Share

10. Sang Penyelamat

Pikiran Arjun sama denganku, dunia ini tidak ramah. Cepat atau lambat kami akan mati, ntah itu diracun oleh Tante Fera atau kelaparan. Aku pernah menonton berita di TV, bibi membunuh ponakannya sendiri karena dendam. Mengubur ponakan hidup-hidup.

Aku merasa hidupku akan berakhir, tetapi tidak mau menyerah. Inilah sebabnya aku menyuruh Arjun pergi dari rumah, biar aku sendiri yang melawan mereka. Rupaya Arjun lebih memilih mati bersamaku dari pada hidup sendiri. Usianya masih 16 tahun, november nanti baru 17 tahun.

Dia sulit bangkit dari trauma setelah kematian keluarga kami.

Jika aku mati, Arjun tidak akan bisa bertahan. Meskipun raganya hidup, tetapi hatinya akan mati. Dia tidak mau hal itu.

"Kalau kamu sudah baikan, ayo cari jalan buat kabur lagi. Jangan mati di sini, malu kalau kita bertemu orang tua kita dengan keadaan menyedihkan."

"Apa mungkin bisa?"

Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Gudang ini sangat pengap. Tidak tahu caranya keluar. Dua hari lagi pengacara datang, meskipun tidak ramah dan lebih memihak Tante Fera, tetapi tidak mungkin menemui kami.

Di saat itu kami akan kabur atau menelpon polisi, mencari celah untuk bertahan. Tak apa meninggalkan semua harta, asal kami berdua selamat. Jika polisi datang, aku bisa membawa Arjun ke rumah sakit atau aku yang pura-pura sakit. Aku harap kami bisa segera kabur dari cengkraman Tante Fera.

"Hentikan!"

Bruk! Prang! Suara terdengar kacau di luar sana. Arjun perlahan duduk, dia juga pasti mendengar teriakan di luar.

Brak! Pintu gudang dibuka, terlihat wajah Tante Fera pucat. Napasnya terengah-engah.

"Cepat keluar dan usir orang itu!" Teriaknya.

Aku tidak mengerti sama sekali, siapa yang datang sampai membuat heboh? Di belakang, ada Om Nurman. Sama pucatnya. Dia masuk dan menarik tangan Arjun keluar.

"Cepat keluar!" Teriak Tante Fera lagi.

Perlahan aku berdiri menggunakan tongkat, Tante Fera tidak sabar dan menarikku hingga aku hanya bisa menyeret tongkat. Berjalan dengan satu kaki yang kesakitan.

Arjun lemah tak berdaya habis dipukuli, dia cuma bisa pasrah ketika diseret Om Nurman yang badannya jauh lebih besar.

Kami ke ruang tengah, Arjun dijatuhkan ke lantai hingga bunyi keras tulangnya menyentuh lantai.

"Akhirnya kau keluar," ucap seorang pria.

Pria berbadan tinggi itu mengenakan jaket hitam, menyunggingkan senyum ke arah kami. Mata kami sempat bertemu. Di tangannya ada kepala Aldo yang sudah babak belur, sepertinya sekali gerakan maka leher Aldo akan patah. Pantas saja Tante Fera dan Om Nurman panik.

"Tolong kami," ucap Arjun, dia berdiri dan segera berlari ke arah pria itu.

Sepertinya mereka saling mengenal, aku bingung. Tidak tahu harus bagaimana. Sementara Arjun begitu memohon kepada pria itu, apakah pria misterius itu datang untuk menolong kami?

"Ayo pergi dari sini," ucapnya. Melempar Aldo hingga tersungkur ke lantai. Bisa dipastikan tubuhnya babak belur. Tante Fera memekik, segera berlari ke arah Aldo yang sudah tidak berdaya.

Padahal Aldo adalah atlet tinju, pernah menjuarai turnamen nasional. Pernah juga mewakili Indonesia di kancah internasional, tetapi semudah itu dikalahkan?

"Ayo Kak Yua, kita pergi." Arjun memegang tanganku.

Mataku melihat ke arah pria misterius itu, dia menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku. Saat itu tidak ada rasa apapun terhadapnya. Hanya seperkian detik, tiba-tiba jantungku berdebar tanpa alasan.

Kupikir itu adalah debaran karena Allah memberikan peringatan tidak boleh memandang pria yang bukan mahram, tetapi tanpa aku sadari bahwa pria itu yang akan mengikatku dalam janji suci. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Yeyyyy akhirnya jodohnya Yua datang
goodnovel comment avatar
siti yulianti
yeeeyyy sang penyelamat datang tepat waktu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status