Sinta memandang Clarissa yang masuk ke ruang pantri. "Ada apa?" tanyanya memandang temannya tersebut. Sinta memperhatikan wajah teman yang terlihat berbeda. Matanya tampak sembab seperti habis menangis. "Apa kamu dipecat?" tanya Sinta yang begitu sangat menghawatirkan temannya.
Carissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Clarissa tersenyum lebar hingga matanya terlihat begitu sangat kecil. "aku dikasi libur tiga hari." Clarissa mengangkat tiga jarinya. Clarissa berusaha menutupi masalahnya agar temannya tidak curiga.
“Kenapa,” tanya Sinta.
“Sewaktu aku mengantar kopi Aku pusing, jadi cangkir kopinya jatuh, makanya kata pak direktur aku libur aja dulu selama tiga hari." Clarissa berkata dengan raut wajah yang terlihat begitu sangat senang.
“Aku merasa kamu sepertinya tidak sehat, ternyata pak direktur itu baik ya,” puji Sinta memandang temannya.
Clarissa diam dan menelan air ludahnya ketika mendengar ucapan bosnya tersebut.“Kemarin saya tidak berani untuk melanjutkan pembicaraan karena kondisi kamu masih sangat takut dengan saya. Saya tahu setelah peristiwa itu, kamu pasti sangat trauma dan benci sama saya. Namun percayalah saya benar-benar tidak pernah berniat melakukan itu,” Fathir berkata dengan memandang gadis yang hanya menundukkan kepala didepannya. “Saya sangat tidak tenang sebelum masalah ini bisa selesai,” jelas pria itu.Clarissa hanya diam saat mendengar ucapan bosnya, dia tidak tahu harus berbicara apa saat ini.“Kamu tahu bahwa saya pria yang sudah beristri,” ungkap Fathir.Clarissa menganggukkan kepalanya."Saya sudah memiliki dua orang anak."Clarissa hanya diam saat mendengar penjelasan pria tersebut.Fathir diam cukup la
Clarissa memegang dadanya yang berdegup dengan hebatnya. Clarissa tidak menyangka bahwa bosnya akan datang ke rumahnya. Dari tatapan mata pria itu terlihat bahwa pria itu begitu sangat menyesal. "Risa tidak tahu apa yang harus Risa dilakukan," ucap Clarissa yang mengacak-ngacak rambutnya yang panjang. Ia hanya duduk di atas kasur yang ada di dalam kamarnya. Clarissa masih ingat apa yang disampaikan oleh bosnya. Tidak ada satupun pilihan yang bisa diambilnya. Semua pilihan yang ada sulit untuk diputuskannya. Clarissa tidak mungkin meminta pertanggung jawaban dari pria tersebut atau meminta uang sebagai ganti rugi karena itu sama saja menjual harga dirinya. Clarissa menangis disaat menyadari tidak ada tempat untuknya mengadu atau sekedar meminta pendapat. "Ini sudah takdir yang harus aku dijalani. Aku cuma bisa pasrah dan jalani ini semua," ucapnya yang mengusap air matanya dan berusaha untuk tegar.
"Rumah kamu sayangnya nggak bisa dilalui mobil, jadinya jalan dulu ke dalam,” ucapnya ketika mobilnya berhenti di depan ruko yang berada di samping gang.“Iya pak, soalnya di sini harganya murah,” jawab Clarissa sambil sedikit tersenyum."Biar saya saja yang bawa," ucapnya ketika melihat Clarissa akan mengangkat kantong yang berisi ayam goreng."Risa saja pak," ucap Clarissa yang melepaskan kantong tersebut saat pria itu sudah menenteng kantong plastik itu lebih dulu.Clarissa berjalan di dalam gang kecil bersama bosnya. Ia berjalan menuju rumah kontrakan yang masih ditempatinya. Clarissa sedikit tersenyum saat memandangn bosnya yang menenteng kantong ayam goreng."Alhamdulillah sudah sampai pak," ucap Clarissa yang membuka pintu rumahnya. Clarissa sangat kasihan ketika melihat keringat bosnya yang bercucuran di keningnya."Iya, ternyata di lu
Fathir memasukkan tas ke dalam bagasi mobilnya. Pria itu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi."Panas sekali ya," ucapnya yang tersenyum memandang gadis cantik yang duduk di sampingnya."Iya pak, cuacanya panas," jelas Clarissa yang menarik sabuk pengamannya.Fathir menyalakan mesin mobilnya. Ia menyalakan AC dan mengatur suhu terdingin, guna mendinginkan tubuhnya yang sangat kepanasan. Fathir mengusap Keringat yang menempel didahinya dengan tisu yang ada di dalam mobilnya.Clarissa diam-diam memperhatikan bosnya. Clarissa memandang wajah bosnya sudah sangat merah. Bulir keringat menempel di dahinya. Clarissa memandang baju kemeja yang berwarna abu-abu pekat itu basah oleh keringat."Saya tidak terlalu tahan berjalan kaki saat kondisi panas seperti ini.” Fathir merasa tidak enak hati saat gadis itu memperhatikannya."
