Senyum Karina yang merekah sejak mereka keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah sontak lenyap ketika mereka dapati gadis itu ada di antara tamu yang duduk. Penampilannya masih sama seperti tadi, norak dengan bedak yang terlalu putih sampai leher dan wajahnya berbeda warna. Karina sendiri heran, bedak apa yang gadis itu pakai sampai-sampai begitu jauh dari tone asli warna kulitnya? Atau jangan-jangan dia pakai tepung beras punya ibunya? Begitu? Karina langsung mengaitkan tangannya pada lengan sang suami, sengaja menepel untuk memanasi gadis itu. Berharap nya sih dia pergi dan kembali pulang ke rumahnya sendiri. Tapi agaknya Karina lupa kalau gadis ini begitu udik dan lebay setengah mati."Cie Pak Dokter akhirnya kawin juga!" Sorak beberapa lelaki yang nampak seumuran dengan Yudha.Yudha menggamit tangan Karina, membawa sang istri menemui teman-temannya membuat Karina tersenyum begitu manis ketika melewati gadis itu, bisa Karina lihat dari sudut mata, T
"Enaknya tidur aja!" Jawab Karina ketus, ia lantas mempererat pelukannya pada guling, mengabaikan Yudha yang nampak kaget dengan aksi penolakannya. "Sayang, serius nih!" Yudha tampak tidak terima, ia mengangkat kepalanya dan menatap Karina yang masih cemberut. "Serius! Moodku ilang!" Karina menutupi wajahnya, nampak terlihat masih sangat kesal sekali. Yudha kontan garuk-garuk kepala. Dia salah apa lagi sih? Sudah bener tinggal celup loh tadi! Dan sekarang dia harus mulai lebih awal dengan merayu Karina lagi? Astaga! Kenapa jadi dia yang kena? Kesal dan marahnya sama Tere, kenapa Yudha yang harus menanggung akibatnya sih? "Kan tadi janji? Pengen apa deh, coba bilang sini, Sayang!" Harus sabar! Bukankah itu yang terus menerus Ahmad ingatkan padanya ketika dia hendak menikah Karina? Tentu Yudha ingat betul itu! Karina melepaskan pelukannya pada guling, bangkit dan duduk dengan wajah yang masih sangat tidak bersahabat. Yudha pun menghela
"MAS ... SAKIT!"Ini benar-benar sakit! Karina tidak bohong. Ya walaupun benda itu belum masuk lebih jauh ke dalam tubuhnya, tapi ini sungguh sakit! Yudha bergeming, tidak berani melanjutkan lebih jauh ketika melihat mata itu memerah. Wajah sang istri sudah banjir keringat, membuat Yudha sedikit iba dan menanti Karina benar-benar siap sepenuhnya. "Bentar doang sakingnya, Sayang! Serius deh!" Apakah iya hanya sebentar rasa sakit itu menguasai Karina? Entah, Yudha sendiri tidak tahu, ini juga merupakan momen pertama dalam seumur hidup Yudha. Ia hanya mencoba membujuk, menenangkan Karina yang nampak sudah hendak menyerah, padahal permainan baru mereka mulai, bukan? Karina menghirup napas dalam-dalam, menghembuskan perlahan-lahan dan dia ulangi sampai beberapa kali, hingga kemudian matanya terpejam kepalanya mengangguk perlahan sebagai kode bahwa apapun itu, dia siap jika Yudha hendak melanjutkan.Yudha tersenyum, menjatuhkan sebuah kecupa
"OM YUDHA!"Teriakan riang dan manja itu sontak melenyapkan segala kesal yang tadi menguasai Yudha. Senyum Yudha merekah ketika gadis itu sudah duduk di sebelah Karina, mereka nampak tengah asyik mengobrol, membuat Yudha melangkah mendekati mereka berdua. "Loh, Rara belum bobok?" Tangan Yudha mengelus lembut kepala Rara, duduk tepat di sisinya hingga kini Rara berada di tengah-tengah mereka. "Lala mau bobok cini. Kelonin kayak biaca, ya Om?" Sebuah permintaan polos yang tidak mampu Yudha tolak. "Udah pakai pampers? Nggak ngompol, kan?" Goda Yudha sambil mencolek hidung pesek milik Rara. "Lala udah pakai pamples, nggak akan ngompol." Jawabnya dengan logat menggemaskan. Tawa Yudha pecah, ia mengangguk lalu menatap Karina yang nampak ikut tertawa itu. Sorot mata Yudha seperti tengah meminta persetujuan dari Karina. Sebuah kode yang langsung dibalas anggukan kepala dari Karina. "Oke, bobok sekarang, ya? Udah malam loh!
