Saka turun dari taksi yang baru saja mengantarkannya ke perusahaan. Pagi ini, ketika dia berangkat bekerja, Saka kembali mengalami kemalangan di mana mobilnya mengalami mati mesin. Saka yang sudah hampir terlambat pun memilih untuk memesan taksi saja.
Pria itu melangkah cepat memasuki lobi. "Coba saja kalau aku masih menjadi direktur di perusahaan ini, pasti aku bisa datang sesuka hati untuk membawa mobil ke bengkel lebih dulu," ujarnya dengan sesekali menepuk sikunya karena melihat pakaiannya yang sedikit kotor. Entah terkena noda apa dan di mana.Saka berdecak. "Sial. Kenapa sejak perselingkuhanku ketahuan, semuanya seakan hancur dan berantakan. Ada saja kesialan yang menimpaku. Sumpah serapah apa yang sebenarnya dilontarkan Rina padaku," ujarnya dengan menggerang kesal."Apa dia tidak melihatku sebagai ayah dari anaknya," lanjut Saka.Seperti biasa, pria itu memasuki divisi perencanaan tempatnya saat ini bekerja. Baru saja masuk, tampak semua k"Bagaimana pekerjaan Kakak beberapa hari ini?" tanya Nada. Sore ini, setelah pulang dari bekerja, Nada, Reno dan juga Salsa sedang makan bersama di teras kontrakan Nada. Tiba-tiba saja sedang ingin makan nasi padang. Alhasil, mereka pun memilih untuk makan menu itu sore ini.Reno mengangguk, dia menelan makanannya lebih dulu baru meneguk air sedikit. "Baik. Semuanya lancar." Sebenarnya makan tidak diperbolehkan dengan mengobrol bukan? Hanya saja kalau makan bersama-sama seperti ini tanpa obrolan itu tidak seru rasanya."Oh, iya. Kakak jadi tidak enak sama kamu. Kamu sampai harus menggunakan nama kamu agar kakak bisa ngebon beli ponsel dulu. Semua orang jadi tahu deh kamu adik kakak. Adiknya mantan napi," ujar Reno.Nada cemberut. "Kakak apaan sih? Memangnya kenapa kalau mereka tahu? Nada juga nggak masalah kok." Nada menjelaskan. Toh Nada juga sudah dipandang jelek sebab kehamilannyaSalsa yang mendengar obrolan itu pun menatap kakak beradik itu secara bergatian. Keingian untuk tahu i
"Dasar anak tak tahu diuntung," maki Pak Baron menatap tajam Tari yang ada di belakang Reno."Mau dinikahin sama orang kaya kok nggak mau," ujar Pak baron kemudian. "Kalau kamu menikah dengan Rizal, hidupmu akan enak. Hidup kamu bakalan terjamin. Mau ini itu tinggal beli, nggak usah mikirin uangnya dapat dari mana lagi. Bisa banggain orang tua dan manjain orang tua di masa tuanya." Dia melanjutkan.baiklah. Reno paham sekarang, kenapa bapaknya ini begitu getul ingin adiknya menikah dengan pria seperti Rizal, si rentenir yang mencekik manusia lainnya. Semua karena dia ingin hidup enak di masa tua. "Kalau begitu kenapa bukan Bapak saja yang menikah dengan Rizal?" tanya Reno pada bapaknya. Sontak saja apa yang dikatakan Reno membuat Pak Baron melotot seketika. "Kurang ajar. Kau pikir aku ini apa?" tanyanya dengan marah."Lah Bapak sendiri mikir Tari ini apa main dinikahkan sama linta darat seperti Rizal geblek itu. Pria yang kencingnya nggak bisa berdiri aja mau nikah." Reno tak mau kal
Meski berada di satu tempat yang sama untuk bekerja, Reno tak dapat mengobrol dengan sang adik secara bebas. Seperti contohnya hari ini, seharian penuh dia harus mengirim makanan yang dipesan melalui online.Dia belum bisa memberitahukan sang adik mengenai kabar pertemuannya dengan ibu mereka juga Tari. Padahal rasanya Reno tak sabar untuk memberitahukannya. Hingga saat pulang pun Reno harus pulang terlambat karena dia juga masih harus mengantarkan makanan.Tanpa babibu lagi, ketika pekerjaan selesai, dia langsung meluncur menuju kontrakan sang adik untuk memberitahukan kabar gembira ini.Keyika dia sampai di sebuah gang yang cukup lebar Reno melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di bawah pohon asam. Dia mengerutkan kening karena merasa mengenal mobil itu. Namun, kacanya yang berwarna hitam tak bisa membuat Reno melihat ke dalam untuk mengetahui siapa pemiliknya.Dia mengabaikan itu dan menganggap mobil dengan model seperti itu pasti banyak ya
