada Renata jadi keadaan Renata sudah mulai normal seperti biasanya."Aku segan sama Nenek kamu. Masa diacara pentingnya aku enggak bisa hadir."Adrian tersenyum getir, dalam hatinya masih saja menduga kalau istrinya masih punya perasaan lebih pada sepupunya. Adrian berpikir tujuan sebenarnya Renata ikut bukan semata-mata demi Neneknya melainkan demi bisa melihat Eric."Kalau gitu aku ajak Diva juga, ya. Kasian dia kalau sendirian di rumah."Adrian sengaja mengajak Diva karena dia tak mau merasa sakit hati melihat istrinya bertemu lelaki yang masih dicintainya. Adrian butuh penguat, dan satu-satunya yang bisa mengerti keadaannya sekarang hanya Diva."Kayaknya enggak perlu, deh. Besok pagi Diva ada kuliah, takutnya dia kecapaian karena pasti kita p
"Eric, Ola. Kalian enggak perlu bawa hadiah. Nenek enggak butuh apapun. Liat kalian semua mau kumpul disini saja Nenek sudah senang sekali!" ucap Nenek Eric, Rianti."Enggak apa-apa, Nek. Ini kan hari bahagia Nenek, masa kami kesini dengan tangan kosong. Selamat ulangtahun ya, Nek. Kami sekeluarga cuma bisa mendoakan semoga Nenek selalu sehat, di kasih umur yang panjang dan tentunya selalu dikasih kebahagiaan.""Terima kasih sudah doakan yang baik-baik untuk Nenek. Owh ya, Eric. Kamu perlu tahu, Nenek udah tua. Nenek sudah enggak butuh apapun. Satu saja yang buat Nenek bahagia untuk sekarang. Kehadiran kalian semua. Setelah hari ini Nenek berharap kalian lebih sering ngumpul di rumah ini. Kalian mau mengabulkan permintaan Nenek?""Pasti, Nek. Tapi Nenek janji dulu kalau Nenek berhenti berkebun. Nenek sudah tua, aku enggak mau Nenek sakit karena kecapaian." ucap Erik."Bener kata Eric, Bu. Ibu harusnya menikmati hidup, bukan menghabiskan waktu di kebun." sela Hani."Ibu berkebun kan cu
Seperginya Adrian, semua orang bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Eric juga Renata, namun keduanya terdiam tak mau menjawab apapun. Hingga pada akhirnya orang-orang yang bertanya menyerah dan kembali duduk di tempat mereka masing-masing."Kayaknya aku pulang saja, dech. Maaf, Ric. Suamiku sampai membawa-bawa kamu dalam masalah kami." ucap Renata dengan menunjukan wajah tak enaknya pada Eric.Eric hanya diam, dalam hatinya memang merasa kesal pada Renata yang masih juga diam-diam memperhatikannya hingga membuat Adrian murka. Namun karena dia tak ingin membuat hati wanita itu makin malu, Eric memilih membungkam mulutnya daripada memarahi wanita itu."Kamu yakin mau pulang? Naik apa?" Ola yang merespon ucapan Renata."Naik taksi, La. Ya udah, aku permisi ya. Sampaikan maafku pada Nenek, bilang aku buru-buru pulang karena ingin cepat menyelesaikan masalah dengan suamiku!""Ok, nanti aku sampaikan!" respon Ola. Renata pun bergegas pergi bersama Diva meninggalkan rumah Riyant
Renata menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan kacau. Sudah puluhan kali dia mencoba menghubungi nombor suaminya tapi panggilannya sama sekali tak di respon. Dia beralih menghubungi adiknya pun sama hasilnya, tidak di respon. Meski begitu dia sama sekali tak curiga kalau dua orang yang sedang di khawatirkannya ternyata berada dalam hotel yang sama bahkan satu ranjang yang sama untuk menikmati malam indah mereka tak peduli sedikitpun dengan perasaan Renata.Renata takut rumahtangganya hancur, namun hatinya tetap berat melupakan masalalunya bersama Eric. Dia tahu dia salah, tapi dia sepertinya masih enggan mengiklaskan masalalunya berlalu begitu saja dari hidupnya.Gerimis perlahan turun membasahi bumi. Perlahan mata Renata terpejam di bawah selimut tebal karena udara terasa semakin dingin.Ceklek...!Pelan-pelan Renata membuka matanya saat mendengar pintu terbuka. Samar dilihatnya jam di dinding yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi."Bang, darimana kamu?"Adrian diam saja
"Tolong jangan katakan pada Diva kalau kalian datang kesini, aku mau menyelediki kemana dia selalu pergi selama ini." pesan Renata pada kedua orangtuanya."Baik, Re. Kami juga ingin tahu kenapa Diva jadi suka berbohong seperti ini. Kami akan membantumu mencari tahu alasan Diva berubah." Ibu Renata berkata dengan begitu geram. Dia sudah sangat percaya kalau Diva bisa menjaga dirinya saat jauh dari rumah, namun malam ini Diva telah mengkhianati kepercayaannya.Jam sepuluh malam, orangtua Renata pamit pulang. Renata belum menyerah menunggu suaminya, namun harapannya pupus karena dia tak juga mendapati Adrian pulang meski jam sudah menunjukan pukul satu malam.Kecurigaan Renata pada Adrian dan Diva makin kuat karena sudah dua malam ini mereka sama-sama tidak pulang ke rumah.Seperti biasa jam tujuh pagi Adrian pulang. Biasanya Renata akan bertanya darimana lelaki itu, namun kali ini dia diam dan sibuk berhias karena ingin mulai menyibukan diri di butiknya.Meski berada dalam satu kamar ya
"Ric, Bang Adrian selingkuh sama Diva. Aku baru mengetahuinya tadi. Malam ini mereka menginap di sebuah hotel. Karena keadaanku kacau aku jadi kecelakaan gini." curhat Renata setelah sadar. Eric yang sudah tahu lebih dulu kalau Adrian selingkuh hanya terdiam sambil menatap kasihan kearah Renata."Aku harus gimana, Ric. Memang aku belum bisa lupain kamu. Tapi selama ini aku juga sudah berusaha buat mencintai Bang Adrian.""Kamu baru saja kecelakaan. Sebaiknya kamu istirahat dan tenangkan diri dulu. Masalah Adrian bisa kamu selesaikan nanti setelah keadaan kamu sudah membaik.""Enggak ada yang perlu diselesaikan lagi, Ric. Kalau dia selingkuh dengan wanita lain mungkin aku bisa pertimbangin, tapi ini selingkuhnya sama adikku sendiri. Aku mau cerai sama dia, Ric. Aku bener-bener enggak terima di bodohi mereka terus-terusan selama ini!""Apapun keputusan yang kamu ambil, aku cuma bisa berdoa kalau itu jalan yang terbaik buat kamu.""Kenapa semua jadi seperti ini, Ric. Dari kapan mereka se