Aku bisa melihat Vera yang sekarang begitu ingin tahu. Apa aku, sebagai istrinya tidak tahu kalau suamiku ini tidak suka makanan manis? Apa aku dan Alexey sebenarnya hanya pura-pura berkencan? Lalu kenapa aku masih nekat memberinya medovik? Kue madu yang terkenal manis dan legit.
Alexey melirikku waspada.
"Tentu," kataku santai. "Medovik-nya sengaja dibuat tidak terlalu manis, jadi makan porsi besar pun tidak masalah." Aku memandang Alexey yang masih datar. "Kalau masih terlalu manis, aku sudah menyiapkan minuman coklat tanpa gula untuk menetralkan rasanya."
Aku balas lirikan Alexey itu dengan sebuah seringai kemenangan. Hehe. Untung saja aku memancing obrolan dengan orang-orang di dapur. Setidaknya aku tahu makanan penutup seperti apa yang biasany
Yulia terbelalak. Langkah kakinya begitu cepat menuju ke arah kami. Ia bahkan meninggalkan troli camilan di dekat pintu."My lady... saya mohon maaf," kata Yulia. Sebuah raut panik menjalar di seluruh wajah pelayan itu yang biasanya tenang. "Lord Mikhail, Lady Maria, sebaiknya ikut saya saja. Nyonya pasti ingin beristirahat," kata Yulia cepat-cepat."Tidak!" tolak Mikhail. "Kau kan ada di sana! Kau lihat juga kan?! Ayo bilang pada Bibi! Aku tidak bohong! Aku tidak bohong!" seru Mikhail lagi. Ia berontak meronta, melepaskan lengan kecilnya dari Yulia.Yulia terlihat menelan ludah. Mata hitamnya kelimpungan melirikku takut. Ia berkata pelan pada Mikhail. "M-My lord... saya mohon ...," Yulia melirik padaku dengan takut. "Lord Korzakov tidak akan suka
Hari ini bahkan dia seperti tidak menyadari keberadaanku. Dia tak melirik sedikit pun atau bertanya aku sudah tidur atau belum. Ia melangkah begitu saja ke dalam kamar.Entah berapa lama ia berdiri di dekat meja kerja. Kemudian ia memunggungiku, sepertinya menyusun perkamen-perkamen itu satu per satu, kemudian berdiri dekat meja lama sekali. Ia menggumam sendiri sambil bersedekap terus membaca.Kesabaranku mulai habis. Aku juga sudah mulai mengantuk.Perlahan kakiku turun dari ranjang. Hati-hati agar ia tidak terganggu. Kamar ini begitu sunyi. Alexey juga menancapkan perhatiannya pada dokumennya. Jantungku berdebar tidak karuan saat aku berada satu meter di belakangnya.Gaun yang tipis ini membuatku sedikit kedingin
"Besok kami harus pulang," kata Vera.Aku kaget. "Loh kok? Apa tidak mendadak Kak?" tanyaku setengah tidak rela."Yah. Tadinya kami juga ingin berlama-lama di sini, tapi Stepan harus kembali cepat. Banyak urusan di Grand Duchy."Aku mengangguk-angguk mengerti.Pagi itu, aku tak melihat Alexey seperti biasa. Padahal semalam kami menghabiskan waktu bersama. Hhh. Mungkin memang begitulah dia. Aku hanya jadi pelampian nafsu mesumnya saja. Tidak lebih. Mungkin itu peran sebagai istrinya. Lama-lama aku akan terbiasa. Namun, jujur saja aku agak ... tidak rela. Rasa-rasanya aku menginginkan sesuatu yang lebih dari Alexey. Ketimbang jadi pemuas nafsunya belaka. Sial.Sa
Pria ini mendekapku dari belakang. Aku tidak bisa bergerak! Tangannya yang besar memenuhi separuh wajahku. "Kalau kulepas, berjanjilah padaku kau tak akan teriak." Aku mengangguk kecil. Hanya begitu saja Alexey sudah melepasku. "Apa yang kau lakukan disini?!" desisku keras. "Aku mau mengambil dokumen penting," jawabnya singkat tanpa suara. Cuma nafasnya saja yang terdengar. "Apa yang kau lakukan di sini?" "Aku sedang main petak umpet dengan si kembar. Lalu aku masuk kesini." "Hahh. Aku pasti lupa menutup pintu lukisannya. Aku sedang buru-buru. Kupikir akan cepat ketemu dokumennya. Ck! Harusnya tadi kututup saja," ia menggumam sendiri. Aku kembali memperhatikan kedua bocah itu dari sisi ini. Maria sudah keluar, mungkin mencariku di bagian rumah yang lain. Sedangkan Mikhail mulai tidak sabaran. Ia melongok di kolong-kolong kursi, mungkin berpikir aku masih ada di ruangan ini bersembunyi di bawah meja atau sofa. Eh?
