“Apa jalan saya terlalu cepat,” ucap David yang memandang ke belakang dan menghentikan langkahnya.
Dengan cepat Sinta menghentikan langkahnya ketika melihat David sudah berhenti di depannya. “Tidak Pak,” jawabnya.
“Jadi kenapa kamu berjalan di belakang saya,” tanya David.
“Saya tidak enak pak bila jalannya sejajar dengan bapak,” ucap Sinta yang melihat pakaian pria di depannya yang memakai jas rapi. Melihat tampilan pria itu, terlihat bahwa pria itu bukan orang sembarangan. Sedangkan dirinya hanya memakai baju seragam berwarna biru pekat yang memiliki tulisan cleaning servis di belakang punggungnya.
****
Clarissa memasangkan dasi suaminya. Clarissa tersenyum memandang wajah suaminya.
“Kenapa senyum-senyum lihat abang,” tanya Fathir.
Clarissa begitu sangat malu ketik
“Sabuk pengamannya dipasang,” ucap David yang duduk di kursi kemudinya. Pria itu memasang sabuk pengaman di dadanya.“Baik Pak,” jawab Sinta yang menarik sabuk pengaman yang ada di samping kirinya. Sinta begitu sangat bingung ketika harus memakai sabuk pengaman tersebut.“Apa kamu bisa,” tanya David.Sinta sedikit tersenyum ketika memandang wajah pria yang saat ini sedang menatapnya. “Saya bisa Pak tapi tunggu sebentar, soalnya saya belum pernah memakainya,” ucap Sinta yang begitu malu saat mengatakan kalimat tersebut.David membuka kembali sabuk pengamannya. David mencondongkan tubuhnya semakin mendekat ke arah sinta untuk membantu gadis itu memasang sabuk pengamannya.Sinta memejamkan matanya ketika tubuh pria itu begitu dekat dengannya. Sinta dapat mencium aroma wangi tubuh pria yang berwajah tampan tersebut.
Kota ini merupakan tempat yang dipilih Farah untuk tinggal. Kota yang memiliki udara yang sejuk dan juga segar.“Aku akan memulai semuanya dari awal. Aku akan memulai hidup baru di sini,” ucap Farah saat duduk di atas Bukit Alesan. Farah menikmati indahnya pemandangan Kota Bogor dari atas bukit, dan pemandangan puncak gunung Gede Pangrango dan perkebunan warga. Berharap udara dingin dan pemandangan yang indah bisa menenangkan hati dan pikirannya.Farah duduk dan termenung seorang diri. Semua usaha dan perjuangannya sekarang sudah sia-sia, Ia harus memulai semuanya dari awal lagi. Rumah tangganya sudah tidak ada lagi. Sudah tidak ada lagi yang tersisa saat ini. Farah hanya sendiri di dalam hidupnya. Bayangannya mundur jauh ke belakang, saat mengingat masa-masa saat dulu ia berada di kampung bersama dengan kedua orang tuanya. Farah mengusap air matanya. "Waktu itu hidup kami serba kekurangan namun aku baha
“Apa Abang mau Risa temani abang,” ucap Clarissa saat membantu suaminya memasang dasi.Fathir tersenyum dan menggelengkan kepalanya dan mencium punggung tangan istrinya. “Nggak usah, Adek jaga saja anak-anak di rumah, Mama sama Papa juga ikut,” ucapnya.“Apa Abang yakin nggak mau Risa ikut,” tanya Clarissa.“Iya sayang, do’akan ya semuanya berjalan dengan baik.”“Risa do’akan agar semuanya berjalan lancar,” ucap Clarissa yang tersenyum lebar dan mencium bibir suaminya sebagai tanda bahwa ia memberi semangat untuk suaminya.“Sayang Papi, Papi mau pergi dulu, jagain Mimi, ingat jangan nakal,” ucapnya yang mengusap perut istrinya dan menciumnya. “Do’akan urusan Papi semuanya bisa cepat selesai.” Fathir berucap sambil mengusap perut istrinya.
