RENCANA cadangan yang dimaksud Kridapala adalah melarikan Dyah Wedasri dari kawasan air terjun. Maka diiringi Daksa yang berlari di belakang kudanya, bekel pengkhianat itu cepat menuju gua."Cepat habisi mereka bertiga! Jangan main-main lagi!" seru Kridapala pada tiga pendekar sewaan, sebelum menggebah kudanya dan pergi.Tepat ketika Kridapala dan Daksa tiba di mulut gua, terdengar suara bergemuruh ramai dari arah seberang jembatan. Kedua orang itu sontak menoleh dan melebarkan bola mata.Di sana, di jalan menuju jembatan kayu yang jadi penghubung ke arah gua, tampak sepasukan besar prajurit berderap mendekat. Meski wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi Kridapala dan Daksa langsung dapat mengenali sosok yang memimpin pasukan tersebut."Gawat!" desis Kridapala. "Kita tidak punya waktu banyak. Cepat, cepat!"Dengan benak dibungkus ketakutan, Kridapala dan Daksa bersicepat masuk ke dalam gua. Begitu menemui dua prajurit yang tadi mengiringi Sudawarman, mereka langsung menghentikan langka
"DAKSA, apa yang terjadi?" seru Kridapala yang langsung mendekati tempat di mana Daksa tergeletak.Sementara Dyah Wedasri terpekik ketakutan melihat keadaan Daksa. Tak kurang dari enam anak panah menancap di punggung dan bagian samping tubuh lelaki tersebut. Darah membasahi sekujur kulit.Daksa sendiri tampak menggerak-gerakkan bibirnya yang gemetar, sembari menatap Kridapala dengan mata nanar. Ia seperti hendak mengatakan sesuatu meski dengan susah payah.Namun belum sampai satu patah kata keluar dari mulutnya, kepala Daksa sudah terlebih dahulu terkulai lemah. Tubuhnya ikut rebah di lantai gua dan tak bergerak-gerak lagi."Daksa!" seru Kridapala dengan panik, sembari mengguncang-guncang tubuh Daksa.Terang saja Kridapala panik, sebab kini pembantunya tinggal Sudawarman seorang. Memang ada tiga pendekar sewaan di luar sana. Namun kesetiaan mereka sangat diragukan. Terlebih ketika keadaan tengah tidak berpihak seperti sekarang.Sadar Daksa sudah tak bernyawa dan keadaan juga tengah ge
"JANGAN diam saja, Sudawarman! Cepat naik dan dayung perahu ini!" seru Kridapala dengan geram. Sambil berseru begitu, sorot mata Kridapala yang merah menusuk tajam pada Sudawarman. Membuat lelaki tersebut segera tersadar akan keadaan dan buru-buru melompat naik ke atas sampan. Begitu kakinya mendarat di dasar sampan yang rata, Sudawarman langsung mengambil dayung. Dengan benda tersebut ia mendorong sampan agar bergerak menjauh dari tepian. Sudawarman lantas duduk di buritan. Dayung di tangannya cepat-cepat dicelupkan ke dalam air, mengayuh sampan kayu agar berlayar mengikuti aliran arus sungai menuju selatan. Belum terlalu jauh sampan melaju, para prajurit yang baru saja menyeberangi jembatan tiba di bantaran. Mereka tampak kesal melihat Kridapala dan Sudawarman sudah berada di tengah-tengah sungai. "Itu mereka! Jangan sampai lepas!" seru salah satu prajurit. "Cari perahu, cepat!" timpal prajurit lainnya. Namun tak ada perahu lain lagi di dekat-dekat sana. Sampan yang ditumpangi
KITA mundur sebentar pada kedatangan sepasukan prajurit Panjalu dari Kotaraja....Pasukan tersebut dipimpin langsung oleh Rakryan Mantri Tumenggung. Turut membantu memimpin adalah Senopati Arya Mandura dan beberapa bekel dan lurah prajurit.Sesuai yang diminta Rakryan Tumenggung, pasukan yang disiapkan Arya Mandura berkekuatan seratus prajurit. Campuran dari prajurit magalah dan prajurit pemanah. Dengan demikian ada empat bekel dan delapan lurah prajurit yang turut dibawa serta.Pasukan tersebut meninggalkan Kotaraja sebelum matahari muncul di kaki langit timur. Karena terus bergerak tanpa henti, sebelum tengah hari mereka sudah tiba di tempat sisa pasukan Arya Lembana ditinggalkan.Ketika Rakryan Tumenggung dan rombongan tiba di sana, sisa pasukan Arya Lembana sedang bertempur dengan para prajurit bawaan Kridapala yang dipimpin oleh Daksa. Terang saja kejadian itu membuat para petinggi dari Kotaraja terheran-heran."Hentikan!" seru Rakryan Tumenggung dengan suara menggelegar.Pertemp
