Share

22. Sabia

E buset!

Yang benar saja Papa mau jodohkan aku dengan Kukuh.

Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan.

Aku dan Kukuh sudah seperti lebah yang bersatu padu membentuk satu kesatuan membentuk madu, tapi tak bisa membentuk bunga.

Sok puitis sekali Sabia.

Kami sudah berteman puluhan tahun, biasa dengan keusilan dan kekonyolan. Kalau menikah kelas akan seperti kanebo kering. Kaku.

Lagian, di hatiku ada dia.

Siapa?

Besok kita intip namanya di Lauhul Mahfuz. Mati dulu.

Kamu saja tapi, aku masih muda dan belum kawin.

“Nggak bisa, Pa!” seruku sambil menggebrak meja membuat Papa sedikit melonjak.

“Loh, kenapa? Bukannya kalian selama ini dekat?” tanya Papa.

“Dekat kan bukan berarti saling cinta, Pa. Lagian nih, ya, aku sama Kukuh sudah kek minyak dan air. Tak bisa menyatu.”

“Halah, nanti kalau sudah nikah juga saling jatuh cinta.”

“Pokoknya nggak mau,” tolakku. “Kalau Papa dulu yang nikah gimana?”

“Uhuk.”

Ya ampun , Papa tersedak gelas!

Eh maksudnya air di dalam gelas.

“Pelan-pelan, Pa.” Aku menepuk pel
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status