“Aku lihat tadi sepertinya Farah sudah banyak berubah ya Ma,” ucap Fathir yang memandang mamanya ketika ia sudah duduk di dalam mobil.“Jangan pernah merasa kasihan sama orang seperti dia. Dia orang yang sangat pandai berakting. Mama nggak mau kamu memberi kesempatan untuk orang seperti itu. Kamu harus berhati-hati. Bila nanti dia ingin berjumpa dengan Devan dan juga Sheren, biar mama yang menemui dia, kamu nggak usah,” ucap Haryati dengan sangat tegasnya. Haryati sudah begitu sangat memahami bagaimana sifat Farah. Sekarang Farah terlihat begitu sangat menyedihkan, namun dia pasti akan mencari cara untuk bisa dekat kembali kepada putranya, dan Haryati akan berusaha untuk mencegah hal itu. Farah begitu sangat tidak pernah mau mengambil tahu tentang keadaan anak-anaknya, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Yang menjadi tujuan utamanya hanyalah kesenangan dan uang. Haryati begitu sangat paham dan tahu betul sif
“Jadi Sheren sekarang sudah jadi mama ya,” ucap Fathir yang duduk di samping istrinya.Clarissa memutar kepalanya dan memandang suaminya. “Sejak kapan sampai,” ucapnya yang sejak tadi tidak menyadari kehadiran suaminya.“Belum lama,” ucap Fathir. Dia tersenyum dan mencium kening istrinya.“Jadi cucu, main jadi Mama sekarang,” ucap Haryati yang mencium rambut cucunya yang tebal dan juga hitam.Sheren menganggukkan kepalanya. "ya, nenek," ucapnya.“Mau Risa buatkan minum,” tanya Clarissa.“Boleh tapi minumnya di kamar saja,” ucap Fathir.“Apa nggak ke kantor,” tanya Clarissa.“Nanti setelah makan siang baru ke kantor lagi,” jawab Fathir yang memang sudah mengatur jadwalnya di kantor.
“Dek bangun,” ucap Sinta yang membangunkan adiknya.“Riski membuka matanya dan memandang Sinta yang sudah duduk disampingnya.“Iya Kak,” jawab Riski yang masih mengusap-usap matanya.“Kakak mandi dulu ya, habis itu adik langsung mandi, kita sholat,” ucapnya.“Iya Kak,” jawab Riski. Sinta beranjak dari kasur yang sudah tipis. Kasur yang dipakainya untuk alas tidurnya bersama dengan adiknya. Sinta berjalan menuju ke kamar mandi. Di jam seperti ini, kondisi rumah masih sangat sepi, karena orang-orang masih tertidur dengan sangat nyenyaknya. Setelah selesai mandi Sinta mengambil wudhu untuk sholat subuh. Sinta selalu keluar dari dalam kamar mandi dengan memakai pakaian, Sinta menggulungkan handuk di rambutnya agar rambutnya yang basah cepat kering.Sinta masuk ke dalam kamar dan memandang adiknya yang kembali tertidu
“Nanti Sinta jadi ke sini ya bang,” tanya Clarissa yang sedang memasangkan dasi suaminya. “Iya, nanti sore Sinta akan datang,” ucap Fathir yang tersenyum mengusap pipi istrinya. Ini untuk yang pertama kalinya istrinya meminta sesuatu kepadanya. Untuk pertama kalinya juga istrinya meminta bertemu dengan temannya. Fathir tahu bahwa istrinya pasti begitu sangat merindukan temannya yang dulu pernah bekerja dengannya. Namun demi menjaga agar tidak ada cerita yang tidak enak tentang dirinya, maka istrinya tidak ingin bertemu dengan temannya tersebut. “Risa nggak sabar menunggu Sinta datang,” ucap Clarissa yang tersenyum. Fathir mencium bibir istrinya. “Nanti Abang kasih waktu untuk melepaskan rindu sama Sinta,” ucapnya.
Sinta mengambil air putih hangat di dispenser, dan kemudian meletakkan gelas yang berisi air putih itu di atas meja, yang berada di ruang pantry. Meja itu biasa mereka pakai untuk makan dan sebagainya. Sinta duduk di kursi dan meminum air hangat tersebut. Sinta merasakan perutnya yang sedikit sakit. Sinta mengambil obat yang ada di dalam loker, dan segera meminum obat tersebut. “Karena waktu itu ketemu sama pak David, sehingga aku punya obat ini. Tapi isinya sudah tinggal sedikit. Nggak apalah obatnya memang bagus, jadi nanti bila gajian aku harus beli satu botol,” ucap Sinta yang tersenyum memandang botol berwarna putih.Setelah peristiwa itu Sinta sudah tidak pernah lagi bertemu dengan David, bahkan Sinta tidak tahu David itu bekerja di bidang apa. “Tapi apa dia kerja di sini atau nggak ya,” ucap Sinta yang tidak tahu karena dia tidak pernah berjumpa dengan pria tersebut.