"Kalau boleh aku mau nambah semalam nginap di sini." Arnon masih rebahan, belum berniat turun dari ranjang. Ternyata menyenangkan punya kesempatan jalan berdua begini. Semua beban pekerjaan seakan jauh. Admin benar-benar menyisihkan semua. Dia curahkan perhatian penuh pada Fea. Fea sudah selesai mandi, sedang memoles wajahnya, duduk di depan meja rias. "Mandi, Ar. Lalu kita sarapan. Aku udah lapar." Fea menoleh, kemudian kembali mengusap pipinya dengan bedak, melihat wajahnya di cermin. "Pasti lapar. Semalam seru gitu," Arnon tersenyum lebar. "Apaan?" Fea pura-pura tidak paham maksud ucapan Arnon. "Semoga ada hasilnya perjalanan kita. Bulan depan dapat kabar baik," ujar Arnon. Dia benar-benar tidak sabar, ingin Fea segera mengandung. Fea tersenyum. Selesai sudah dengan make up simpel di wajahnya. Mata Fea tampak cerah, bibirnya merona meski hanya lip gloss saja yang dia poleskan di sana. Fea mendekati Arnon, menarik lengannya. "Ayo, mandi. Terus sarapan. Dan siap-siap pulang." F
Hari-hari berlalu dengan cepat. Usulan Soraya, Arnon bawa ke rapat direksi. Semua menanggapi dengan baik, meskipun perlu ditata di beberapa bagian. Dengan ide itu Soraya seketika melejit. Pegawai yang lainnya cukup terpesona dengan wanita muda dan cantik itu. Dia ternyata sangat cerdas dan tidak bisa dianggap remeh. Event pertama untuk promo adalah bekerja sama dengan beberapa butik akan menggelar kegiatan modeling dan fashion sekota untuk pelajar dan mahasiswa. Ada dua lomba dilakukan, design dan foto model. Sangat menarik. Sekalipun Arnon selama ini berkecimpung di dunia kuliner ternyata menyenangkan juga melakukan ini semua. Yang paling bagus, dia mengajak Stefi untuk terlibat langsung sebagai salah satu panitia inti dari perwakilan butik. Tentu saja Stefi sangat senang. Ini kesempatan dia memulihkan kepercayaan khalayak kalau butiknya berkualitas. Dengan ini dia bisa menaikkan lagi pamor butiknya sehingga akan banyak pelanggan baru nanti. "Baiklah, selesai pertemuan hari ini. Ku
Salahkah jika Fea kuatir seandainya Arnon terjerat pada wanita lain? Arnon pria tampan, dikenal di mana-mana di kota ini karena keturunan Hendrawan. Pria sukses dengan usaha resto berkelasnya. Tidak ketinggalan sisi gelap hidup Arnon sebagai pria lajang yang suka bermain banyak wanita cantik. Sekalipun bagian ini perlahan memudar, tapi bukan tidak mungkin sisi buruk itu akan bangkit lagi. Arnon menarik Fea dalam dekapannya. Dia bisa mengerti rasa kuatir dan takut yang cepat menggelayut di hati wanita yang sangat Arnon cintai itu. Sejak awal Arnon mulai gemar jalan dengan para gadis ketika mereka SMA, Fea menunjukkan rasa tidak suka. Meskipun Fea tidak menentang terang-terangan, Arnon tahu Fea kesal jika Arnon suka jalan sama cewek, bahkan kadang bolos sekolah hanya karena hang out bersama mereka. "Aku cinta kamu, sangat, sangat, sangatttt cinttaaa. Ga usah mikir yang lain-lain. Oke?" Arnon meyakinkan Fea jika dia tidak akan mengkhianati atau mempermainkan perasaan Fea, apalagi sampai
Arnon memperhatikan Fea. Dia sudah berganti pakaian, siap meninggalkan rumah, memainkan perjalanan yang tadi dia katakan. "Kamu serius?" Arnon berdiri dan menghampiri Fea. "Yup. I plan a nice trip. Come on." Fea mememang tangan Arnon, sedikit menariknya agar mengikuti Fea. Fea menunjukkan koper kecil yang siap dibawa untuk perjalanan mereka. Arnon tersenyum lebar. Dia merangkul Fea dan mendaratkan kecupan bertubi-tubi di pipi istrinya. Fea tertawa melihat Arnon begitu senang. Perjalanan dimulai. Fea tidak mau memberitahu akan ke mana. Dia memandu saja selama mereka berkendara menuju ke tempat yang Fea siapkan untuk berakhir pekan bersama. Arnon juga tidak memaksa Fea mengatakan akan mengajak dia ke mana. Dia mengikuti saja arahan Fea. Arnon ingin menikmati hari itu yang pasti akan sangat menyenangkan. Makin jauh perjalanan, Arnon bisa menduga ke mana Fea mengajaknya. Sebuah villa agak sedikit keluar kota. Tempat y
