"Orang kok kalo ngibul sukanya nggak nanggung-nanggung!" Gerutu Karina ketika ia dan Yudha kembali masuk ke dalam kamar.
Pesawat akan take off beberapa jam lagi, jadi mereka harus kejar waktu agar bisa datang tepat waktu. Sungguh bermain kejar-kejaran dengan waktu itu sama sekali tidak enak!"Astaga, yang ngibul siapa sih, Rin?" Yudha membelalak gemas, dia ngibul apa memangnya?Karina menghela napas panjang, menatap Yudha dengan tatapan gemas. Hal yang makin membuat Yudha tidak mengerti, dia salah apa lagi memangnya?"Tadi itu loh, Dok! Pakai di depan papa sama Bangke lagi ngomongnya!" wajah itu nampak bersungut-sungut, wajah yang jujur malah membuat Yudha gemas setengah mati.Yudha mengerutkan kening, mencoba berpikir dan mengingat apakah ada kebohongan yang dia ucap ketika sedang bersama papa mertua dan kakak iparnya tadi. Sekian detik membongkar memori, Yudha tidak menemukan kebohongan yang dia katakan tadi. Dia memang bohong soal a"Cari siapa?" Bisik Yudha ketika Karina nampak celingak-celinguk sejak tadi. Mereka kini kembali duduk bersanding di pelaminan, sudah lengkap dengan kebaya dan riasan bahkan sejak tiba di kediaman Yudha. Karina yang sudah bersanggul lengkap dengan aksesori dan kembang tibo dodo pun menoleh, membalas berbisik dengan begitu lirih. "Mana itu mantan calon istrimu, Dok?"Tawa Yudha hampir saja pecah kalau dia tidak ingat tengah ada banyak orang yang hadir di acara mereka. Kenapa Karina nampak bernafsu sekali sih ingin tahu si Tere? Kenapa? Kini Yudha mengedarkan pandangan, setelah beberapa menit meneliti ia pun menemukan gadis itu. Duduk di salah satu kursi paling depan dengan dress batik warna soga. "Ke arah jam dua, pakai dress batik warna soga, rambutnya hitam lurus." Bisik Yudha memberi kode. Segera Karina memandang ke arah kode yang Yudha beri, matanya membulat. Mulutnya setengah terbuka menatap gadis yang sesuai dengan cir
"Mau kemana!" Karina yang sudah berbaring di atas ranjang sontak melompat dan menarik tangan Yudha yang hendak keluar dari kamar. Mereka sudah selesai membersihkan diri, sudah berganti pakaian dan semua acara sudah selesai kecuali acara kumpul bapak-bapak di depan rumah. Acara yang biasa ada selepas warga punya acara hajatan misal pernikahan atau apapun itu. "Keluar dong, Rin. Di depan masih banyak orang." Yudha menatap Karina yang masih mencebik kesal, tentu saja kesal atas insiden tadi. "Nggak boleh!" Karina menggeleng cepat, membuat alis Yudha berkerut. "Kenapa?" Tentu itu yang Yudha tanyakan, bisa jadi perbincangan bapak-bapak dia nanti kalau sampai tidak keluar menampakkan diri. "Ada Tere pasti, nggak boleh!"Yudha melongo, kenapa jadi posesif begini sih? Tapi bukan Yudha namanya kalau tidak mencari kesempatan dalam kesempitan. Nampak senyum Yudha tersungging, menatap wajah masam Karina yang masih memegang tangannya era
Entah keberanian dari mana, Karina sendiri tidak tahu. Yang jelas kini dia begitu berani membalas pagutan bibir itu. Bibir mereka bertaut beberapa saat hingga kemudian Yudha melepaskan pagutan bibir mereka, masih dengan jarak yang begitu dekat menatap mata Karina. "Bilang kalau kamu nggak bakalan ninggalin aku, Rin." Desis Yudha lirih.Bisa Karina lihat bibir itu makin merah, mengkilap sedikit basah dan entah mengapa terlihat sangat menggemaskan di mata Karina. "Ya!" Jawab Karina dengan jantung berdegup 2 kali lebih cepat. Yudha kembali mengecup bibirnya, membuat Karina kembali memejamkan mata dan hampir memekik ketika Yudha lantas mengangkat tubuhnya. Mau dibawa kemana? Karina mencengkeram kuat lengan Yudha ketika tubuhnya dibaringkan dengan begitu lembut di atas ranjang. Yudha tidak lagi banyak bicara, tidak mengizinkan Karina bicara karena ia langsung membungkam Karina dengannya bibirnya. Karina terkejut ketika tubuh itu kembali menindihnya, menjalarkan sen