DENGAN dipandu seorang prajurit, pasukan Rakryan Tumenggung bergerak ke tempat di mana Kridapala berada. Tanpa mereka ketahui, Daksa sudah terlebih dahulu memberi kabar pada dua komplotannya.Tidak semua pasukan bergerak. Rakryan Tumenggung meninggalkan 20 prajurit bersama seorang bekel dan lurah prajurit di tempat tadi. Mereka menjaga belasan anak buah Kridapala yang diikat.Pasukan berderap menyusuri jalan setapak menuju air terjun. Ketika mendekati jembatan kayu, tampak tiga orang berlari mendekati titian tersebut dan mendekam di salah satu tiang pancang."Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan?" tanya Rakryan Tumenggung terheran-heran.Meski tidak jelas pertanyaan itu ditujukan pada siapa, tetapi Arya Mandura tahu ia yang diharapkan memberi jawaban. Sayangnya, senopati tersebut sama-sama tidak tahu."Sepertinya ..." Arya Mandura yang baru akan menjawab langsung menangkap gelagat tiga orang itu. "Mereka hendak meruntuhkan jembatan, Gusti.""Keparat!" Geraham Rakryan Tumenggung berge
"CELAKA! Mengapa tiba-tiba banyak prajurit di tempat ini?" seru salah satu pendekar wanita berpakaian kuning dengan paras berubah. Ketika itu si pendekar wanita bersama temannya tengah mengeroyok Senopati Arya Lembana. Pendekar lelaki berkulit gelap juga turut bersama mereka. Seruan tadi membuat dua pendekar lainnya memecah perhatian. Seketika mereka berpaling ke arah terdengarnya suara-suara ramai. Beberapa prajurit tampak berdatangan ke arah mereka, lalu sebagian lagi masih berusaha menyeberangi jembatan kayu. Sementara yang dikeroyok sebetulnya sudah kehabisan tenaga. Arya Lembana mati-matian bertahan karena bertekad untuk setidaknya menghabisi salah satu lawan sebelum mati. Hitung-hitung sebagai balasan atas kematian dua bekel anak buahnya. Namun nasib baik menaungi Arya Lembana. Di saat tengah terdesak hebat begitu, datang Arya Mandura bersama sepasukan prajurit. Melihat rekannya dikeroyok, senopati yang baru saja tiba dari Kotaraja itu langsung masuk ke gelanggang pertempuran
"INI gila! Aku tidak mungkin melawan mereka semua!" geram pendekar berkulit gelap ketika mengetahui dirinya telah terkurung rapat.Hal serupa terjadi pada dua pendekar wanita. Paras keduanya juga seketika berubah pucat. Mereka sama sekali tidak menyangka bakal menghadapi keadaan seperti ini. Benar-benar di luar perkiraan.Sewaktu datang bersama Sudawarman dan Daksa kemarin, ketiga pendekar itu sudah menyimak rencana yang dibeberkan Kridapala. Mereka ingat sekali, yang akan dihadapi hanyalah seorang senopati dengan paling banyak dua bekel.Perhitungan Kridapala memang tepat. Arya Lembana datang membawa sepasukan kecil dibantu dua bekel dan empat lurah prajurit. Para petinggi dihadapi pendekar sewaan, sedangkan pasukannya menjadi bagian Daksa bersama prajurit bawaan Kridapala.Tugas tersebut sudah mendekati keberhasilan. Meski sempat melawan mati-matian, dua bekel pendamping Arya Lembana akhirnya meregang nyawa. Sedangkan sang senopati sudah sangat terdesak.Namun kedatangan Rakryan Man
"SIAL! Kenapa tiba-tiba prajurit tengik itu bisa muncul di sini?" gerendeng Kridapala ketika pandangan matanya tertuju ke arah yang ditunjuk Sudawarman.Di depan sana, kira-kira berjarak tiga-empat depa dari sampan yang mereka berdua tumpangi, tampak sesosok lelaki muda berdiri berkacak pinggang di atas sebentuk rakit.Satu seringai terkembang di wajah lelaki tersebut. Sedangkan sorot matanya menatap tak berkesip pada Kridapala. Dari gelagatnya, jelas sekali lelaki muda tersebut memang sengaja mengadang.Dada lelaki tersebut terbuka lebar tanpa pakaian. Menampakkan satu bekas luka memanjang, dari dekat bahu kanan hingga ke pinggang sebelah kiri. Tidak salah lagi, ia adalah Tumanggala."Jangan-jangan selama ini dia memang selalu membuntuti kita, Ki Bekel," ujar Sudawarman, coba menebak-nebak."Mungkin lebih tepatnya bukan membuntuti, tetapi melacak keberadaan kita," sergah Kridapala yang tidak setuju. "Kebetulan saja dia baru menemukan kita di sini, lalu cepat-cepat mengadang."Sudawar