Leina dibawa masuk ke dalam mobil orang yang menyerang Nathan. Karena tidak ada waktu, takut ada yang melintas, terutama jika mungkin mobil patroli polisi, jadi orang misterius itu menginjak pedal gas lebih dahulu— menjauh dari tempat kejadian perkara.Kejadian ini menguras tenaga Leina. Terlebih lagi, bungkaman di mulutnya yang membuat ia tak nyaman.Setelah menjauh dari tempat tadi, barulah orang misterius itu menepi di pinggir trotoar— dan melepaskan penutup kepala yang menutupi identitasnya, serta lakban yang mengunci bibir Leina.Leina tidak kaget saat melihat sosok itu. Iya, dari awal suaranya sudah jelas."Hans ...“ ucapnya lirih.Hans. Itu memang dia. Dialah yang melakukan penyerangan tadi terhadap Nathan. Dia berhasil kabur tanpa diketahui identitasnya karena Nathan memang tak kenal dengan suaranya."Kamu tidak apa?” tanya Hans menatap Leina yang letih."Iya.""Berbaliknya sebentar, akan kulepas lakban di tangan kamu."Leina menuruti suruhan dari Hans. Hans pun melepaskan la
Leina kembali masuk ke dalam rumah. Dia bisa melihat kekacauan yang ada di dalam, dan tidak kaget lagi melihat banyaknya orang yang pingsan di lantai. Semuanya tumbang setelah menghadapi Arsen.Arsen dibantu oleh Hans untuk membereskan semua orang itu. Seperti biasa, mereka hanya membuang mereka ke jalanan sepi— tak mau terlibat lebih lanjut.Setelah semuanya selesai, Arsen masuk ke dalam dapur. Arsen sedikit lega karena wanita tadi— Bonny, sudah menyerah dan pergi. Dari semua orang, dia tidak bisa menyakiti wanita. Jadi, dia lebih suka membiarkannya pergi.Leina mengikutinya. Dia bertanya, "mana Hans?""Dia memilih pulang saja," sahut Arsen sambil duduk di salah satu kursi yag melingkari meja makan. Dia menghela napas panjang. Lelah, letih dan mengantuk.Itu wajar saja, sekarang sudah lewat tengah malam. Kejadian tadi cukup menguras tenaga sekaligus waktu.Leina sudah tidak gemetaran lagi. Setelah bersama Arsen, segala rasa takutnya kini sirna. Dia mendekat ke meja dapur, lalu memper
Leina dan Arsen pergi dari rumah pagi-pagi sekali. Arsen sudah meminum kopi, jadi dia tidak mengantuk lagi. Sementara Leina memilih untuk tidur saja dengan bersandar di kaca jendela mobil.Arsen beberapa kali tersenyum saat menoleh ke samping, tempat Leina duduk. Sebelum akhirnya kembali fokus ke jalanan.Berkat pencurian mobil oleh Nathan, dia harus meminjam mobil milik Hans sekarang. Tetapi, itu tidak masalah. Toh, nanti mereka juga akan bertemu di rumah sewaan yang sudah disediakan.Setelah setengah jam perjalanan, Arsen menepikan mobil ke dalam halaman parkir toko pakaian. Berhubung hari masih pagi, toko baru buka, dan belum banyak pengunjung yang datang.Begitu kendaraan berhenti, Leina membuka mata. Dia melihat sekitar, menguap sedikit, lalu bertanya, "Ada apa? Apa kita sudah sampai?""Akhirnya kamu bangun juga putri tidurku yang cantik," kata Arsen sembari melepaskan sabuk pengaman. Dia berkata lagi, "kita belum sampai, ayo kita turun dulu.""Toko pakaian?" Leina heran. Kenapa
Selama satu jam lamanya, Arsen dan Leina memilih pakaian, dan mencobanya. Kebanyakan, Arsen menggoda Leina dengan memaksanya untuk mencoba baju seksi yang dia sukai.Leina tidak bisa menolak permintaan itu. Alhasil, dia berkali-kalj aksi korban kejahilan Arsen.Kali ini, dia menggunakan dress malam seksi yang melekat di tubuh. Dress berbahan kaos itu cukup ketat, bahkan bagian dadanya sampai ingin membuncah keluar."Sayang, bagus loh." Arsen memuji Leina yang sudah sangat seksi. "Kamu seperti simpanan pejabat.""Apa katamu!" Leina kesal jadi memukuli dada Arsen. Tidak keras, tapi berulang kali. "Enak saja— maksud kamu aku mirip pelacur!“"Tidak, siapa yang bilang?” Arsen lantas tertawa sambil menahan tangan Leina agar berhenti memukulinya. "Kamu cantik banget. Mana ada pelacurhyang secantik kamu? Kecantikan kamu itu berbeda dari wanita manapun.""Halah!“ Leina masih kesal.Arsen kembali tertawa. Dia mencoba merayu wanita itu dengan tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir.Leina terkeju
