Dia sudah bukan lagi gadis polos seperti dulu. Makin tinggi posisi seseorang, makin banyak informasi dan sumber daya yang mereka miliki dibandingkan dengan orang biasa.Meski berada di sekitar Pak Rudy itu berbahaya, tetapi dia juga bisa mendapatkan banyak hal.Hal yang terpenting adalah dia juga bisa membantu Harvey secara diam-diam dan berperan penting dalam mengendalikan situasi.Matahari belum terbit, tetapi Harvey sudah membuka matanya dan bersiap-siap untuk bangun. Selena menggenggam erat pinggangnya dan mengelus punggungnya dengan lembut."Sudah mau pergi?""Ya, aku sangat sibuk akhir-akhir ini.""Sangat sibuk tapi masih menginap di rumahku?" Selena menyindirnya.Harvey membalikkan tubuh Selena, memeluknya dengan erat, dan menggigitnya. "Ini semua karena Seli terlalu menggoda. Kalau aku nggak menjagamu, aku selalu takut seseorang akan menculikmu."Kedua orang itu berciuman yang penuh gairah. Akhir-akhir ini mereka makin tidak terkendali.Membuang tanggung jawab justru lebih men
Selena berkata dengan tenang, "Tuan Jasper, bukan maksud saya untuk merendahkan Anda. Kondisi Pak Rudy sudah tidak berbahaya lagi. Selama beliau dirawat dengan baik, tubuhnya akan pulih. Kehadiran saya tidak begitu penting. Selain itu, adik Anda memang tidak menyukai saya. Saya juga tidak ingin menyebabkan konflik dalam keluarga Anda."Jasper bersedia datang sendiri untuk mengunjungi Selena bukan hanya untuk meminta Selena mengobati ayahnya, tetapi juga dengan adanya dokter hebat seperti dia, masalah bisa segera diatasi.Mana mungkin dia bisa membiarkan orang berbakat seperti ini pergi?"Kita sudah pernah mendiskusikan masalah ini sebelumnya. Adikku memang dimanja sejak kecil, kata-kata dan tindakan yang dia lakukan padamu sebelumnya sangat nggak sopan. Aku minta maaf atas namanya. Aku jamin hal seperti ini nggak akan terjadi lagi di masa depan.""Karena Tuan Jasper sudah bilang begitu, saya bisa menyetujui Tuan, tapi saya punya beberapa syarat. Pertama, saya masih punya beberapa pasie
Selena langsung berkata, "Maaf, saya hanya asal bertanya."Aura dingin di sekujur tubuh Jasper pun menghilang. "Maaf, aku yang terlalu sensitif."Setelah itu, keduanya tidak berbicara lagi. Selena mengikuti di belakang pria itu dengan patuh. Pria ini benar-benar pria maskulin yang keras, bahkan lebih keras daripada saat dia baru menikah dengan Harvey.Jasper memang terlihat menyeramkan, tetapi dia bukanlah orang jahat.Saat turun dari mobil, Jasper bahkan membukakan pintu untuknya duluan. "Hati-hati, jalanannya licin dan cuacanya dingin."Dalam pandangannya, wanita adalah makhluk yang lemah lembut. Selena mengangguk. Dia bersikap sopan dan menjaga jarak.Akhirnya Rudy melihat Selena kembali. Wajahnya menunjukkan ekspresi kegembiraan lagi. "Nak, akhirnya kamu kembali. Kamu belum membuatkanku kue selai kurma yang kamu janjikan sebelumnya."Selena tersenyum. "Baiklah, saya akan membuatnya sekarang.""Nggak usah terburu-buru. Kamu pasti lelah karena baru saja kembali. Istirahat dulu, buatk
Rudy mengernyitkan keningnya. "Kamu pikir menikah itu seperti makan? Waktu kamu melihat makanan yang nggak kamu sukai, kamu memaksakan diri untuk memakannya. Meski sudah kedaluwarsa, paling cuma bakal sakit perut dua kali saja. Harvey nggak menyukai putri kita, bahkan kalau kita memberikannya, putri kita akan menderita dalam pernikahan tanpa cinta. Itu juga kenapa aku nggak pernah memaksa Harvey menikahinya selama ini. Aku pikir dia bisa melepaskan obsesinya setelah waktu berlalu. Tapi sekarang, ikatan emosionalnya masih terlalu kuat."Mira agak marah dan duduk di atas tempat tidur. "Ini nggak bisa, itu juga nggak bisa. Putri kita selalu menjadi anak kesayangan kita dan tumbuh dalam kemewahan sejak kecil. Dia ingin menikah dengan pria yang dia sukai sekarang, jadi apa yang harus kita lakukan?""Pria yang luar biasa itu ada banyak, tapi kenapa dia harus memilih yang sudah pernah menikah?" Rudy mempertimbangkannya dengan lebih mendalam."Mau berapa kali pun dia menikah, putri kita tetap