Farah berjalan meninggalkan ruangan suaminya. Farah tidak menjawab sama sekali setiap ada yang menyapanya.Ia berjalan dengan gaya elegan nan angkuhnya. Tubuhnya yang tinggi dan langsing, wajahnya yang cantik dengan hidung yang mancung, membuat ia selalu menjadi pusat perhatian setiap kali datang ke kantor suaminya. Profesi artis yang dipegangnya membuat karyawan suaminya begitu sangat mengaguminya, dan tidak ada henti-hentinya memuji kecantikannya.Farah masuk kedalam mobilnya. Ia memukul stir mobilnya dengan sangat kesal. "Sekarang kamu sudah pintar mengancam Aku mas," ucapnya yang sangat geram saat mendengar ucapan terakhir suaminya."Kamu itu bukan anak kecil lagi yang harus aku urus,” Omelnya. Farah tidak terima saat suaminya mengatakan dia tidak pernah mengurus suami.Farah memandang jam yang melingkar di tangannya. Farah memukul stir mobilnya ber
Clarissa memegang surat sertifikat rumah yang diberikan Fathir. Saat Fathir memberikannya surat kepemilikan rumah, Clarissa sudah berusaha untuk menolaknya. Namun bosnya itu tetap memaksa agar dia menerima rumah tersebut. Clarissa melihat nama yang tertulis sebagai pemilik sertifikat adalah nama dia sendiri. Baginya bisa tinggal di rumah seperti ini secara gratis saja, sudah membuat ia sangat bersyukur tanpa harus memilikinya. "Gak pernah bermimpi mau tinggal di rumah seperti ini. Apa lagi memilikinya. Gak enak juga sama pak Fathir, dia ngasi ini pasti karena merasa bersalah. Kenapa waktu itu aku memaksakan diri untuk kerja," ucap Clarissa yang memandang ke sekeliling rumah tersebut. Bagi Clarissa rumah yang dimilikinya saat ini begitu sangat mewah dan bagus. "Pak Fathir itu baik, ganteng, tapi sayang udah punya istri," ucapnya yang mengagumi bosnya secara diam-diam.Clarissa berjalan mengelilingi rumah barun
Dengan begitu sangat ragu, Clarissa memberanikan diri untuk menghubungi nomor ponsel bosnya. Ini untuk pertama kalinya ia mencoba menghubungi nomor ponsel bosnya.“Hallo,” ucap seseorang yang mengangkat sambungan telepon tersebut.Clarissa tersenyum ketika mendengar suara bosnya yang menyahut panggilan teleponnya. “Halo Pak, maaf saya mengganggu,” ucapnya.“Iya tidak apa-apa, ada yang sedang kamu butuhkan,” tanya Fathir.“Tidak ada Pak. Hanya saja saya ingin menanyakan sesuatu,” ucapnya.“Apa itu,” tanya Fathir.“Apakah saya boleh bekerja?" ucap Clarissa.Fathir mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan gadis tersebut.“Saya bingung berada di rumah setiap hari. Sudah 3 hari saya tidak ada bekerja dan sekarang saya juga tidak bekerja juga
Fathir Memandang Istrinya yang keluar dari dalam ruangannya. Fathir memijat-mijat keningnya yang terasa amat pusing. Pria itu merasa sudah kehilangan kesabaran mengatasi sikap Istrinya. Dia selalu berharap istrinya berubah namun sampai detik ini sikap istrinya tidak pernah ada berubahnya, bahkan seluruh kartu sakti yang diberikannya sudah ditariknya agar istrinya bisa lebih terkontrol. Fathir teringat saat istrinya masih memegang kartu kredit yang diberikannya. Setiap saat notif pemberitahuan uang keluar yang di gunakan Istrinya untuk membeli berbagai macam barang terus masuk ke ponselnya. 1 bulan dengan santainya istrinya menghabiskan uang satu miliar. Pada saat itu perusahaannya belum sebesar yang sekarang. Pada akhirnya Fathir mengambil kartu ATM, kredit dan juga black card istrinya."Aku masih mempertahankan rumah tangga kita karena aku kasihan dengan anak kita. Namun bila sikap kamu selalu seperti ini, jujur aku sudah tid