Serena berjalan di lorong panjang rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah dan buket bunga. Dia melewati beberapa suster dan pasien— sebelum akhirnya berbelok ke arah area VVIP. Dia masuk ke dalam salah satu ruang VVIP tersebut.Di dalam ruang yang mewah tersebut, terlihat ada seorang yang duduk di atas ranjang. Orang itu melihat ke luar jendela— melihat keindahan langit di pagi hari ini."Hai, Tuan Nathan," sapa Serena mendekat ke meja terdekat, lalu menaruh bawaannya di situ. "Tumben sekali tidak ada penjaga?"Nathan.Iya, pria itulah yang sedang duduk di atas ranjang. Dia menerima banyak jahitan akibat tembakan Hans malam itu.Dia terlihat malas menanggapi Serena. Tetapi, tidak ada pilihan lain. Dia menoleh, dan bertanya, "mau apa kamu ke sini?""Menjengukmu, tentu saja.""Oh begitu.""... dan juga aku harus memberikanmu selamat karena gagal menculik Leina."Nathan meliriknya dengan pandangan muak. Dia menyindir balik, "tampaknya rencanamu menculik Leina dengan memanfaatkan adi
Arsen dan Leina pergi menuju ke hotel terdekat untuk beristirahat. Sebenarnya, tanpa perlu menginap di hotel pun, mereka bisa langsung perjalanan menuju lokasi tujuan, akan tetapi, Arsen sudah tidak bisa menahan hasratnya. Jadi, dia mengajak sang kekasih untuk singgah sejenak.Mereka memutuskan untuk meginap semalam di sana. Arsen mengabari Hans bahwa mereka tidak bisa datang hari itu. Hans pun mengerti tanpa bertanya apapun."Bagaimana?" tanya Leina yang sudah telanjang di bawah balutan selimut ranjang hotel.Sementara itu, Arsen yang sudah bertelanjang dada tampak masih berdiri di depan meja rias. Dia melihat layar ponselnya. "Aku sudah mengabari mereka. Kita akan ke sana besok, Sayang.""Tidak apa 'kan?""Tentu saja tidak masalah. Aku sudah membayar biaya sewa rumahnya, jadi besok kita akan tingga menempatinya.""Ngomong-ngomong, kita akan di sana berapa lama? Kamu belum memberitahuku.""Aku menyewanya sebulan, tapi nanti kita lihat situasi saja." Arsen menaruh ponselnya di atas m
Keesokan harinya ...Arsen dan Leina pergi dari hotel, dan langsung menuju ke rumah sewaan yang berada dekat dengan rumah Ritta. Seharusnya— semua baik-baik saja, tidak ada yang tahu lokasinya.Namun, Arsen sudah menyiapkan banyak hal jika memang nanti ada yang mengikuti. Dia sudah curiga kalau Serena akan ikut campur. Karena hal tersebutlah, dia terpaksa banyak berputar di beberapa jalan untuk menghindari kejaran.Hingga mobil mereka melaju di jalanan sepi, tidak ada bangunan, hanya pepohonan yang tumbuh disisi kiri dan kanan jalan. Ini adalah jalanan yang cukup asing bagi Leina.Wanita itu heran, kenapa di sepanjang jalan tidak ada bangunan. Selain itu jalanan ini tidak terlihat ujungnya.Dia bertanya, "kita ke mana? Kok kita tadi belok ke tempat ini? Kita tidak sampai-sampai, ya?""Tenang saja, Sayang. Tadi aku merasa ada yang mengikuti kita, jadi lebih baik kita menghindar dulu.""Ada yang mengikuti kita?""Iya, aku pikir."Leina melihat ke kaca spion, tapi dia tidak melihat ada
"Bagaimana keadaannya?" Ritta bertanya saat datang lagi dengan membawa baskom berisi air kompresan baru.Dia kemudian duduk di tepian ranjang. Pandangan matanya masih fokus ke Leina yang terbaring di ata ranjang tersebut.Hans yang berdiri di sebelah tampak cemas. Dia menjelaskan, "barusan dokter bilang dia tidak apa, cuma syok, tapi demamnya belum turun. Kita hanya perlu mengompresnya.""Sudah setengah hari berlalu sejak Arsen menghilang— apa tidak ada kabar?“"Mengenai itu, aku tidak mendapat kabar sama sekali. Aku sendiri juga cemas. Aneh ...”"Aneh? Aneh apa?“"Mobilnya sudah ditemukan tapi tidak ada tanda-tanda Arsen ditemukan, mayatnya juga tidak ada. Lagian, dia tidak mungkin mati hanya karena ini— dia ahli berenang. Kalau cuma tenggelam saja, dia mudah meloloskan diri.”Ritta terdiam sejenak. Dia merendam handuk kecil ke air kompresan, lalu memerasnya, dan menaruh ke kening Leina.Dia juga memikirkan hal yang sama dengan Hans. Ada yang mencurigakan dan aneh.Dia bertanya, “apa