Apa yang kulakukan? Sena menutup wajahnya mengingat ajakannya pada Reno.
Tanpa pikir panjang ia mengucapkan hal itu. Napasnya sesaat berhenti saat menyadari dirinya melakukan kebodohan. Namun, jujur Sena tak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa berdua saja dengan Reno.
Walaupun pikirannya mengingat jika Adit memiliki tempat khusus di hatinya, Sena tidak merasa nyaman saat bersama dengan pemuda itu. Ia merasa terbebani. Saat bersama Reno, Sena merasa nyaman. Ia merasa apapun yang akan terjadi Reno akan melindunginya.
Sena berbalik lagi. Seprai berwana biru dengan garis-garis putih yang terpasang di tempat tidur sudah lusuh. Tadi sebelum dirinya merebahkan diri, seprai tertata rapi dan tidak kusut semacam kini.
“Tidak bisa tidur,” keluhnya.
Ia memutuskan untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Kamarnya terasa amat sunyi. Keinginan untuk mematikan lampu saat tidur disingkirkan cepat-cepat. Baru memikirkannya saja tubuhnya s
“Kamu sakit, Sena?”Reno tak sengaja menyenggol jemari Sena yang lentik. Selain berkeringat, ujung jari Sena dingin.Sena yang tangannya bersentuhan, secara cepat menarik diri. Ia ingin berlari dan masuk lekas-lekas ke dalam bioskop mini yang sudah di sewa Mama. Kegelapan setelah lampu diredupkan di dalam sana akan menyamarkan rona merah di pipinya.“Ti-DAK!” Sena nyaris berteriak saat menjawab.Memandang perubahan yang merayap di wajah Sena, Reno hanya bisa terkekeh saja. Ia berusaha menahan senyum, tetapi tetap saja lolos sedikit. Dalam hati dirinya berharap Sena tak menyadari bahwa ia menikmati kegugupan Sena. Dalam hal ini Reno senang karena bukan hanya dirinya saja yang sedari tadi salah tingkah.Sejak Rayna memilihkan pakaian yang kata kakak perempuannya itu sama warna. Ia salah membedakan kopi dan kecap dan tersedak saat minum. Saat berangkat tadi, Reno hanya menggunakan sendal jepit dan harus memutar balik ke rumah.
Reno memejamkan mata. Rayna ada di belakangnya sekarang. Kakak perempuannyalah yang memaksa Reno untuk datang ke kantor polisi dan membuat laporan.Awalnya Reno menolak dengan banyak alasan. Alasan pertama sangat merepotkan, tetapi pelototan Rayna melenyap semua.“Terima kasih atas laporannya. Kami akan segera menyelidiki. Jika ada tambahan bukti, bisa diserahkan segera pada kami.”Polisi yang mencatat laporannya menyalami Reno. Tentu saja setelah rentetan pertanyaan.Reno bernapas lega, seperti baru saja keluar dari ruangan pengap kea lam bebas. Ia mengisi paru-parunya dengan oksigen penuh-penuh dan mendapatkan tepukan di kepala dari Rayna.“Jangan lebay,” tegur kakanya itu.Rayna lebih dulu memasuki mobil dan menanti hingga adiknya sampai di kursi sopir. “Kamu tidak punya bayangan siapa pelakunya?” tanya Rayna sekali lagi seperti pertanyaan polisi yang menanyai Reno tadi.“Nggak.”
Endah memperhatikan dengan saksama hampir tak berkedip kedua orang di depan dan di sampingnya. Hampir dua pertemuan ia ikut serta, tetapi tidak satu pun dari pertemuan tersebut yang penuh arti. Tidak ada obrolan rahasia. Adit hanya banyak menceritakan proses kedekatannya dengan Sena. Hingga sempat tadi Endah menyindir. “Kalau kamu memang begitu menyukai Sena, kenapa bisa setega itu padanya?” Endah menelengkan kepala sedikit saat menyampaikan hal tersebut, tentu saja dengan maksud mengejek. Adit melemparkan tatapan keji sedikit sebelum kembali tengelam dengan obrolan seru bersama Monik. Dua orang dengan pikiran kalau tindakan mereka tidak pernah salah sedang berkumpul kini. Ia sendiri tidak paham kenapa bisa ikut duduk di sana. Minuman pesanan yang sudah datang beserta dengan kentang goreng. Selain itu Endah juga memesan salad sayuran. Walau berkonsentrasi dengan diktat di tangan, tak dipungkiri jika ia bisa mendengar apa saja yang sedan
