Berada dalam ruangannya setelah semalam mereka sampai di rumah, dipaksa ke kantor oleh Tania untuk menyelesaikan masalah Via. Menatap mereka dengan tatapan bingung terutama Rifat yang memberikan laporan mengenai hasil yang didapatnya di perusahaan mantan mertua Tania atau orang tua Yudi, bahkan tidak tertinggal laporan mengenai perusahaan orang tua wanita yang menjadi istri pertama itu.
“Siapa yang menyuruh sampai detail seperti ini?” tanya Wijaya penasaran.
“Ibu Tania dan Ibu Tina.” Rifat menjawab tegas membuat Devan dan Wijaya saling memandang satu sama lain “Bu Tania dan Bu Tina sering berbicara dan berdiskusi mengenai masalah Via juga Tari, beberapa instruksi dari mereka saya lakukan.”
“Kenapa tidak memberitahu kami?” tanya Devan membuka suaranya.
“Mereka nggak mau merepotkan kalian.” Lila membuka suaranya “Bu Tania komunikasi dengan saya bukan Rifat jadi jangan salah paham.” Lila
“Sudah dimulai?” tanya Tina bersama asisten rumah tangga membawa makanan dan minuman.Wijaya dan Devan menunggu sampai asisten rumah tangga tersebut keluar dari ruangan, saat mereka selesai Tania berpesan untuk tidak mengganggu mereka selama beberapa jam karena ada yang akan dibicarakan. Memastikan mereka keluar membuat kedua pria itu menatap Tina penasaran, sedangkan yang ditatap hanya diam tidak berniat membuka suaranya.“Kalian mau diam atau cerita?” tanya Devan setelah cukup lama mereka diam.“Pa, istri papa ini memang top.” Tina mengangkat kedua jempolnya pada Wijaya “Pantas mama minta kita dukung papa sama Tania.”“Lalu apa hubungannya?” tanya Devan gemas mendengar nada kata-kata Tina “Bagaimana bisa kalian melakukan ini semua?”“Kamu kan sudah pernah aku kasih tahu untuk mengecek keseluruhan? Terutama di perusahaan mertua Yudi?” Tania membuka suara dengan men
Suasana kembali tenang setelah Tania berkata seperti itu, Devan dan Wijaya memandang kedua wanita dihadapan mereka bergantian. Wijaya sendiri masih tidak bisa menebak apa yang akan terjadi setelah ini, sedangkan mereka berdua sudah memiliki rencana matang atas masalah ini.“Maksud kamu Tari dan Via?” Devan membuka suaranya terlebih dahulu.“Kalian lupa kasus dosennya Tari?” Tina menatap kedua pria yang hanya diam “Pria dengan otak kecilnya.” Tania tersenyum kecil mendengar makian Tina “Ronald yang harus merasakan dinginnya hotel prodeo atas apa yang dilakukannya pada Tari, andaikan Erlangga tidak ada mungkin...” Wijaya mengangkat tangannya menghentikan kata-kata Tina.“Memang apa yang akan terjadi pada mereka berdua?” tanya Wijaya menatap kedua wanita lelah.“Pembicaraan selesai biarkan menjadi kejutan.” Tania mengambil minuman yang ada dihadapannya.“Kejutan seperti yang
Menghampiri Tania yang berada di kamar setelah meyakinkan Devan jika apa yang nanti mereka pilih tidak akan membuat masalah, Devan bukan orang yang mudah percaya pada orang lain termasuk istrinya. Didikan Wijaya dan Vita membuat Devan secara perlahan mengubah itu semua dan membuat mereka berdua bernafas lega atas perubahan Devan, dukungan Devan pada Tania juga luar biasa membuat Wijaya tidak bisa berkata apapun.“Sayang, kamu kenapa mikir sampai sejauh itu.”Wijaya memeluk Tania dari belakang, berdekatan dengan Tania membuatnya selalu tidak bisa mengendalikan diri. Tania bisa membuat dirinya jatuh semakin dalam pada hasrat yang terpendam, melakukan sekali tidak akan pernah cukup dan itu membuat Wijaya melakukannya setiap saat dan untungnya Tania tidak pernah menolak sama sekali.“Kami melihat nggak ada perkembangan dari kasus yang ditangani, lagian aku bilang kalau kalian bisa berbuat macam-macam pada mereka kecuali pekerjaan Yudi.”