Karina melangkahkan kaki dengan santai menuju dapur, ia sudah beres mandi. Hendak mencoba membantu apapun pekerjaan yang bisa dia lakukan, meskipun sebenarnya kalau disuruh kerja di dapur satu-satunya hal yang bisa Karina lakukan dengan baik adalah mencuci piring. Tapi tidak ada salahnya mencoba membantu, bukan?Senyum dan langkah kakinya terhenti ketika melihat sosok itu pagi-pagi sekali sudah nangkring di dapur mertuanya. Dengan dandanan norak yang masih sama, ia nampak tengah membantu mengupas bawang merah.Karina menghela napas panjang, bagaimana cara mengusir hama itu dari sini? Karina yakin sekali bahwa rencana perjodohan gila yang ibu mertuanya usulkan adalah buah rayuan dan sedikit paksaan dari gadis itu. Kalau tidak, mana mungkin Ningsih rela anaknya yang ganteng mana dokter spesialis menikah dengan makhluk model macam itu?Karina memantapkan langkah tetap menuju dapur, dan benar saja, baru sampai depan pintu, Tere sudah mulai cari gara-gara denga
"Mas, tunggu!" Karina pasrah saja ditarik Yudha kembali naik, tapi dia begitu penasaran dengan Profesor Julianto!Ia benar-benar tidak pernah mendengar nama itu. Jadi tidak ada salahnya dia penasaran dan ingin tahu perihal sosok itu, bukan? "Apa sih? Mau ribut lagi sama Tere? Udah ah, aku nggak mau mood kamu jadi jelek terus aku lagi nanti yang kena." Yudha terus menapaki anak tangga buru-buru membawa Karina masuk begitu sampai di kamar.Ribut lagi sana Tere? Apakah tidak ada hal lain yang lebih berguna dan bermanfaat yang bisa Karina lakukan selain ribut dengan gadis itu? "Bukan itu!" Karina mengkoreksi, siapa juga yang mau ribut terus-terusan sama gadis nggak jelas itu? Tentu Karina ogah!"Lantas?" alis Yudha berkerut, menatap sang istri dengan seksama."Cuma mau tanya, Profesor Julianto itu siapa? Namanya asing, aku belum pernah denger."Mendengar itu tawa Yudha sontak pecah. Ia tertawa terbahak-bahak, membuat Karin
Karina menjatuhkan diri duduk di tepi ranjang, sementara Yudha menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala. Bahkan hanya mencium Karina saja Yudha tidak bebas! Bagaimana mau menggarapi istrinya kalau kayak gini? "Kenapa nggak dikunci sih, Mas?" Wajah Karina merah padam, bagaimana tidak malu? Kepergok ibu mertua tengah berciuman dengan begitu panas macam tadi, siapapun pasti akan malu, bukan? "Ya mana Mas tahu kalau ibu mau tiba-tiba masuk, Sayang?" Yudha sendiri pun sama merah wajahnya. Kenapa begitu absurb sih perjalanan awal pernikahan mereka? Setelah akhirnya Yudha dan Karina berdamai dan saling mengakui perasaan masing-masing. "Malu tau, Mas!" Desis Karina sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya ia ingin ngakak menertawakan hal gila yang ia dan Yudha alami di rumah mertuanya ini, pantas saja sang suami sampai rela berbohong dan menciptakan tokoh fiksi bersama Profesor Julianto tadi, jadi karena ini? "Kamu pikir Mas ini
"Udah semua, kan, Sayang?"Bisikan itu begitu lembut, sebuah bisikan yang membuat Karina lantas sadar dan membenarkan bahwa apa yang dikatakan Heni mengenai sisi lain Yudha memang ada benarnya! Kini, selain sisi menyebalkan yang Karina lihat pada Yudha selama dia menjadi mahasiswi Yudha, Karina bisa melihat sisi lain itu dan menyadari bahwa setiap orang pasti punya sisi tersembunyi yang mampu membuat orang tercengang ketika mengetahuinya. Dan suaminya, memiliki hal itu. Yudha melingkarkan tangan di perut Karina, menyandarkan kepala di bahu sang istri yang baru saja beres menutup dua koper mereka. Tangan Karina memeluk tangan yang melingkar di perutnya. Tersenyum melirik wajah yang nampak nyaman bersandar di bahu. Tidak ada yang mengira mahasiswi dan dosen yang sering berseteru bisa semanis ini, bukan? "Udah semua kok, beres!" Balas Karina yang kini tahu parfum apa yang menguatkan aroma perpaduan lavender, lemon dan jeruk yang begitu dia sukai.