Tatapan mata lelaki berusia senja itu membuat nyali Ivy merosot tajam. Uban yang nyaris memenuhi kepala, membuat lelaki tua itu tampak kenyang akan asam garam dunia. "Katakan satu saja alasan kenapa kau memintaku mengganti Valerie dengan gadis ini?" Suara berat itu semakin memberangus mental Ivy.Ocean malah menyandarkan punggungnya santai. "Sederhana saja, Kakek. Aku jatuh cinta kepadanya, bukan boneka barbie pilihan Kakek."Ivy meremas ujung gaunnya. Kalimat itu terdengar aneh di telinganya karena takut ketahuan sedang berakting semata. Lelaki berumur di depan mereka ini pasti bisa membaca semua gelagat aneh dari cucunya, kan?Suasana yang tadinya hening mendadak berubah karena tawa dari bibir Ferdinand. "Seumur-umur baru kali ini aku mendengar kau mengatakan hal itu."Ocean mengedikkan bahu. "Karena memang aku baru sanggup mengucapkannya setelah mengenal dia.""Di mana kalian bertemu dan sudah berapa lama?" Ivy langsung gugup. Tak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Karena uc
Ivy menatap Ocean yang sejak semalam terus saja tersenyum simpul. Tebakannya karena Kakek Ferdinand merestui hubungan mereka. Lagi-lagi Ivy diberi buket bunga mawar merah yang ukurannya lebih besar ketimbang sebelumnya. Ivy menghela napas panjang. "Kau hanya membuang-buang uang, Ocean."Ocean mengernyit heran. "Bukannya para gadis suka dihujani dengan buket bunga mawar merah?""Tidak setiap hari. Karena aku juga bingung di mana hendak diletakkan buket bunga ini." "Kau memang gadis yang aneh, Ivy." Ocean mengejeknya. "Lalu kenapa Anda mau menikahi aku?" "Karena aku memang ingin melakukannya." Ocean mengedikkan bahu. "Tak ada alasan spesifik."Kali ini Ivy agak merasa kecewa. Namun, dia langsung mengomel dalam hati. 'Kenapa harus kecewa? Memangnya kau berharap dia mengatakan apa? Jatuh cinta pada pandangan pertama? Itu bohong!'Ivy meraih dua tangkup roti panggang lalu mengunyah dengan cepat. Entah kenapa tiba-tiba muncul rasa kesal dalam hatinya. "Hari ini kau tak perlu ke kampus
Ivy tak habis pikir dengan sikap Ocean. Valerie yang terus mengomel panjang malah ditinggal begitu saja. Ocean menganggap gadis yang masih berstatus sebagai tunangannya itu tak ada kaitannya dengan Ivy."Mmh, Ocean, sepertinya kau agak berlebihan." Ivy memberanikan diri untuk protes setelah mobil menjauh dari lokasi penthouse itu.Ocean hanya melirik sepintas. "Dalam hal apa?""Kau ... seharusnya menjelaskan dengan lebih baik. Biar bagaimanapun, Nona Valerie masih berstatus sebagai tunanganmu.""Dengar, Ivy. Sejak awal, aku sama sekali tidak pernah setuju. Itu semua ulah Kakek yang bekerja sama dengan Tuan Jacob tersayangmu itu." Ocean mendengkus keras. "Ingatkan aku untuk memberinya pelajaran setelah ini."Ivy menggeleng tipis. "Mungkin beliau hanya ingin menolong Nona Valerie yang kebingungan mencarimu.""Tapi tidak dibenarkan untuk membocorkan di mana penthouse-ku berada, Ivy. Ada perjanjian tak tertulis di antara kami." Ocean malah menekan pedal gas dalam-dalam.Ivy menatap seram.