Sena menatap heran pada Reno di taman yang tertawa-tawa. Ia tidak tahu siapa yang tengah mengobrol dengan Reno. Sebab orang yang sedang berbicara dengan Reno membelakanginya.Siapa? tanya Sena dalam hati.Ia mengabaikan panggilan Rayna, meninggalkan asistennya itu bersama Pak Sarmin begitu saja dan mendekati bukit kecil tempat Reno duduk.Semakin dekat, Sena bisa melihat jika yang yang sedang mengobrol dengan Reno adalah seorang gadis. Ia mendadak kesal kini. Langkahnya tiba-tiba terhenti dan keinginan untuk berbalik ke tempat Rayna muncul. Saat hal tersebut dilakukan, hatinya mulai menamai diri Sena pengecut. Lantas, ia kembali berbalik dan meneruskan langkahnya menuju ke tempat Reno.Reno yang memang menghadap ke jalan setapak yang dilalui Sena langsung menyadari kedatangan gadis tersebut. Matanya terpaku selama beberapa saat dan wajahnya mendadak khawatir.Gadis yang membelakangi sena kini juga menoleh begitu ia dekat.“Sen
Kerongkongan Endah terasa sakit, seperti tercekik. Saat ia membuka mata hanya kegelapan yang terlihat olehnya. Ia meraba, merasakan berada di dinginnya lantai yang kasar. Perlahan Ia beringsut, mengeser tubuhnya ke sisi kepala untuk mengetahui sedang berada di mana dirinya sekarang. Tanganya menyentuh sudut tegak yang bertemu dengan lantai. Dinding? Ia bergumam pelan dalam hati. Kembali dipaksakan diri beringsut pelan dan menyandarkan tubuh di dinding tersebut. Kepalanya masih pusing sejak terjaga. Aku ada di parkiran tadi. Lalu …. Endah tersentak. Ia ingat Adit menaparnya dengan sekuat tenaga, ia membentur mobil dan kemudian pingsan. Setelah itu samar-samar ia mendengar suara Monik. Ia mulai bertanya di mana ia sekarang berada. Karena mulai takut dengan apa yang bisa dilakukan Adit, Endah berdiri dan meraba-raba mencari jalan keluar. Berkali-kali kakinya membentur sesuatu. Tiba-tiba sinar muncul menyerobot dari kotak
“Karena sudah tidak ada lagi yang menganggu, kita akan mulai rencana, kita.” Gadis itu duduk di kursi ruang tamu Adit sambil tersenyum.Adit hanya mengedikkan bahu untuk memberitahu jika dirinya mendengarkan. Ia sebenarnya sudah tidak sabar lagi.***Teman sekelas Endah datang ke gedung fakultas Reno. Mereka menunggu dari pukul Sembilan pagi, hingga Reno keluar pukul 12 siang.“Ren!” teriak salah satu dari kumpulan orang tersebut sambil tergesa mendekat.Reno memindai orang tersebut sambil mengenali. Ia tahu lelaki yang mendekat bukan salah satu dari mahasiswa yang satu jurusan dengannya.“Ya?” tanya keheranan.Satu per satu laki-laki dan perempuan yang menunggunya mendekat, membuat bentuk setengah lingkaran saat berdiri di dekat Reno. Ada dua perempuan dan tiga lelaki yang kini berdiri.“Kalian siapa?” tanya Reno.Ia butuh informasi lebih lanjut tentang orang-orang ini. Se
Di dalam tas Endah sama sekali tidak ditemukan ponsel. Tentu saja Adit sudah menggeluarkan semua itu. Walaupun sudah tahu kenyataan tersebut bahkan sebelum memeriksa, ia tetap sejak menggeluarkan semua. Dari dalam tasnya ia menemukan permen yang tangkainya bisa bersinar, ada tiga buah. Lalu pulpen, buku, roti, dan sebotol air mineral.Untuk roti dan air mineral, Endah harus benar-benar berhemat. Ia tak terlalu yakin sudah berapa lama waktu terlewat. Ia merasa sudah cukup lama. Selama itu Adit cuma muncul sekali melemparkan sesuatu yang setelah diraba cukup lama adalah nasi bungkus.Saat Endah sedang memikirkan langkah selanjutnya. Persegi panjang yang sama kemudian bercahaya. Diiringi sinar lain yang menyilaukan Endah sesaat. Ia mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangannya. Ruangan tempat ia tersekap terang kini.“Kamu jahat sekali pada kawan baikku, Dit.”Endah mengenali suara perempuan yang tiba-tiba didengarnya itu. Ia mendogakkan kepala unt
Tidak sulit menemukan kekasih Endah. Sebab pemuda bernama Dino itu menampakan dirinya di depan kafe tempat Endah dan Monik sering nongkrong. Begitu Monik turun dari mobil pemuda itu langsung menghampiri. “Kamu temannya Endah, kan?” Monik melirik sedikit dan terus berjalan. Ia melewati begitu saja dengan Adit mengekor di belakang. Tangan kekar Dino menyambar pergelangan tangan Monik. Gadis itu dengan segera menepisnya. Ekspresinya mengatakan betapa jijik dirinya mendapatkan perlakuan ini. Dengan cepat Dino mengatasi keterkejutannya atas ekspresi Monik. “Kalian sering kulihat bersama.” Ia melirik ke arah Adit. “Belakangan dengan dia juga.” “Lalu?” “Kamu pasti tahu dia di mana, kan? Beritahu aku!” tegas Dino. Ia memandang tepat ke mata Monik dan Adit. Monik mengeluh, menyibak poninya dan berjalan menjauh. Namun, ia sempat mendekati Adit dan berbisik, menyuruh teman seperjuangannya itu untuk membereskan semuanya. “K