Reno yang semakin merasa penasaran dengan mobil hitam yang berhenti tak jauh dari keberadaannya pun mulai berjalan mendekati mobil itu. Namun, mobil itu mulai melaju pergi sehingga dia harus mempercepat langkah. Kini, dia hanya bisa berkacak pinggang menatap bagian belakang mobil yang mulai menjauh.Baru saja dia ingin kembali ke kontrakan sang adik, tetapi urung kala melihat mobil tadi kembali berhenti. Jika di posisi berhentinya mobil itu, memang tidak akan terlihat dari kontrakan Nada."Kenapa ibu-ibu tadi mendekati mobil itu?" tanya Reno ketika melihat ibu-ibu berdaster hijau yang sebelumnya ikut mengusir Nada mendekati mobil. Pelan, Reno pun berjalan ke arah mobil itu.Sedang ibu-ibu dengan daster hijau itu tampak menahan senyuman kala melihat pintu kaca mobil di hadannya terbuka. "Maaf, Nyonya. Saya gagal mengusir dia dari kontrakan itu. Tadi ada laki-laki yang mengaku suaminya. Dia membawa buku nikah juga. Kata Nyonya, di belum menikah dan hamil di
Rina tersenyum sinis menatap ke arah luar mobilnya, tepatnya di area parkir salah satu restoran ternama. Perempuan itu tengah membuntuti Aska dan Nada yang informasinya dia dapatkan dari orang suruhannya beberapa waktu lalu kalau mereka ada di sini.Rina melepas kacamata yang dia kenakan. "Jadi, apa yang harus aku lakukan setelah ini? Setelah rencana kemarin gagal?" Dia mendongak dengan sesuatu yang sedang direncanakan.Sebuah ketukan yang berasal dari kaca mobilnya membuat Rina langsung menurunkan kaca mobil miliknya. Seorang pria memakai hoodie berdiri di sana."Bagaimana? Kau sudah mengambil gambar mereka?" tanya Rina kemudian.Pria yang berdiri di luar mobil milik Rina itu mengangguk. "Sudah, Nyonya."Tak lama, benda pipih milik Rina yang ada di tangannya bergetar, menandakan kalau sebuah notifikasi baru saja masuk. Rina mengangkat ponsel itu dan menggeser layar yang menghitam. Ternyata, itu adalah sebuah pesan yang baru saja dikirimkan oleh pria di luar mobinya.Senyum Rina mengem
Aska dan Nada saling pandang ketika mereka baru menyadari kalimat yang mereka ucapkan. Sedangkan Saka menatap tak percaya pada sosok perempuan yang dia sukai. "Kamu bercanda, kan Sayang? Kamu bohong, kan Sayang?" tanyanya dengan suara bergetar.Kini perhatian Aska dan Nada kembali pada Saka. Terlihat pria itu yang menggeleng. "Tidak. Aku tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan. Kamu tidak mungkin berpaling hati dengan begitu mudah." Pria itu mulai mendekat ke arah Nada, wajahnya menunjukkan jelas kalau dia tidak terima dengan kalimat yang baru saja dia dengar.Namun, Aska lebih dulu menggenggam tangan Nada dan memindahkan perempuan itu ke belakang tubuhnya. Jangan dekati dia lagi atau aku akan menghajarmu. Tidak ada ampun lagi," ancam Aska. Wajahnya menunjukkan keseriusan bukan hanya sebuah ancaman.Kedua tangan Saka mengepal di samping tubuhnya, giginya saling bergemeretuk lalu wajahnya menunjukkan jelas sebuah kemarahan. "Dasar murahan," ujarnya pada
Kini, Reno sedang duduk di bangku taman bersama seseorang yang beberapa saat lalu memanggilnya ketika dia baru saja berdebat dengan Rina. hal yang mengejutkan baru saja dia ketahui mengenai perempuan itu. Yang tak Reno sangka adalah semua hal dan semua masalah yang terjadi antara banyak orang saling berhubungan satu dengan yang lain."Minumlah, Ren. Setidaknya bisa membuat pikiranmu jernih walau hanya untuk sesaat," ujar perempuan yang duduk di samping Reno.Tampak embusan napas kasar terdengar dari bibir pria itu. "Aku benar-benar pusing saat ini," ujar Reno. Ekspresinya jelas menggmbarkan apa yang pria itu katakan.Imelda. Nama perempuan yang kini duduk di samping Reno itu menoleh. "Memangnya ada apa?" tanyanya kemudian. "Yang aku tahu, kau tadi sedang berdebat dengan Rina."Imelda tersenyum. "Sudah lama tidak bertemu. Bahkan aku tidak tahu kapan kamu keluar dari penjara. Sekalinya bertemu, ternyata kamu masih mengejar dia," ujar Imelda den
Rizal menghentikan motornya di depan kediaman Pak Baron, di belakangnya motor lain juga ikut berhenti. Sosok yang selalu ikut ke manapun Rizal pergi sebagai asisten pribadi kalau Rizal menyebut.Pria itu menatap pantulan dirinya terlebih dahulu di kaca spion motornya, mengambil sisir dari balik saku celananya dan langsung menyisir rambutnya yang sudah klimis. "Sempurna," bisiknya kemudian.Rizal pun langsung turun dari motornya dan berjalan menuju kediaman Pak Baron. "Pak Baron. Oh Pak Baron. Calon mantu datang nih," ujarnya kemduian. Dia bersiul sembari menggerakkan kakinya, juga kedua tangan yang berkacak pinggang.Tak lama, Pak Baron pun keluar dengan senyum lebar. "Ya Tuhan. calon mantu datang," ujarnya bersemangat. Dia berjalan ke arah kursi yang ada di teras rumah. "Ayo duduk-duduk," ujarnya kemudian sembari menarik kursi untuk tempat duduk Rizal.Tunggu. Nggak kebalik itu?"Buk! Buatkan minuman untuk calon mantu kita!" te