Senyum Karina yang merekah sejak mereka keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah sontak lenyap ketika mereka dapati gadis itu ada di antara tamu yang duduk. Penampilannya masih sama seperti tadi, norak dengan bedak yang terlalu putih sampai leher dan wajahnya berbeda warna. Karina sendiri heran, bedak apa yang gadis itu pakai sampai-sampai begitu jauh dari tone asli warna kulitnya? Atau jangan-jangan dia pakai tepung beras punya ibunya? Begitu? Karina langsung mengaitkan tangannya pada lengan sang suami, sengaja menepel untuk memanasi gadis itu. Berharap nya sih dia pergi dan kembali pulang ke rumahnya sendiri. Tapi agaknya Karina lupa kalau gadis ini begitu udik dan lebay setengah mati."Cie Pak Dokter akhirnya kawin juga!" Sorak beberapa lelaki yang nampak seumuran dengan Yudha.Yudha menggamit tangan Karina, membawa sang istri menemui teman-temannya membuat Karina tersenyum begitu manis ketika melewati gadis itu, bisa Karina lihat dari sudut mata, T
"Enaknya tidur aja!" Jawab Karina ketus, ia lantas mempererat pelukannya pada guling, mengabaikan Yudha yang nampak kaget dengan aksi penolakannya. "Sayang, serius nih!" Yudha tampak tidak terima, ia mengangkat kepalanya dan menatap Karina yang masih cemberut. "Serius! Moodku ilang!" Karina menutupi wajahnya, nampak terlihat masih sangat kesal sekali. Yudha kontan garuk-garuk kepala. Dia salah apa lagi sih? Sudah bener tinggal celup loh tadi! Dan sekarang dia harus mulai lebih awal dengan merayu Karina lagi? Astaga! Kenapa jadi dia yang kena? Kesal dan marahnya sama Tere, kenapa Yudha yang harus menanggung akibatnya sih? "Kan tadi janji? Pengen apa deh, coba bilang sini, Sayang!" Harus sabar! Bukankah itu yang terus menerus Ahmad ingatkan padanya ketika dia hendak menikah Karina? Tentu Yudha ingat betul itu! Karina melepaskan pelukannya pada guling, bangkit dan duduk dengan wajah yang masih sangat tidak bersahabat. Yudha pun menghela
"MAS ... SAKIT!"Ini benar-benar sakit! Karina tidak bohong. Ya walaupun benda itu belum masuk lebih jauh ke dalam tubuhnya, tapi ini sungguh sakit! Yudha bergeming, tidak berani melanjutkan lebih jauh ketika melihat mata itu memerah. Wajah sang istri sudah banjir keringat, membuat Yudha sedikit iba dan menanti Karina benar-benar siap sepenuhnya. "Bentar doang sakingnya, Sayang! Serius deh!" Apakah iya hanya sebentar rasa sakit itu menguasai Karina? Entah, Yudha sendiri tidak tahu, ini juga merupakan momen pertama dalam seumur hidup Yudha. Ia hanya mencoba membujuk, menenangkan Karina yang nampak sudah hendak menyerah, padahal permainan baru mereka mulai, bukan? Karina menghirup napas dalam-dalam, menghembuskan perlahan-lahan dan dia ulangi sampai beberapa kali, hingga kemudian matanya terpejam kepalanya mengangguk perlahan sebagai kode bahwa apapun itu, dia siap jika Yudha hendak melanjutkan.Yudha tersenyum, menjatuhkan sebuah kecupa
"OM YUDHA!"Teriakan riang dan manja itu sontak melenyapkan segala kesal yang tadi menguasai Yudha. Senyum Yudha merekah ketika gadis itu sudah duduk di sebelah Karina, mereka nampak tengah asyik mengobrol, membuat Yudha melangkah mendekati mereka berdua. "Loh, Rara belum bobok?" Tangan Yudha mengelus lembut kepala Rara, duduk tepat di sisinya hingga kini Rara berada di tengah-tengah mereka. "Lala mau bobok cini. Kelonin kayak biaca, ya Om?" Sebuah permintaan polos yang tidak mampu Yudha tolak. "Udah pakai pampers? Nggak ngompol, kan?" Goda Yudha sambil mencolek hidung pesek milik Rara. "Lala udah pakai pamples, nggak akan ngompol." Jawabnya dengan logat menggemaskan. Tawa Yudha pecah, ia mengangguk lalu menatap Karina yang nampak ikut tertawa itu. Sorot mata Yudha seperti tengah meminta persetujuan dari Karina. Sebuah kode yang langsung dibalas anggukan kepala dari Karina. "Oke, bobok sekarang, ya? Udah malam loh!
Karina melangkahkan kaki dengan santai menuju dapur, ia sudah beres mandi. Hendak mencoba membantu apapun pekerjaan yang bisa dia lakukan, meskipun sebenarnya kalau disuruh kerja di dapur satu-satunya hal yang bisa Karina lakukan dengan baik adalah mencuci piring. Tapi tidak ada salahnya mencoba membantu, bukan?Senyum dan langkah kakinya terhenti ketika melihat sosok itu pagi-pagi sekali sudah nangkring di dapur mertuanya. Dengan dandanan norak yang masih sama, ia nampak tengah membantu mengupas bawang merah.Karina menghela napas panjang, bagaimana cara mengusir hama itu dari sini? Karina yakin sekali bahwa rencana perjodohan gila yang ibu mertuanya usulkan adalah buah rayuan dan sedikit paksaan dari gadis itu. Kalau tidak, mana mungkin Ningsih rela anaknya yang ganteng mana dokter spesialis menikah dengan makhluk model macam itu?Karina memantapkan langkah tetap menuju dapur, dan benar saja, baru sampai depan pintu, Tere sudah mulai cari gara-gara denga