Pernyataan Tania yang mengatakan tentang Rifat membuat perasaan Wijaya tidak menentu, setiap Rifat datang ke rumah tanda waspada selalu ada di kepalanya. Bahasa tubuh mereka selalu menjadi fokus utama bukan pembahasan penting mengenai apa yang mereka bicarakan, baru kali ini Wijaya merasakan perasaan tidak suka jika wanitanya bersama dengan pria lain walaupun dengan konteks professional.“Jadi bagaimana, Sayang?” suara Tania membuyarkan lamunan Wijaya membuatnya menatap Tania penuh tanda tanya “Kamu pasti nggak dengerin.” Tania memutar bola matanya malas “Lakukan saja seperti apa yang sudah saya katakan tadi, Pak Wijaya pasti setuju dengan semua yang saya katakan.”“Ya, lakukan seperti apa yang Ibu Tania katakan.” Wijaya mencoba untuk bersikap tenang dan paham dengan pembicaraan mereka “Apa kita sudah selesai?” mengalihkan pandangan ke Tania yang hanya mengangguk.“Kalau begitu saya permisi.&rdquo
Kedatangan kedua pria yang bersamaan membuat Wijaya pusing tidak menentu, kedua pria ini melamar putri bungsunya. Perbedaan dari kedua pria itu adalah yang satu berstatus duda dan satunya pria yang bekerja di perusahaannya bisa dikatakan seusia dengan Tari, jika melihat keduanya mereka sama-sama mencintai putrinya.“Aku harus bagaimana, Sayang?” tanya Wijaya melepaskan penyatuan mereka dan berbaring disamping Tania.“Daritadi memikirkan masalah kedua pria itu?” Wijaya mengangguk membuat Tania tersenyum sambil membelai wajahnya “Kalau menurut kamu si Tari cocok sama siapa?”Hembusan tarikan nafas Wijaya lakukan “Seusia sama dia, tapi kalau lihat Tari lebih memilih duda.”“Ya udah biarkan Tari memilih, siapapun pilihan dia pastinya itu yang terbaik.” Tania beranjak dari ranjang menuju kamar mandi tanpa menggunakan pakaian.Melihat itu semua membuat tatapan Wijaya tidak berhenti, adik kecilny
“Sudah enakan?” Tania menatap tidak enak pada Wijaya.Memilih berada di ranjang setelah mengeluarkan muntahan dalam kamar mandi, kegiatan rutin yang dilakukannya beberapa hari ini. Tania membuatkan minuman yang bisa membuat tubuhnya hangat, hanya saja tidak berdampak apapun pada dirinya, beberapa kali Wijaya membuat Tania lelah dengan semua permintaan tidak masuk akalnya.“Aku mau kasih tahu kamu.” Wijaya menatap bingung pada Tania yang memijat keningnya.Tania mengambil tangan Wijaya dan meletakkan di perutnya membuat tatapan mereka berdua terkunci, anggukan pelan yang dilakukan Tania sudah menjawab semuanya membuat Wijaya beranjak dari berbaringnya dan menarik tubuh Tania kedalam pelukan. Tidak lama kemudian mencium seluruh wajah Tania tanpa terkecuali, terakhir mencium perut Tania dengan penuh kasih sayang.“Terima kasih banyak.”Wijaya menatap lembut pada Tania yang mengangguk pelan “Gimana nggak hamil
Keputusan gila dan tidak masuk akal sama sekali yang Wijaya lakukan membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari mereka semua kecuali Via tentu saja yang langsung menghubungi Bima untuk memberitahukan kabar baik tersebut.“Maksudnya apa ini, Pa?” Tina membuka suara terlebih dahulu.“Pasti punya alasan, bukan? Aku harap alasannya masuk akal.” Devan menambahi dengan tatapan tajam.Wijaya mengalihkan pandangan pada Tania yang hanya diam tanpa berniat membantu dirinya “Biarkan dia yang jelasin papa tiba-tiba mual.”“Papa yang bilang terus kenapa Mbak Tania yang harus kasih tahu.” Tari membuka suara yang diangguki lainnya.Wijaya dapat melihat senyuman puas yang Tania berikan tanpa sepengetahuan mereka semua, hembusan nafas seakan membenarkan pemikiran mereka mengenai keadaannya yang berat saat ini dan semua tidak lepas dari rencana yang Tania lakukan dengan persetujuan dirinya.“Kita menentang m
“Mereka sedang bermain-main?” Wijaya menatap Muklis datar setelah menerima laporan “Apa perceraian Bima tidak bisa berjalan cepat?”“Mili nggak mau diceraikan.” Muklis menjawab santai.Menyandarkan di sofa mendengar laporan dari Muklis, tidak tahu harus berbuat apa karena mereka harus menikah. Sudah cukup bagi Wijaya melihat putrinya bersikap wanita murahan depan pria bersuami, pilihannya masih jatuh pada Bima meskipun mereka mencoba berbagai macam cara agar mau pindah hati.“Pernikahan mereka harus tetap terjadi.” Tania masuk sambil membawa minuman dengan menutup pintu terlebih dahulu “Terlalu resiko kalau mereka tidak menikah.”Menatap Tania yang meletakkan minuman diatas meja, setelahnya memilih duduk disamping Wijaya yang masih menyandarkan kepalanya di sofa.“Selamat atas kehamilannya, Bu.” Muklis berkata sopan.“Makasih, Om.” Wijaya mengalihkan pandanga