"Igor, tambahkan lagi dagingnya untuk majikanmu. Sepertinya mereka berdua kelaparan," sindir Stepan.Ia tersenyum seperti biasa. Tapi aku tahu ... lirikan mata hitam arangnya itu tajam ke arahku. Sungguh aku tidak berani membalas. Aku cuma memandangi piringku yang mulai dipenuhi hidangan-hidangan nikmat siang ini.Aku menelan ludah. Apa dia marah karena melihatku dan Alexey bercumbu sembarangan? Oh Tuhan .... Ini semua gara-gara pria itu!"Iya aku lapar sekali," timpal Alexey santai.Aku melirik takut-takut ke arahnya. Pria itu terlihat biasa saja, seolah kejadian pagi ini bukan apa-apa baginya. Bisa-bisanya dia sesantai ini?! Benar-benar membuatku kesal."Hah.
Keluarga inti Alexey sudah bisa kuatasi. Pelayan juga sudah mulai memberikan senyum dan rasa hormat mereka padaku. Aku bisa menaksir jika itu semua tulus. Kau tahu? Kurasa tak terlalu buruk tinggal di sini."Sudah semua,my lady," kata seorang pesuruh di dapur."Baiklah!" kataku kembali bersemangat.Kotak terakhir sudah berada di kereta kuda. Aku agak berkeringat. Setelahnya Yulia dan Elena langsung membantuku untuk mandi dan berdandan. Aku tidak mau memakai gaun yang terlalu mewah dan merepotkan. Cukup gaun biru gelap yang sederhana dengan pita di pinggang, juga sebuah topi kecil yang muat di kepala.Sempurna, batinku saat melihat ke cermin. Tidak terlalu mewah seperti jadi tamu pesta. Siang ini aku a
"Ehem. Terimakasih sudah bersedia menerimaku untuk makan bersama dengan kalian, wahai para ksatria. Terimakasih sudah mendedikasikan hidup dan kehormatan kalian semua pada keluarga Korzakov, keluarga kami. Aku merasa sangat terhormat bisa menjadi bagian dari kalian semua," tandasku. Kuakhiri dengan membungkuk kecil pada mereka.Aku bisa melihat mereka terkesiap. Mungkin kagum atau apa."Sebuah kehormatan bagi kami,my lady."Kata salah satu dari mereka. Mungkin yang jabatannya cukup tinggi, jadi perwakilan.Setelah aku duduk, mereka pun ikut duduk. Lalu Alexey mengangkat tangannya mempersilahkan semuanya untuk makan. Pria-pria itu mulai makan dengan lahap. Alexey juga mulai menyendok sup dagingnya deng
Kemarin melelahkan sekali. Aku sampai tidak ingat obrolanku dengan Alexey saat kami makan malam. Rasanya tidurku semalam nyenyak sekali.Saat kubuka mataku pagi ini ... ada yang berbeda. Wajah pertama yang kulihat pagi ini ... Alexey Korzakov.Ia masih terlelap dengan damai, tenang. Padahal cahaya matahari sudah merasuk ke kamarku. Tapi ... kenapa dia belum bangun? Bukankah biasanya dia sudah pergi ke barak subuh-subuh?Eh. Apa jangan-jangan?!"A-Alexey ...," lirihku sambil menyentuh bahunya yang agak dingin. "Alexey ...?" lirihku lagi.Mata birunya perlahan terbuka. Huh. Sukurlah. Kukira dia ....