Arnon segera duduk. Dia baca ulang pesan yang ada di ponselnya dari Soraya. - Pak, bisa datang ke apartemen. Gawat. Ada apa? Kenapa Soraya mengatakan ada yang gawat? Dia tidak menjelaskan pula apa yang terjadi? Apakah kebakaran di apartemen? Atau Soraya sakit? Arnon membalas chat itu. - Kenapa? Ada apa? Segera balasan dari Soraya, Arnon terima. - Bisakah Pak Arnon ke sini? Minta maaf mengganggu malam begini. Ada tikus, Pak. Saya takut, tidak bisa tidur. Ah, Arnon menggeleng keras. Cuma tikus? Itu dibilang gawat! Tapi, aneh, kenapa bisa ada tikus? Sejak Arnon tinggal di apartemen itu tidak pernah ada tikus dalam apartemennya. Arnon sangat menjaga kebersihan apartemen. Sekalipun lama tidak ditempati, selalu ada yang rutin membersihkan di sana. - Aku di luar kota. Besok baru bisa ke sana. Panggil saja sekuriti. Aku mau tidur. Arnon menjawab pesan itu, lalu dia matikan ponsel. Aneh-aneh saja. Arnon kembali merebahkan badan. Dia merapatkan diri pada Fea yang sudah lelap. Arnon terse
Fea menunggu Arnon di depan rumah. Dia sudah siap jalan pagi menikmati suasana manis di hari cerah. Arnon dengan tergesa menemui Fea dengan wajah kesal. "Honey, aku minta maaf. Ada sesuatu dan aku mau cepat selesaikan. Aku ga bisa menundanya." Arnon memandang Fea dengan muka masam. "Kenapa, Ar?" Fea yang semula berseri, seketika meredup, seperti bunganya mekar tiba-tiba kuncup. "Kamu ingat aku pinjamkan apartemen untuk Soraya?" Arnon menatap Fea. "Iya. Lalu?" Fea merasa ini sesuatu yang tidak bagus. "Semalam, dia kirim pesan, ada tikus di apartemen. Dia mau aku melihatnya. Ah, aku benar-benar kesal," ujar Arnon. "Jadi, kita pulang?" Fea bertanya, memastikan itu yang Arnon maksud. "Yup. Langsung ke apartemen. Tapi aku janji, aku akan ganti acara kita secepatnya, Sayang. Oke?" Arnon merangkul Fea yang sedikit kecewa. Di tengah keseruan ini tiba-tiba harus berubah haluan. "Tidak apa, Ar. Mungkin ada yang aku bisa bantu di sana." Fea tersenyum. Dia mencoba meredakan kekesalan Arnon
Fea menatap lurus pada mata Arnon. Dia ingin memastikan Arnon jujur atau sedang mencoba berdalih dan menutupi kesalahannya. Fea sangat sadar, dalam hal percintaan Fea tidak banyak mengerti. Tapi suaminya ini, dia laki-laki yang terbiasa bersama banyak wanita. Dan Fea tidak mau dia diperdayakan. "Jujur padaku, Arnon. Aku istrimu sekarang. Aku dan kamu sudah disatukan dalam pernikahan. Jangan kamu mempermainkan kesucian perjanjian yang kita ucapkan di depan Tuhan." Dengan berani Fea menantang Arnon. Arnon mengangkat tangan kanannya." Aku berani bersumpah. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Soraya. Bertemu dengannya pun bisa aku hitung dengan jari." Tegas Arnon menjawab Fea. Fea menarik nafas dalam, memejamkan mata dan di dalam hati dia berdoa. Dia minta Tuhan tunjukkan kebenaran. Suaminya yang berdusta atau Soraya yang sedang mabuk? "Sayang ..." Arnon maju mendekat pada Fea. Dia genggam tangan Fea sambil memandang istrinya. Dia harus bisa meyakinkan Fea, dia berkata jujur. "Aku bel
"Aku pergi. Kamu baik-baik di kantor. Jangan mikir yang lain, ingat aku saja." Fea melihat Arnon, lalu turun dari mobil. "Iya. Janji, aku kirim pesan setiap dua jam. Oke?" Arnon tersenyum lebar. Fea melambai. Mobil Arnon meninggalkan kantor Fea. Arnon pagi ini akan ke kantor lebih dulu sebelum ke resto. Ada pertemuan penting dengan para pimpinan untuk persiapan akhir event yang akan mereka lakukan. Arnon senang tapi juga tidak. Senang, sebab semua planning mereka berjalan baik. Tidak senang, karena dia akan bertemu dengan Soraya. Sejak kejadian di apartemen, Arnon tidak meladeni Soraya sama sekali. Baik pesan atau telpon Arnon tidak mau gubris. Dia berkomunikasi di group saja. Jika ada urusan mendesak, Arnon minta mereka yang punya kaitan dengan urusan itu yang dia minta berkomunikasi dengan Soraya. Tiba di kantor, Arnon langsung menuju ruang rapat. Semua sudah hadir. Segera Arnon memulai pertemuan itu, memastikan semua akan berjalan sesuai target mereka. Soraya sangat profesional