Ivy pernah punya konsep pernikahan dalam angannya di masa lalu. Namun, angan itu patah karena kehormatannya yang direnggut secara membingungkan. Lalu kekasihnya malah kedapatan tidur dengan adik tirinya sendiri.Sekarang, konsep pernikahan itu malah diwujudkan dengan begitu indahnya oleh seorang lelaki asing bernama Ocean Aloysius Alexavier. Gedung ballroom hotel mewah di kota Bright Storm, Diamond Hotel, disulap ala negeri dongeng. Gemericik air mancur yang memberi simphoni merdu di telinga. Bunga-bunga hidup beraneka ragam dan warna yang disusun menjuntai di atas kepala. Belum lagi lampu-lampu yang memberi pencahayaan seperti negeri dongeng. Mata Ivy mengerjap berkali-kali. Konsep yang ditunjukkan oleh tenant wedding organizer itu membuatnya speechless. Belum lagi gaun pengantin yang membalut tubuh rampingnya itu, dengan taburan kristal Swarovsky. Gaun itu memamerkan keindahan bahu Ivy. Walau nanti akan tertutup veil, tetap saja tak mengurangi kadar keindahannya.Semua kebutuhan
"Aku akan menjadikanmu sebagai pengantin wanita satu-satunya yang paling cantik juga bahagia." Ocean mengusap lembut bibir Ivy.Jangan tanya bagaimana debaran di dada Ivy setelah mendapatkan sikap yang tidak disangka itu. Matanya menatap sendu, karena ada sisi hati yang terganggu. Saat ini Ivy memang sedang sangat terpesona dengan segala sikap Ocean. Walau tetap ada rasa ragu dan takut, tetapi semua perbuatan Ocean membuatnya merasa sedang diratukan. Ivy tersanjung.Usai berbelanja, ternyata Ocean dipanggil dadakan oleh Ferdinand. Namun, pertanyaan Ivy membuatnya lupa sejenak akan tugas itu. "Ivy, aku sedang terburu-buru. Bisakah kau menunggu sampai Jarret datang menjemput?""Mmh, apa tidak lebih baik aku naik taksi atau--"Ocean menggeleng cepat lalu berbicara di ponsel. Memerintah Jarret untuk datang ke butik milik Nyonya Clara Bella.Ivy tidak membawa apa-apa. Karena semua barang pesanan untuk kebutuhan pernikahan akan diurus langsung oleh pemilik butik."Jarret sedang dalam perja
"Wah, hebat sekali. Seorang perempuan sepertimu benar-benar dibawa untuk tinggal bersama laki-laki kaya raya."Ivy menghela napas panjang. "Aku tidak mau mencari masalah, Nona Valerie. Kalau ingin protes, langsung saja ke Ocean."Valerie menyipitkan matanya. "Tadi kau panggil dia apa? Ocean? Astaga, tak tahu malu. Derajat kalian berbeda." Ivy benar-benar tidak ingin memperpanjang masalah. Maka dihampirinya pihak keamanan untuk mengatakan keberatan dengan tindakan Valerie.Ketika pihak keamanan menghampiri, Valerie mengangkat tinggi dagunya. "Mau apa kau?""Nyonya Aloysius keberatan dengan keberadaan Anda di sekitar sini. Pergilah, Nona."Valerie tak mampu menahan tawa. "Nyonya, huh? Yang benar saja. Dia bukan Nyonya Aloysius. Dia hanyalah pelacur simpanan. Akulah calon istri Ocean Aloysius." "Terserah kau sajalah. Aku permisi." Ivy berbalik arah. Moodnya yang sedang baik karena semua sikap hangat Ocean, agak terusik dengan kemunculan Lucy dan Brian. Malah ditambahi dengan kemuncula
Setelah makan malam romantis itu, hubungan Ivy dan Ocean semakin dekat. Walau masih belum ada kontak fisik yang semakin intim. Keduanya masih tinggal di kamar yang terpisah.Pun Ivy masih tetap diperbolehkan menjalani hidup sebagai mahasiswi biasa di kampus. Seperti hari ini, Ivy tak sabar menunggu kedatangan Charlotte.Ivy sengaja menunggu Charlotte di area favorit mereka. Di bawah pohon rindang yang sering dipakai keduanya untuk duduk santai membahas mata kuliah."Ivy!" Charlotte sampai kegirangan ketika melihat sosok sahabatnya yang tampak semakin cantik dan bersinar itu.Ivy langsung memeluk Charlotte. "Astaga, aku sangat merindukanmu, Bibi Charlotte."Mata Charlotte langsung berkaca-kaca. "Lake belum juga kembali. Sepertinya dia akan menetap lama di kediaman Tuan Jacob yang baru.""Ah, padahal aku ingin sekali mendengar bagaimana perkembangannya. Ternyata dia malah semakin tidak terjangkau oleh kedua tangan yang selama ini ikut membesarkannya." Ivy menatap sendu ke arah telapak t
Charlotte sedang terkena demam cinta sejak melihat sosok Jarret dari jarak yang begitu dekat. Acara belanja itu pun menjadi lebih kalem daripada biasanya.Bukannya marah atau merasa kesal, Ivy malah berkali-kali menggoda sahabatnya itu. Jarret saja sampai terpaksa harus tersenyum demi keinginan calon Nyonya Ocean itu.Tak hanya itu, Ivy sengaja minta diantar terlebih dahulu, barulah Jarret mengantar Charlotte. Itu dilakukan Ivy supaya Charlotte senang. Begitu Ivy tiba di penthouse, Ocean sudah menunggu. Tanpa canggung, lelaki bercambang itu memeluk Ivy. Tubuh ramping itu seperti tenggelam dalam dekapan sang calon suami yang berotot. "Aku merindukanmu." Ocean berucap sendu. Walau Ivy belum berani menafsirkan perasaan yang belakangan ini berbeda untuk Ocean, tetap saja dia suka mendengar ucapan manis itu. "Aku hanya pergi sebentar.""Ya, kau benar. Apa kau bersenang-senang dengan Charlotte?" Ocean mengecup puncak kepala Ivy."Tentu saja. Aku rindu dia. Biasanya kami selalu bersama s