Suara Selena terdengar seperti angin yang mengusir semua kegelapan, bahkan Rudy seketika berhenti mengernyit.Siapa pun yang tahu tabiat Rudy pasti tidak akan berani mendekat di saat pria itu sedang marah. Bahkan Mira saja tidak berani.Itu sebabnya mereka mengira Rudy akan menyuruh Selena datang lagi nanti. Ternyata Rudy malah berkata dengan lembut, "Masuk."Selena pun berjalan masuk dan berpura-pura tidak mengenal Harvey. "Oh, ternyata Tuan Harvey juga ada di sini. Kebetulan sekali aku masak banyak, silakan ikut makan, Tuan."Wah, pas sekali momen Selena datang. Jelas-jelas Harvey ke sini untuk membebaskan Selena. Ternyata Selena makin pandai berakting."Aku masih ada urusan, jadi aku nggak akan menggangguk istirahat Pak Rudy.""Ya sudah, sampai ketemu lagi."Selena pun meletakkan kue selai kurma di atas meja yang terletak dis samping, lalu berjalan ke depan meja tempat menyeduh teh. "Tuan mau minum teh apa?"Rudy seolah terpesona menatap Selena yang menyiapkan perlengkapan menyeduh
"Memangnya apa yang terjadi waktu itu?" tanya Selena dengan penasaran."Nggak kok, bukan apa-apa. Nih, makan," jawab Rudy sambil menggelengkan kepala.Rudy akhirnya berhasil membujuk Selena untuk memanggilnya kakek.Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa di sana, Selena pun berbisik memanggil, "Kakek Rudy.""Iya, Nak," jawab Rudy sambil mengelus kepala Selena dengan penuh kasih sayang.Rudy yang dikenal sebagai sosok yang berkuasa dan berpengaruh kini tampak seperti orang tua biasa yang begitu lembut dan ramah.Entah kenapa, elusan Rudy di kepalanya membuat Selena merasa ada yang aneh.Rasanya ... sangat menyenangkan. Mungkin karena Selena sudah terlalu lama terpisah dari keluarganya.Beberapa hari berselang, Rudy akhirnya diizinkan untuk keluar dari rumah sakit. Selena yang menjadi dokter pribadi Rudy pun ikut pulang ke kediaman Keluarga Farrell.Rombongan mobil itu akhirnya memasuki sebuah rumah besar di Kota Arama. Para pengawal sudah berjejer rapi di luar rumah.Selena turun dari
Selena pun menatap Pelayan Wandi sambil bertanya, "Pasti ada kamar tamu lain di rumah sebesar ini, 'kan?""Kamar lainnya sama saja. Kami memang jarang menerima tamu, jadi kamar-kamar tamu yang ada nyaris nggak pernah digunakan. Malam akan berlalu dengan cepat kok. Nanti akan kuminta orang untuk mengantarkan dua botol air panas sehingga Nona nggak akan kedinginan.""Ya, oke," jawab Selena sambil tersenyum."Kalau begitu, aku undur diri dulu. Aku masih ada urusan.""Ya, silakan. Oh ya, ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan. Kamar Pelayan Wandi di mana?""Di bagian dalam. Kenapa, Nona?""Kalau gitu, malam ini kita saling bertukar kamar."Ekspresi Pelayan Wandi langsung berubah. "Mana boleh begitu? Itu sih jadi nggak nyaman.""Apanya yang nggak nyaman? Aku cuma numpang tidur kok, aku nggak akan menyentuh barang-barangmu. Aku sependapat denganmu, nanti gunakan saja dua botol air panas itu supaya kamu nggak merasa kedinginan."Selena membalikkan ucapan Pelayan Wandi dengan telak."Kurasa a
"Aku mau pulang ke tempat asalku.""Kamu nggak takut disuruh bayar denda?" tanya Pelayan Wandi dengan segera.Selena pun tertawa kecil. "Kalau cuma segitu sih aku juga masih sanggup bayar.""Kamu nggak boleh pergi! Kamu cuma butuh kamar dengan pemanas, 'kan? Itu masalah sepele, biar segera aku urus!"Mira hanya menyuruh Pelayan Wandi untuk memastikan Selena tidak betah di rumah ini, bukannya mengusir Selena.Entah penjelasan seperti apa yang harus dia berikan seandainya Selena benar-benar angkat kaki dari sini!Selena langsung tahu apa yang ada di pikiran Pelayan Wandi. Dia paling benci orang yang bisanya hanya membuat alasan.Selena melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Pelayan Wandi dengan dingin. "Loh? Tadi katanya nggak ada, sekarang jadi ada? Ternyata Pelayan Wandi mempermainkanku, ya? Memangnya kamu pikir aku ini bisa diperlakukan seenakmu?""Kenapa sih kamu rewel banget?" dumal Pelayan Wandi dengan kesal. "Ini 'kan cuma masalah kamar. Memangnya kamu pikir kamu ini